Menu Blog

Tuesday, April 24, 2012

Pencegahan Akhlakul Madzmumah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iman seseorang dapat menjadi semakin kuat jika orang tersebut mengerjakan pekerjaan-pekerjaan terpuji serta tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Sebaliknya iman seseorang dapat menjadi berkurang, lebih jauh lagi menjadi murtad jika orang tersebut selalu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang di larang oleh Allah. Baik dosa besar maupun dosa kecil jika sering di langgar tentu akan merusak iman seseorang. Maka dari itu sangat perlu kontrol diri sendiri untuk pencegahan akhlak madzmumah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela)
Akhlak tercela yaitu akhlak yang tidak dalam control ilahiyah atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negative serta deskruktif bagi kepentingan uamat manusia.[1]
Akhlak tercela adalah semua sikap dan perbuatan yang dilarang oleh Allah, karena akan mendatangkan kerugian baik bagi pelakunya ataupun orang lain.[2]

B.  Macam-Macam Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela) dan Cara Mencegahnya
1.    Ujub
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah meringkas defenisi ujub sebagai berikut: "Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara' dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya!". Orang yang demikian itu, beranggapan bahwa segala kesuksesan yang diraihnya, seperti harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, kepandangan yang tak tertandingi semata-mata karena hasil usaha serta kehebatan dirinya. Semua itu ia pikir, ia raih tanpa bantuan dari siapapun, termasuk Allah SWT. orang yang bersikap/berperilaku ‘ujub’ biasanya selalu merasa dirinya benar, tidak pernah salah atau keliru, karenanya tidak bisa menerima kritik orang lain.
Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ujub antar lain Surat At-Taubah:55 yang artinya:
Artinya: “Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu (menjadikan kamu bersikap ujub). Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir”. (QS. Taubah: 55)
Abu Wahb al-Marwazi berkata, Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak, Apakah kibr (sombong) itu?،¨ Dia menjawab, Jika engkau merendahkan orang lain.،¨ Lalu aku bertanya tentang ujub, maka dia menjawab jika engkau memandang bahwa dirimu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, aku tidak tahu sesuatu yang lebih buruk bagi orang yang shalat daripada ujub.
Berikut ini adalah  hal-hal yang Dipakai 'Ujub dan Terapinya:
1. Ujub dengan fisiknya
Pengobatan jenis 'ujub ini adalah dengan tafakkur (memikirkan)  tentang berbagai kotoran batinnya, tentang mula penciptaan dan akhir kesudahannya, tentang bagaimana wajah yang cantik dan tubuh yang gemulai itu akan terkoyak-koyak oleh tanah dan membusuk di kubur hingga menjijikkan.
2. Ujub dengan kedigdayaan dan kekuatan
'Ujub dengan kekuatan mengakibatkan kekalahan dalam peperangan, pencampakan diri ke dalam kebinasaan dan terburu-buru. Terapinya ialah dengan mengetahui bahwa meriang sehari saja bisa melemahkan kekuatannya dan bahwa apabila ia ujub dengan kekuatannya bisa jadi Allah akan mencabutnya dengan sebab pelanggaran paling ringan yang dilakukannya.
3. Ujub dengan intelektualitas
Terapinya ialah dengan bersyukur kepada Allah atas karunia intelektualitas yang telah diberikan-Nya, dan merenungkan bahwa dengan penyakit paling ringan yang menimpa otaknya sudah bisa membuatnya berbicara melantur dan gila sehingga menjadi bahan tertawaan orang. Ia tidak aman dari ancaman kehilangan akal jika ia ujub dengan intelektualitas dan tidak mensyukurinya. Hendakalah ia menyadari keterbatasan akal dan ilmunya. Hendaklah pula ia mengetahui bahwa ia tidak diberi ilmu pengetahuan kecuali sedikit, sekalipun ilmu pengetahuannya luas.
4. Ujub dengan nasab terhormat
Terapi penyakit ini adalah mengatahui bahwa jika ia menyalahi perbuatan dan akhlak nenek moyangnya dan mengira bahwa ia akan disusulkan dengan mereka maka sesungguhnya ia bodoh, tetapi jika meneladani nenek moyangnya maka hendaknya mengetahui bahwa nenek moyangnya tidak pernah ujub bahkan mereka senantiasa khawatir terhadap dirinya. Mereka mulia karena ketaatan, ilmu, dan sifat-sifat terpuji bukan dengan nasab.
5. Ujub dengan nasab para penguasa yang zhalim dan pendukung meraka.
Terapinya adalah dengan merenungkan tentang berbagai kehinaan mereka dan tindakan-tindakan kezhaliman mereka terhadap para hamba Allah, kerusakan yang meraka lakukan terhadap agama Allah, dan bahwa mereka adalah orang yang dimurkai Allah.
6. Ujub dengan banyaknya jumlah anak, pelayan, budak, keluarga, kerabat.
Terapinya adalah merenungkan tentang kelemahannya dan kelemahan mereka, bahwa mereka semua adalah hamba yang lemah, tidak kuasa memberi manfaat dan bahaya kepada diri mereka sendiri.
7. Ujub dengan harta
Terapinya adalah merenungkan tentang keburukan-keburukan harta kekayaan, hak-haknya yang banyak, dan para pendengkinya yang rakus. Kemudian memperhatikan keutamaan orang-orang fakir dan bahwa mereka akan masuk surga terlebih dahulu pada hari kiamat.
8. Ujub dengan pendapat yang salah
Terapi ujub ini lebih berat ketimbang terapi 'ujub yang lainnya, karena pemilik pendapat yang salah tidak mengetahui kesalahannya, seandainya tahu pasti ditinggalkannya. Tidak akan mengobati penyakit orang yang tidak tahu bahwa dirinya sakit. Terapinya secara umum adalah hendaknya ia selalu menuduh pendapatnya sendiri dan tidak terpedaya, kecuali jika secara pasti didukung oleh Al-Qur'an atau sunnah atau dalil akal yang shahih yang memenuhi berbagai persyaratannya.

2.    Takabbur
Takabbur adalah sikap perilaku membesarkan diri dan tidak menerima kebenaran serta memandang kecil atau rendah terhadap orang lain. Dalam bahasa Indonesia perkataan takabur sama dengan sombong. Sikap/perilaku takabur termasuk akhlak tercela dan wajib dijauhi oleh setiap muslim muslimah. Sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak diragukan lagi, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang takabbur (sombong). (QS. An-Nahl:23)
Sifat sombong dibagi menjadi kesombongan batin dan kesombongan zhahir. Kesombongan batin adalah kesombongan yang terdapat dalam jiwa (hati), sedangkan kesombongan zahir adalah kesombongan yang dilakukan anggota zahir, karena tingkah laku seseorang merupakan akibat dari apa yang terjadi di hatinya. Kesombongan batin akan memaksa anggota tubuh untuk melakukan hal-hal yang bersifat sombong, maka apabila hanya menyimpan di dalam hati tanpa ada tindakan disebut dengan kibr (sifat sombong).
Orang yang memiliki sifat sombong tidak menyadari bahaya yang dapat di timbulkan dari sifat ini. Rasulullah bersabda :
“Tidak akan masuk surga (memperoleh kebahagiaan) orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun sebesar semut”. (HR. Muslim)
Terapi sifat sombong dan cara memperoleh sifat tawadhu’
Terapi sifat sombong pertama adalah menghilangkan akar penyakit ini. Terapi pengobatannya adalah dengan ilmu dan amal. Karena penyakit ini tidak mungkin dapat disembuhkan kecuali dengan kedua hal itu. Pengobatan melalui ilmu adalah dengan mengetahui siapa dirinya dan siapa Penciptanya. Apabila seseorang telah mengetahui dan menyadari dengan benar siapa hakikat dirinya, maka dia akan merasa dirinya hina dan penuh kelemahan. Selanjutnya, akan menjadikannya sebagai seorang yang tawadhu’. Sedangkan pengobatan melalui amal adalah dengan membiasakan merendah diri (tawadhu’) terhadap orang lain dan mengikuti akhlak-akhlak orang yang memiliki sifat tawadhu’.

3.    Putus asa
Putus asa adalah suatu sikap atau perilaku seseorang yang menganggap drinya telah gagal dalam menghasilkan sesuatu harapan cita-cita. Ia tidak mau kembali lagi untuk berusaha yang kedua kalinya. Semua umat manusia pasti merasakan putus asa. Dan umat itu pastilah menjadi lemah dan lenyap kekuatannya karena putus asa merupakan penyakit atau racun yang benar-banar membahayakan bagi setiap pribadi manusia.
Bukan sembarangan jika Allah SWT. dalam salah satu firman-Nya, mempersamakan antara sifat putus asa itu dengan sifat kekafiran. Sebabnya tiada lain hanyalah karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua macam sifat itu sama-sama besar dan dahsyat. Firman Allah dalam Al-Qur’an, yang artinya: “janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak tidak ada yang suka berputus asa dari rahmat Allah, melainkan golongan orang-orang kafir”. (QS. Yusuf:87)
               Allah SWT menyamakan sifat putus asa dengan kekafiran, karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua sifat itu sama besar dan dasyat. Karena apabila ia diberi beban atau sesuatu yang harus siselesaikan dan perlu segera dilaksanakan demi kepentingan masyarakat, ia meninggalkannya secara perlahan-lahan, bahkan terkadang tidak mengerjakan sama sekali. Ia merasa keberatan atau menganggap bahwa apa yang dititipkankepadanya terlampau berat sehingga ia enggan dan berputus asa untuk meneruskannya. Tentu saja hal itu merugikan diri sendiri dan masyarakat.  Sifat putus asa akan memuat kebekuan, kelumpuhan, dan kemunduran. Selain itu, sifat putus asa juga dapat menyebabkan seseorang bagaikan seekor binatang yang selalau membisu, apa yang dilakukannya hanya berdasarkan pada instingnya. Orang berputus asa sma sekali tidak terpikirkan tentang kemajuan diri untuk meningkatkan untuk meniingkatkan keatas (lebih baik) dan menjadi makhluk yang sempurna, berpandang luas dan kepribadian yang baik bahkan utuk meraih cita-citanya.
Usaha-usaha untuk tidak mudah terjerumus dalam sifat putus asa, diantaranya:
a)    Terpilaharanya kekuatan iman pada diri seseorang.
b)   Meningkatan ketakwaan dan taqarrub kepada Allah SWT.
c)    Menjaga harkat dan martabat serta derajat kemanusiaan.
d)   Menjadi orang yang tabah dalam menjalani kehidupan.
e)    Menubuhkan kesadaran untuk memicu diri dalam beramal shaleh.
f)    Meningkatkan kesadaran diri untuk mengabdi kepada Allah SWT.[3]
4.    Berlebih-lebihan
Berlebih-lebihan adalah melakukan sesuatu di luar batas ukuran yang menimbulkan kemudharatan baik langsung ataupun tidak kepada manusia dan alam sekitarnya. Pada dasarnya sikap berlebih-lebihan akibat dari sikap manusia yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya. Sekecil apa pun perbuatan manusia berlebih-lebihan akan memberi dampak negatif bagi manusia dan alam sekitarnya seperti kerusakan moral, harta benda dan kerusakan alam.
Sikap berlebih-lebihan sangat dibenci Allah, sebagaimana dalam firmannya :
Artinya: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am:141).
Allah juga menegaskan dalam ayat lain, yakni:
Artinya: “Dan berilah kepada kerabat-kerabat akan haknya (juga kepada) orang muslim dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah engkau boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’: 26-27).
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari sikap berlebih-lebihan antara lain sebagai berikut:
a. Senantisa bersyukur kepada Allah SWT.
b. Mengatur anggaran keuangan denga menabung.
c. Senantiasa berhemat dan membelanjakan harta seperlunya.
d. Melakukan sesuatu sesuai ukurannya.

5.   Iri Hati atau Dengki (Hasad)
Syeikh Abu Hamid Al-Ghazali berkata: “Ketahuilah bahwa tidak ada kedengkian (hasad), kecuali terhadap kenikmatan, jika Allah memberi nikmat kepada saudaramu, maka ada dua hal yang ada pada dirimu. Pertama, benci kepada seseorang yang memperoleh nikmat, dan berharap agar nikmat itu lenyap dari padanya. Keadaan ini disebut dengki. Batasan dengki adalah benci terhadap nikmat, dan ingin melenyapkan dari orang yang mendapat karunia. Kedua, ia sendiri mengharapkan agar mendapat nikmat itu tanpa berusaha melenyapkan nikmat yang dimiliki orang lain.
Dengki dapat di timbulkan karena iri melihat orang maju, seperti teman mendapat jabatan, teman memperoleh harta sehingga menjadi kaya, dan lain sebagainya[4].
Sifat pertama di atas adalah haram hukumnya dalam segala hal. Betapa ganasnya penyakit nafsiyah ini menyerang manusia, bisa kita lihat dalam berbagai hadits Rasulullah SAW. Di antaranya :
“Hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api yang melalap kayu bakar”. (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah, dan Ibnu Majah dari Abbas)
“Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling memutuskan hubungan persaudaraan, jangan saling membenci, jangan pula saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba Allah sebagai saudara”.(HR. Bukhari Muslim)
Orang yang memiliki sifat dengki juga bisa dilihat jika ia merasa bahagia ketika orang lain mendapatkan suatu bencana atau musibah. Kegembiraan yang demikian itu dinamakan Syamatah, yaitu bahagia yang timbulnya sebab mendengar atau melihat adanya kesusahan, kemelaratan, kecelakaan yang menimpa orang yang dianggap saingan atau lawan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya :
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati. Tapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya”.(HR. Ali Imran:120)
Dengki adalah pangkal dari semua perilaku tercela. Misalnya menggunjing, adu domba, menyebar fitnah. Oleh sebab itu, sifat dengki harus dijauhi karena sifat ini hanya akan membawa manusia terhadap kemelaratan dan rusaknya silaturahim.
Bahaya mempunyai sifat Hasad (iri hati atau dengki), di antaranya:
1)   Mengurangi teman dan mempersempit pergaulan
2)   Menciptakan musuh.
3)   Merusak kesehatan
4)   Menghilangkan pahala kebaikan[5]
Solusi untuk menghindari sifat dengki, di antaranya:
1)   Menyadari dan selalu ingat bahwa iri dengki hanya akan menghapus amal baik kita.
2)   Menyadari dan senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang telah Allah berikan.
3)   berikhtiyar dan berdoa

6.   Menfitnah
Namimah atau memfitnah adalah perbuatan yang menceritakan tingkah laku seseorang kepada orang lain (dengan cerita yang tidak jujur) bertujuan agar terjadi perpecahan.
Namimah artinya mengadu domba, yaitu kegiatan mengadu dua orang atau kelompok supaya bermusuhan dan saling membenci.[6]
Pengerian menfitnah, yang berkembang dimasyarakat adalah adu domba, yaitu seseorang menceritakan kelakuan orang lain dengan cerita yang palsu atau yang dibuat-buat dengan tujuan menghancurkan dan menjatuhkan atau merendahkan nama baik seseorang atau golongan. Oleh sebab itu, fitnah di katakan lebih kejam dari pada pembunuhan, mengapa demikian? Jika pembunuhan hanya merusak jasmani seseorang, maka fitnah merusak mental, menyulut permusuhan, dan sering berakhir dengan perkelahian atau peperangan yang banyak menelan korban jiwa[7].
Bahaya fitnah sebagai berikut:
a.    Fitnah dapat berakibat pembunuhan
Artinya :
                        “Dan fitnah itu lebih besar bahaya dari pembunuhan”. (QS. Al- Baqarah:191)
b.   Timbulnya kekacauan dalam masyarakat
c.   Timbulnya permusuhan.[8]
                             Allah SWT melukiskan bahaya menfitnah itu melebihi bahayanya pembunuhan, karena orang atau golongan yang difitnah akan terbunuh kariernya dan nama baiknya.
Rasulullah SAW, memberikan peringatan dengan sabdanya:
Artinya:
“maukah ku kabarkan kepadamu sekalian, akan orang-orang yang paling jahat di antara kamu? Mereka menjawab: mau…! “bersabda Rasulullah SAW: itulah orang yang membawa-bawa fitnah, merusak hubungan orang yang sedang berkasih-kasihan dan mencari aib-aib orang yang tidak brsalah” (HR.Muslim).
Cara menghindari sifat namimah atau fitnah dari orang lain adalah dengan melakukan tabayyun atau konfirmasi tentang kebenaran berita
Hikmah menghindari fitnah adalah sebagai berikut:
a.    Kedamaian dan ketretraman
b.    Persaudaraan
c.    Persatuan dan kesatuan

7.   Mencuri
Mencuri adalah mengambil milik orang lain dengan jalan yang  sah.mencuti sangat merugikan orang lain dalam hal materi, merugikan seseorang, kelompok maupun golongan sampai merugikan Negara.
Syariat islam sangat melindungi hak milik orang atau kelompk atau Negara. Firman Allah SWT:
Artinya:
“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Maidah: 38)
Hikmah menghindari sikap mencuri adalah sebagai berikut:
a.    Menghormati atau menjaga hak milik.
b.    Menjaga harga diri.
c.    Membawa ketenangan hari.[9]
8.   Khianat
Khianat artinya tipu daya dan perbuatan yang tidak setia. Sedangkan penghianatan adalah orang yang tidak setia kepada Negara, teman dan sebagainya. Khianat ini salah satu tanda orang munafiq. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya:
                 “tanda munafiq itu tiga: apabila berkata ia dusta, apabila berjanji ian ingkari dan apabila dipercaya ia khianati. (HR.Bukhari dan Muslim)
                 Menghindari sifat khianat dapat dilakukan dengan cara berperilaku amanah.
Hikmah menghindari sikap Khianat, diantaranya:
a.    Terwujudnya keamanan dan ketertiban.
b.    Menciptakan kedamaian dan ketenangan.
c.    Dipercaya dan mudah meraih cita-cita.
d.   Terciptanya kesenangan dan kemakmuran.[10]

C.  Bahaya Akhlak Tercela
Adapun bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat atau perbuatan dosa itu seperti di sebutkan oleh Ibnu Qoyyim rahimullah, sebagai berikut:
1. Terhalangnya ilmu agama karena ilmu itu cahaya yang diberikan Allah di dalam hati, dan maksiat mematikan itu.
2. Terhalangnya rezeki, seperti dalam hadits riwayat Imam Ahmad, "Seorang    hamba bisa terhalang rezekinya karena dosa yang menimpanya."
3. Perasaan alienasi pada diri si pendosa yang tiada tandingannya dan tiada terasa kelezatan.
4. Kegelapan yang dialami oleh tukang maksiat di dalam hatinya seperti perasaan di kegelapan malam.
5. Terhalangnya ketaatan.
6. Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahannya.
7. Maksiat akan melahirkan maksiat lain lagi, demikian kata ulama salaf: Hukum kejahatan adalah kejahatan lagi sebagaimana kebaikan akan melahirkan kebaikan lagi.
8. Orang yang melakukan dosa akan terus berjalan ke dalam dosanya sampai dia merasa dirinya hina. Itu pertanda-tanda kehancuran.
9. Kemaksiatan menyebabkan kehinaan. Dan kebaikan melahirkan kebanggaan dan kejayaan.
10. Maksiat merusak akal, sedang kebaikan membangun akal.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak tercela yaitu akhlak yang tidak dalam control ilahiyah atau berasal dari hawa nafsu yang berada dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negative serta deskruktif bagi kepentingan uamat manusia.
Adapun macam akhlak tercela antara lain: Ujub, takabur, putus asa, berlebih-lebihan, iri hati, memfitnah, mencuri, dan khianat.
Adapun bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat atau perbuatan dosa itu adalah Terhalangnya ilmu, Terhalangnya rezeki, Perasaan alienasi pada diri si pendosa, Terhalangnya ketaatan,dll.

Daftar Rujukan

[1]  Aminuddin, dkk, 2002, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi UMM, Bogor: Ghalia Indonesia. hlm: 153
[2]  Anonim. http//www.hadirukkiyah’s blog akhlak tercela.htm
[3] Drs.Supardi, Aktif belajar aqidah akhalak untuk madrasah aliyah kelas X, Klaten: sinar maandiri, hlm: 52-54

[4] Drs. Yusuf Mukhtar, dkk. 1995. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka. hlm: 340
[5] Tim abdi guru, 2007, Ayo Belajar Agama Islam Untuk SMP kelas VIII, Jakarta: Erlangga, hlm: 44
[6] Ibid, hlm: 49
[7] Drs. Masan Alfat, dkk. Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas 2. Semarang: Karya Toha Putra. Hlm:170
[8] Ibid, hlm: 50
[9] Ibid, hlm: 54-56
[10] Ibid, hlm: 57-58

No comments:

Post a Comment