Menu Blog

Wednesday, June 12, 2013

Landasan Pembelajaran Tematik


A.    Landasan Tematik
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada  pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.  Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan atau kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
      Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya

B.       Landasan Model Kurikulum Tematik
Model kurikulum pembelajaran tematik menurut beberap ahli kurikulum menyatakan bahwa yang termasuk di dalam pembelajaran tematik meliputi: 1. pengorganisasian dan, 2. kualifikasinya (Trianto: 2007)

1.    Pengorganisasian Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum pembelajaran tematik merupakan perpaduan antara dua kurikulum atau lebih sehingga dapat menjadi satu kesatuan yang utuh, dan dalam aplikasi pada kegiatan pembelajaran sehingga diharapkan dapat menggairahkan proses pembelajaran serta lebih bermakna karena dalam pembelajaran tematik dilaksanakan dengan mengaitkan dengan kegiatan praktis sehari-hari sehingga masing-masing siswa dapat membangun pemahaman sendiri terhadap konsep atau pengetahuan yang baru dan mereka menjadi mandiri dalam belajar dan mampu mengolah pikiran dengan baik.
Menurut Nasution S. (dalam Nurdin, S dan Usman B,M 2003) bahwa pengorganisasian kurikulum pada umumnya setidaknya memuat tiga tipe kurikulum pembelajaran yaitu: Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum dan integrated curriculum.

a.    Separated Subject curriculum
Dalam Tipe ini, bahan yang di kelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, di dalamnya anata mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.

b.    Correlated Curriculum
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri/karakteristik tiap bidang studi tersebut. Hubungabn antara mata pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain:
Pertama, Insidental, artinya secara kebetulan ada hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Sebagai contoh; bidang studi IPA (dibaca Sains) jugs disinggung tentang Geografi, Anthropologi, dan sebagainya.
Kedua, hubungan yang sangat erat. Misalnya: suatu pokok permasalahan yang diperbincangkan dalam berbagai bidang studi.
Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan, yaitu dengan menghilangkan batas masing-masing mata pelajaran tersebut, disebut dengan Broad Field.
Di dalam kurikulum dikenal lima macam Broad Field yaitu: 1) Ilmu Pengetahuan Sosial, peleburan dari mata pelajaran ekonomi, koperasi, sejarah, geografi, akutansi, dan sejenisnya. 2) Bahasa, peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, sastra, apresiasi, dan pengetahuan bahasa. 3) Ilmu Pengetahuan Alam, peleuran dari mata pelajaran fisika, biologi, kimia, astronomi (IPA), dan kesehatan. 4) Matematika, peleburan dari aljabar, aritmatika, geometri, dan statistik. 5) Kesenian, peleburan dari seni tari, seni musik, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama.
Bentuk Broad Field Curriculum memiliki kelebihan, antara lain:
1)      Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada siswa-siswi, dimana dalam pelajaran yang disajikan disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu.
2)      Dapat menambah interest dan minat siswa-siswi terhadap adanya hubungan antara berbagai bidang studi.
3)      Pengetahuan dan pemahaman siswa-siswi akan lebih mendalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai bidang studi.
4)      Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih funfsional.
5)      Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada pengetahuan dan penguasaan fakta-fakta.

Kelemahan Broad Field Curriculum antara lain:
1)   Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat siwa dan siswi.
2)   Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran.
3)   Urusan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis.
4)   Kebanyakan diantara guru tidak atau kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga dapat mengaburkan pemahaman siswa-siswi.

c.    Integrated Curriculum
Secara istilah, integrasi memiliki sinonin dengan perpaduan, penyatuan, atau penggabungan, dari dua objek atau lebih (Wedwaty 1990) dalam Darwin (2001). Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Poerwarminta (1997), integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebetulan atau menjadi utuh.
Dalam integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topic tertentu, misalnya suatu masalah di mana semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu. Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan siwa siswi di luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu siswa siswi dalam menghadapi berbagai persoalan di luar sekolah. Biasanya bentuk kirikulum semacam ini dilaksanakan melalui pelajaran unit, dimana suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa siswi yang di tuangkan dalam entuk masalah. Untuk memecahkan masalah, pebelajar diarahkan untuk melakukan kegiatan yang saling erkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Integrated Curriculum menurut Nurdin, S., dan .B.M., 2003 memiliki kelebihan dan manfaat, antara lain:
1)      Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat ertalian erat.
2)      Sangat sesuai dengan perkembanga modern tentang belajar mengajar.
3)      Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat.
4)      Sesuai dengan ide demokrasi.
5)      Penyajian ahan disesuaikan dengan kesanggupan (kemampuan) individu, minat, dan kematangan siswa siswi baik secara individu maupun secara kelompok.
Integrated Curriculum menurut Nurdin, S., dan .B.M., 2003 juga memiliki kelemahan, antara lain:
1)      Guru tidak dilatih melakukan kurikulum semacam ini.
2)      Organisasinya tidak logis dan kurang sistematis.
3)      Terlalu memeratkan tugas-tugas guru, karena bahan pelajaran yang mungkin beruah setiap tahun sehingga menguah pokok-pokok permasalahan dan juga isi/materi.
4)      Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum.
5)      Siswa siswi dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum.
6)      Sarana dan prasarana yang kurang memadai yang dapat menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.

2.    Klasifikasi Pengintegrasian Tema
Pembelajaran terpadu dibedakan berdasarkan pola pengintegrasian materi atau tema. Berdasarkan pola tersebut, Fogarty (1991), mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan); (2) the connected model (model terhubung); (3) the nested model (model tersarang); (4) the squenced model (model terurut); (5) the shared model (model terbagi); (6) the webbed model (model terjaring); (7) the threaded model (model tertali); (8) the integrated model (model terpadu); (9) the immersed model (model terbenam); dan (10) the networked model (model jaringan).
Secara umum dari kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) klasifikasi pengintegrasian kurikulum, yakni: pertama, pengintegrasian di dalam satu disiplin ilmu; kedua, pengintegrasian beberapa disiplin ilmu; dan ketiga, pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.

1.        Pengintegrasian di Dalam Satu Disiplin Ilmu
Model merupakan model pembelajaran terpadu yang menautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun. Misalnya di bidang ilmu alam, menautkan antara dua tema dalam fisika dan biologi yang memiliki relevansi atau antara tema dalam kimia dan fisika. Misalnya, tema metabolisme dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Begitupun dengan tema-tema yang relevan pada bidang ilmu sosial seperti antara sosiologi dan geografi. Jadi sifat perpaduan dalam model ini adalah hanya dalam satu rumpun bidang ilmu saja (interdisipliner).

2.        Pengintegrasian Beberapa Disiplin Ilmu
Model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang menautkan antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam bidang ilmu sosial dengan bidang ilmu alam. Sebagai contoh, tema energi merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang berbeda baik dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat) maupun dalam bidang ilmu alam bentuk-bentuk energi dan teknologinya). Jadi dengan demikian jelas bahwa dalam model ini suatu tema tersebut dapat dikaji dari dua sisi bidang ilmu yang berbeda (antar disiplin ilmu).

3.        Pengintegrasian di dalam Satu dan Beberapa Disiplin Ilmu
           Model ini merupakan model pembelajaran terpadu yang paling kompleks karena menautkan antar disiplin ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam bidang ilmu sosial, bidang ilmu alam, teknologi maupun ilmu agama. Sebagai contoh, tema rokok merupakan tema yang dapat dikaji dari berbagai bidang ilmu yang berbeda. Di bidang ilmu sosial dapat dikaji dampak sosial merokok dalam masyarakat (sosiologi), aspek pembiayaan ekonomi bagi perokok (ekonomi). Dalam bidang ilmu alam, dapat dikaji bahaya rokok bagi kesehatan (biologi), kandungan kimiawi rokok (kimia), unsur radioaktif (radon) dalam daun tembakau (fisika). Sedangkan di bidang ilmu agama dapat dikaji bahwa rokok merupakan perbuatan yang sia-sia (makruh hukumnya).

3 comments:

  1. IZIN DOWNLOAD UNTUK REFRENSI MAKALAH SAYA :) TERIMAKASIH

    ReplyDelete
  2. saya juga yah gan. saya izin download utk referensi makalah saya.
    thanks.

    ReplyDelete
  3. IZIN DOWNLOAD UNTUK REFRENSI MAKALAH SAYA :) TERIMAKASIH

    ReplyDelete