Secara formal, pendidikan
diselenggarakan di sekolah. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah itu sering
lebih dikenal dengan pengajaran dimana terjadi proses belajar-mengajar yang
melibatkan banyak factor, baik pengajar, pelajar, bahan/materi, fasilitas
maupun lingkungan. Pengajaran dilaksanakan tidak hanya untuk kesenangan atau
bersifat mekanis saja tetapi mempunyai misi/tujuan tertentu yang dicita-citakan
untuk dicapainya. Sehingga dalam usaha untuk mencapai misi/tujuan itu semua
kegiatan, fasilitas/dana dan daya diorientasikan untuk pencapaian misi/tujuan yang
dicita-citakan itu. Sehingga dalam usaha mencapai misi/tujuan itu perlu
diketahui apakah usaha yang dilakukan sudah sesuai/searah dengan tujuan? Jika
ya, sudah sejauuh mana ditempuh? Adakah factor-faktor yang menghambat usaha itu
serta bagaimana mengatasinya? Upaya itu menunjuk kepada evaluasi.
Dalam usaha memperoleh pemahaman yang
benar tentang evaluasi, perlu ditinjau terlebih dahulu keberadaan evaluasi
dalam keseluruhan pendidikan/pengajaran, hakikat evaluasi yang mencngkup
pengertian, dasra, tujuan dan fungsinya, prinsip-prinsip yang mendasari beserta
persyaratan yang harus dipenuhi serta pendekatan-pendekatan dlam evaluasi
pendidikan. Secara singkat dari bab ini akan diperoleh pemahaman yang dimaksud.
A. Sistem Pengajaran/Instruksional
Kurikulum sekolah sekarang ini
menggunakan pendekatan yang berorientasi kepada pencapaian tujuan sehingga
tercapainya tujuan merupakan hal yang penting. Oleh karena itu situasi belajar
mengajar dipandang dan diperlakukan sebagai suatu system pengajaran yang
terkecil dan selanjutnya itulah yang dimaksud dengan system
pengajaran/intruksional.
Komponen-komponen dari suatu system
pengajaran dalam keadaan yang bagaimanapun juga sekurang-kurangnya ialah:
1.Tujuan, yaitu kemampuan dan kelakuan
yang diharapkan dikuasai siswa secara langsung setelah selesainya setiap
interaksi belajar-mengajar.
2.Bahan atau materi pengajaran yang perlu
diberikan atau digumuli bersama untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
3.Metode dan alat perlengkapan yang akan
digunakan.
4.Alat dan prosedur evaluasi untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dari program bagi tercapainya tujuan-tujuan
yang telah dirumuskan.
Semua hal di atas merupkan
bagian-bagian integral yang tak terpisahkan satu sama lain. Komponen-komponen
itu terorganisasi sebagai kesatuan di dalam system. System itulah yang
dihasilkan sesuai dengan tingkat saling hubungannya. Tujuan dari system juga
merupakan tujuan dari setiap komponen itu, masing-masing tidak mempunyai tujuan
sendiri-sendiri. Hanya kalau semuanya bekerja sama secara harmonis barulah
tujuan yang diinginkan dapat dicapai.
Disamping keempat komponen diatas, didalam
pelaksanaannya, system intruksional yang pengelolaannya tergantung kepada
factor guru tentulah mencakup pula kedua hal ini, yaitu:
1.Guru atau pengajar yang mengelola system
intruksional. Bersama-sama dengan keempat komponen terdahulu, guru merupakan
komponen masukan yang deprogram secara intruksional bagi tercapainya tujuan
dal;am rangka system yang sifatnya diwarnai oleh factor guru sebagai pribadi
yang menentukan (misalnya pada system intruksional dari PPSI).
2.Siswa yang diharapkan mengalami
transformasi sehingga mencapai tujuan pendidikan. Ia tak diharapkan untuk lepas
sekolah (drop out) sebelum menjadi
hasil yang baku sebagai komponen keluaran (output)
yang sebenarnya dari pengajaran sebagai system.
B. Pengertian
Evaluasi
Pendidikan
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan
kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan
evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya atau lingkungan
fisiknya. Mulai dari ia berpakaian, ia melihat diri di hadapan kaca untuk
mengetahui apakah ia menampilkan diri dalam keadaan yang wajar atau tidak.
Demikian pula halnya dalam peristiwa
pendidikan sebagai usaha yang disengaja untuk memungkinkan sesorang siswa
mengalami perkembangan melalui proses belajar-mengajar. Program pengajaran
dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan tertentu. Tujuan itu ialah supaya siswa
mengalami perubahan yang positif. Penilaian berarti usaha untuk mengetahui
sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan bbelajar mengajar.
B.S. Bloom yang dikutip oleh W. Gulo, menyatakan bahwa “evaluation, as we see it, is the systematic collection of evidence to
determine wether in fact certain changes are taking place in the learns as well
as to determine the amount or degree of change in individual students.”
(B.S. Bloom, et al., 1971). Sesuai dengan pengrtian ini maka cirri pertama dari
evaluasi ialah mengukur perubahan. Jika hal ini dihubungkan dengan tujuan
pengajaran, maka perubahan yang diinginkan oleh program pengajaran ialah
peningkatan kemampuan, baiki kemampuan kognitif-intelektual, sosio-emosional,
maupun kemampuan ketrampilan-motorik. Tujuan pengajaran ialah penguasaan
perangkat kemampuan yang direncanakan. Cirri kedua dari evaluasi ialah adanya
bukti-bukti yang dikumpulkan sebagai dasar penilaian dan evaluasinya.
Bukti-bukti ttersebut perlu dideskripsikan secara jelas. Cirri ketiga ialah
pengukuran terhadap bukti-bukti yang dideskripsikan itu. Pengukuran ini bersifat
kuantitatif. Hasil pengukuran ini disebut skor (score). Yang dimaksud dengan sifat kuantitatif ialah sesuatu yang
menampakkan dirinya dalam besaran tertentu.
Selanjutnya Roestiyah N.K. dkk. dalam
bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan”
menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya, (Roestiyah: 1982)
berikut ini.
1.Evaluasi adalah proses memahami atau
memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk
pihak-pihak pengambil keputusan.
2.Evaluasi ialah kegiatan mengumpulkan
data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas
siswa, guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat
mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
3.Dalam rangka pengembangan system
intruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh
program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.
4.Evaluasi adalah suatu alat untuk
menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembbangan ilmu
telah berada dijalan yang telah diharapkan.
Dari batasan tersebut di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengertian evaluasi ialah:
1.Merupakan suatu kegiatan yang
direncanakan dengan cermat;
2.Kegiatan yang dimaksud merupakan bagian
integral dari pendidikan, sehingga arah dan tujuan evaluasi harus sejalan
dengan tujuan pendidikan;
3.Evaluasi harus memiliki dan berdasarkan
criteria keberhasilan, yaitu keberhasilan dari:
a. Belajar murid’
b. Mengajar guru dan
c. Program pengajaran;
4.Evaluasi merupakan suatu tes, maka
evaluasi dilaksanakan sepanjang kegiatan program pendidikan dan pengajaran;
5.Evaluasi bernilai positif, yaitu
mendorong dan mengembangkan kemampuan belajr siswa, kemampuan mengajar guru
sert menyempurnakan program pengjaran;
6.Evaluasi merupakan alat (the means) bukan tujuan (the end), yang digunakan untuk menilai
apakah proses perkembangan telah berjalan semestinya? Dan apakah tujuan
pendidikan telah tercapai dengan program dan kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan?
7.Evaluasi adalah bagian yang sangat
penting dalam suatu system yaitu system pengajaran untuk mengetahui apakah
system itu baik atau tidak.
C. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan
Sesuai dengan pengertian evaluasi
diatas, maka dalam pelaksanaanya, evaluasi harus mempunyai dasar yang kuat dan
tujuan yang jelas. Dasar yang dimaksud adalah prinsip ilmiah yang melandasi
penyusunan dan pelaksanaan evaluasi yang mencakup tujuh konsep berikut:
1. Filsafat
Masalah-masalah
yang merupakan dasar dalam pendekatan sisyem dalam evaluasi adalah:
a. Apakah evaluai itu’
b. Mengapa evaluasi perlu diberikan,
c. Bagaimana cara memberikannya, dan
sebagainya,
2. Psikologi
Dalam
evalusi haruslah mempertimbangkan dasar-dasar psikologinya. Evaluasi
dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a)Tingkat kesukaran bahan dengan tingkat
perkembangan siswa;
b)Tingkat kemampuan yang dimiliki
siswayang bersangkutan,
c)Teori-teori yang dianut dalam
pendidikan/pengajaran.
3. Komunikasi
Evaluasi
dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung atau tidak langsung kepada
siswa.
4. Kurikulum
Isi
evaluasi harus sesuai dengan materi yang diajarkan seperti tercantum di dalam
kurikulum, yang telah ada dan dilksanakan.
5. Manajemen
Evaluasi
perlu diorganisasikan pelaksanaannya, apakah secara individual atau kelompok
dan bagiman pengelolaaannya.
6. Sosiologi
– anthropologi
Evaluasi
harus sesuai dan berguna dalam masyarakat/kebudayaan, untuk mencapai suatu
kemajuan.
7. Evaluasi
– measurement
Dalam
evaluasi sering menggunakan prosedur, jenis dan diambil keputusan yang
bertanggung jawab.
D. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Tujuan dan fungsi evaluasi ini
dikaitkan dengan perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut
pengajaran/pendidikan, baik yang menyangkut perorangan (siswa secara individu)
maupun kelembagaan. Tujuan dan fungsi evaluasi diarahkan kepada
keputusn-keputusan yang menyangkut (1) pengajaran, (2) hasil belajar, (3)
diagnosa dan usaha perbaikan, (4) penempatan, (5) seleksi, (6) bimbingan dan
penyuluhan, (7) kurikulum, dan (8) penilaian kelembagaan (thorndike, et all,
1977).
Sehubungan dengan tujuan dan fungsi
evaluasi ini. R. Soebagijo menyebutkan:
1.Untuk mengetahui apakah siswa telah
menguaai keterampilan atau pengetahuan dasar tertentu. Evaluasi yang berfungsi
demikian ini disebut mastery test.
2.Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan dan
kelemahan siswa dalam belajar. Evaluasi yang berperan seperti ini disebut diagnostik test.
3.Untuk mengetahui hasil belajar siswa. Evaluasi
semacam ini disebut achievement test.
4.Sebagai feed back.
Sehubungan dengan fungsinya itu,
kurikulum 1975 mengenal empat jenis penilaian, yaitu:
1.Penilaian formatif yaitu penilaian yang
ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar;
2.Penilaian sumatif yaitu penilaian yang
ditujukan untuk menentukan angka kemajuan/hasil belajar siswa;
3.Penilaian penempatan (placement) yaitu
penilaian yang bertujuan untuk menempatkan siswa dalam situsi belajar mengajar
yang tepat; dan
4.Penilaian diagnostic yaitu penilaian
yang bertujuan untuk memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan
keulitan-kesulitan belajar yang dilaminya.
Atas uraian di atas dapatlah diketahui
bahwa evaluasi dilaksanakan untuk:
1.Memperoleh informs yang diperlukan
untuk meningkatkan produktivitas serta efektivits belajar siswa,
2.Memperoleh bahan feed back,
3.Memperoleh informasi yang digunakan
untuk memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan mengajar guru,
4.Memperoleh informasi yang diperlukan
untuk memperbaiki, menyempurnakan serta mengembangkn program,
5.Mengetahui kesukaran-kesukaran apa yang
dialami siswa selama belajar dan bagaimana mencari jalan keluarnya.
Dalam keseluruhan proses pendidikan.
Secara garis besar evaluasi berfungsi untuk:
1.Mengetahui
kemajuan kemampuan belajar murid,
2.Mengetahui
stastus akademis seseorang siswa dalam kelompok/kelasnya.
3.Mengetahui
penguasaan, kekuatan dan kelemahan seseorang siswa atas suatu unit pelajaran,
4.Mengetahui
efisiensi metode mengajar yang digunakan guru,
5.Menunjang
pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolh yang bersangkutan,
6.Memberi
laporan kepada siswa dan orang tuanya, selain itu,
7.Hasil
evaluasi dapat digunakan untuk keperluan promosi siswa,
8.Hasil
evaluasi dapat digunakan untuk keperluan pengurusan (streaming),
9.Hasil
evaluasi dapat digunkan untuk keperluan perencanaan pendidikn, serta
10.Memberi informasi kepada masyarakat
yang memerlukan, dan
11.Merupakan bahan feed back bagi siswa,
guru dan program pengajaran,
12.Sebagai alat motivasi belajar-mengajar.
Bagi guru, fungsi evaluasi perlu
diperhatikan secara sungguh-sungguh agar evaluasi yang diberikan betul-betul
mengenai sasaran yang diharapkan.
E. Prinsip-prinsip Evaluasi
1. Prinsip
keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari dan didalam program penngajarn. Evaluasi adalah satu komponen
dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya
(tujuan, materi, strategi intruksional, kegiatan, siswa, guru, sarana).
Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan
program pengajaran. banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan
beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilksanakan, sehingga evaluasi
dilakukan bukan terhadap apa yang direncanakan, tetpi terhadap apa yang telah
dilakukan. Hl ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan
Kompetensi.
Bahkan disarankan supaya sebelum
pelajaran dimulai, dilaksanakan penilaian/evaluasi awal (pre test) yang akan
dibandingkan kemudian dengan penilaian/evaluasi akhir (post test). Penilaian
yang direncanakan sebelumnya itu sekaligus merupakan paduan pula dalam
melaksanakan program kegiatan belajar-mengajar.
2. Prinsip
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan
iswa secara mmental, antusias, dan asyik dalam kegiatan belajar mengajar.
Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang
demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu
yang menekan dan cenderung untuk dihindari, Karen jika demikian hal ini menunjukkan
bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi. Prinsip ini dapat diibaratkan
dengan olah raga. Seseorang yang telah melatih dirinya dalam cabang olah raga
tertentu akan merasa sangat terttekan jika ia tidak diikutsertakan dalam
pertandingan. Kalah atau menang bukan soal utama baginya.
3. Prinsip
kontinuitas
Pada dasarnya evaluasi berlangsung
selama proses kegiatan belajar mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat
pada awal atau pada akhir pengajaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar
berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam
rangka pemantapan program.
4. Prinsip
koherensi
Sebagai akibat dari prinsip
keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh
tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah
sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahan. Evaluasi harus
benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar, baik kegiatan
tatap muka maupun kegiatan terstruktur.
5. Prinsip
diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap
individu mempunyai perbedan denggan individu lain. Individu adalah suatu person
yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi
jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai
dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukkan perbedaan di
kalangan siswa secara individual. Apabila suatu kelas menunjukkan skor yang
sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.
6. Prinsip
keseluruhan
Perubahan tingkah laku yang sudah
ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu
evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi
seluruh segi tujuan pendidikan.
7. Prinsip
pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah
diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya
saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan
sikapya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan
sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi
yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan
demikian evaluasi akan ikut membentuk perilku dan sikap yang positif.
8. Prinsip
akuntabilitas (accountability)
Accountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi.
Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertangguang jawabkan
kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga
lulusan, dan kepada kelompok professional. Pertanggung jawaban kepada ketiga
kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan
kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggung jawabkan hasil pendidikan yang
kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditasi terhadap sekolah
termasuk dalam pertanggung jawaban tersebut.
F. Syarat-syarat Evaluasi
Amat sulit menemukan syarat-syarat yang
memuaskan yang memuaskn kebutuhan dari tujuan evaluasi. Mengingat demikian
pentingnya peranan/fungsi evaluasi, maka dikemukakan 8 syarat tersebut ialah:
1. Sahih (valid)
Evaluasi
diktakan valid apabila mengukur apa yang sebenarnya diukur. Apabila yang diukur
adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut
tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam
derajat tertentu dengan alat ukur tertentu.
2. Terandalkan (reliable)
Evaluasi
diktakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok
siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situasi yang
berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama.
3. Obyektif
Evaluasi
dikatakan obyektif jika tidak mendapt pengaruh subyektif dari pihak penilaian.
4. Seimbang
Keseimbangan
ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran, dan keseimbangan
tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan.
5. Membedkan
Suatu
evaluasi harus dapat membedakan (discriminble) prestase individual di antara
kelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil,
cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya.
6. Norma
Evaluasi
yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya
ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.
7. Fair
Evaluasi
yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat
jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu
terdapat keadilan untuk setiap siswa yang dievaluasi.
8. Praktis
Baik
ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksanaanya, evaluasi harus
efisien dan mudah dilaksanakan.
G. Pendekatan
Evaluasi
1. Penilaian dengan Ukuran Mutlak
Dalam pendekatan ini guru terlebih
dahulu menentukan criteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya siswa
dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian
dengan benar. Atau dapat dipertimbangkan, beberapa persenkah tingkat
keberhasilan siswa tersebut dibandingkan dengan jumlah nilai yang harus
diperoleh, apabila dia dapat menjawab semua soal penilaian dengan benar.
Prosentase semacam itu biasa disebut sebagai tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan bahan (mastery level). Tingkat penguasaan ini kemudian dapat
dijadikan cara pula untuk menentukan nilai dalam skal tertentu, misalnya skala
0 - 10, atau 0 – 100 dan sebagainya.
2. Penilaian dengan Ukuran Relatif.
Dalam penilaian dengan pendekatan ini,
criteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergaantung pada
keberhasilan umum dan kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi keberhasilan
ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan
lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Untuk
menentukan keberhsilan tersebut, maka guru melaksanakan penilaian terlebih dahulu,
kemudian melihat atau menghitung
rata-rata yang diperoleh setiap anggota kelompok. Dari nilai kelompok,
atau nilai rata-rata itu kemudian dihitung berapa besar pnyimpangan nilai
setiap siswa dari nilai kelompok itu, yaitu penyimpangan lebih kecil, sama atau
lebih besar dibandingkn dengan nilai kelompok itu. Ukuran untuk menghitung
penyimpangan itu disebut ukuran penyebaran.
3. Penilaian dengan ukuran Self
Performance.
Pendekatan ini didasarkan pada
performance siswa yang dilakukan sebelumnya, misalnya jika seminggu yang lalu
Adi dappat meloncat setinggi 1,60 meter dan sekarang dapat meloncat 1,68 meter,
ini merupakan kemajun (keberhasilan) baginya, dan dapat dinyatakan lulus. Guru
mengambil keputusan lulus itu tanpa memperhatikan ukuran mutlak setinggi berap
meter, juga tidak memperhatikan prestasi loncat rata-rata kelompoknya.
Agar dapat diambil keputusan sebaik
baiknya dalam pendekatan ini, perlu ditentukan tiga tahap perbuatan (status)
seperti berikut ini:
a) Status siswa sebelum mengikuti
pelajaran,
b) Status siswa selama mengikuti
pelajaran,
c) Status potensi siswa pada masa yang
akan datang.
No comments:
Post a Comment