PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru
adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi
ini sejalan dengan tugas dan tanggungjawab guru dalam pembelajaran, yaitu
mengevaluasi pembelajaran yang dilaksanakannya, termasuk didalamnya
melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan
pula dengan instrumen penilaian kemampuan guru yang salah satu indikatornya
adalah melalui evaluasi pembelajaran hal ini menunjukan bahwa penilaian dan
evaluasi pembelajaran sangat mempengaruhi proses pembelajaran dalam satu
matapelajaran tertentu kususnya matapelajaran fiqih MI. Oleh sebab itulah kami
dalam penyusunan makalah ini mengambil tema tentang penilaian dan evaluasi pembelajaran
dengan harapan bisa lebih memahami fungsi, tujuan serta model-model dan
jenis-jenisnya sehingga nanti ketika menjadi guru sudah sudah fam betul tentang
hal itu.
B.Rumusan msalah
a.Bagaimana
pengertian penilaian dan evaluasi pembelajaran?
b.Bagaimana fungsi
penilaian dan evaluasi pembelajaran?
c.Bagaimana tujuan
penilaian dan evaluasi pembelajaran?
d.Bagaimana
model dan jenis-jenis penilaian dan
evaluasi pembelajaran fiqih MI?
C.Tujuan
a.Untuk lebih
memahami pengertian penilaian dan evaluasi pembelajaran
b.Untuk lebih
memahami fungsi penilaian dan evaluasi pembelajaran
c.Untuk lebih
memahami tujuan penilaian dan evaluasi pembelajaran
d.Untuk lebih
memahami model dan jenis-jenis penlaian
dan evaluasi pembelajaran fiqih MI
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Penilaian dan Evaluasi
Pembelajaran
1.Pengertian penilaian
Pada dasarnya, sebelum melaksanakan penilaian terlebih
dahulu harus melaksanakan suatu pengukuran, yaitu membandingkan sesuatu
dengan satu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Kaitanya dengan
pembelajaran berarti mengukur pemahaman terhadap materi yang telah diberikan
dalam bentuk suatu tes. Hasilnya nanti berupa angka. Contoh: Andi mendapat 90
dari hasil ulangan harian pelajaran fiqih. Setelah diketahui bahwa andi
mendapat 90 pada ulangan harian pelajaran fiqih, selanjutnya barulah bisa
melaksanakan penilaian. mendapat angka 90 berarti nilai andi baik. Jadi, penilaian
merupakan suatu pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
buruk. Penilaian bersifat kualitatif.[1]
2. Pengertian evaluasi
pembelajaran
Menurut Ralph Tyler evaluasi pembelajaran merupakan
sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran
sudah tercapai.[2]
Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara sistematis dan continue agar dapat menggambarkan kemampuan
para siswa yang dievaluasi.
B.Fungsi Penilaian dan Evaluasi
Pembelajaran
1.Fungsi penilaian
Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut:
a.Fungsi formatif
yaitu untuk memberika umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta
didik.
b.Fungsi sumatif
yaitu untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu, sebagai bahan kenaikan kelas, dan penentuan
lulus-tidaknya peserta didik.
c.Fungsi diagnostik
yaitu untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai
dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tertentu.
d.Fungsi penempatan
yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi yang tepat (misalnya dalam
penentuan program spesialisasi) sesaui dengan tingkat kemampuan peserta didik.[3]
2. Fungsi evaluasi pembelajaran
Fungsi evaluasi pembelajaran yaitu:
a.Untuk mengetahui kemajuan dan
perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau mealakukan
kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
b.Untuk mengetahui tingkat keberhasilan
progam pembelajaran.
c.Untuk keperluan bimbingan dan koseling
(BK)
d.Untuk keperluan pengembangan dan
perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.[4]
C.Tujuan
Penilaian dan Evaluasi
Pembelajaran
1.Tujuan penilaian
Tujuan penilaian hasil belajar sebagai berikut:
a.Mendiskripsikan kecakapan belajar para
siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai
bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
b.Mengetahui keberhasilan proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam
mengubah tingkah laku para peserta didik ke arah tujuan yang diharapkan.
c.Menentukan tindak lanjut hasil
penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program
pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya.
d.Memberikan pertanggungjawaban (Accountability) dari pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi
pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.[5]
2. Tujuan evaluasi pembelajaran
Secara
umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan yaitu :
a.Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan
yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf
kemajuan yang dialami oleh para pesrta didik, setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.Untuk mengetahui tingkat efektifitas
dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran
selama jangka waktu tertentu.
Adapun
yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan
adalah :
a.Untuk merangsang kegiatan peserta didik
dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul
kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan
meningkatkan prestasinya masing-masing.
b.Untuk mencari dan menemukan
faktor-faktor penyebab keberhasilan dan penyebab ketidak berhasilan peserta didik dalam
mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar
atau cara-cara perbaikannya.[6]
D.Model dan Jenis – Jenis Penilaian dan
Evaluasi Pembelajaran
1.Model-model
penilaian dan evaluasi pembelajaran.
Model-model penilaian dan evaluasi pembelajaran dapat
dilihat dibawa ini:
a.Model
Tyler
Model
evaluasi yang pertama dan termasuk populer di bidang pendidikan yaitu model Tyler. Model ini secara konsep menekankan adanya proses evaluasi secara langsung didasarkan atas tujuan instruksional
yang telah ditetapkan bersamaan dengan persiapan mengajar, ketika seorang guru berinteraksi dengan para siswanya menjadi sasaran pokok dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan berhasil menurut para mendukung Tyler, apabila parasiswa yang mengalami proses pembelajaran dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.
b.Model
Evaluasi Sumatif dan Formatif
Model
evaluasi ini, berpijak pada prinsip evaluasi
model Tyler. Aplikasi evaluasi sumatif dan formatif sudah banyak dipahami oleh para guru, karena model ini dianjurkan oleh pemerintah melalui mentri pendidikan dan termasuk dalam lingkup evaluasi pembelajaran
di kelas. Dua model yang sangat populer dalam kaitannya dengan evaluasi pembelajaran adalah evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
1.Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif dilakukan oleh para guru setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan waktu tertentu, misalnya pada akhir proses belajar mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau akhir
semester. Evaluasi sumatif ini secara umum bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kaitannya dengan penugasan materi pembelajaran yang telah diikuti selama satu proses pembelajaran. Fungsi evaluasi adalah sebagai laporan pertanggung jawaban pelaksanaan proses pembelajaran, di
samping juga untuk menentukan pencapaian hasil belajar yang telah diikuti oleh para siswa.[7]
2.Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif dilakukan secara periodic melalui blok atau unit-unit dalam proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik di sini yaitu termasuk pada awal, tengah, atau akhir dari
proses pembelajaran. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit proses
belajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi
yang dilakukan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran maupun strategi pengajaran yang telah diterapkan.
c.Model Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan
Sesudah evaluasi sumatif dibuat,
guru biasanya menetapkan nilai, skor atau grade hasil belajar siswa. Dalam memutuskan skor atau grade hasil belajar,
para guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian,
yaitu:
1.Penilaian Acuan Normatif
Penilaian acuan normative (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes
yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan
yang telah dibakukan.
Guru kelas kemudian mengikuti asas
yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar seorang siswa, dengan tetap membandingkan terhadap siswa
lain dalam tes yang sama.
2.Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan (PAP) juga sering disebut Criterion
Evaluation. Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteria
yang telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penugasan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam
item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional.[8]
d.Model
Countenace
Model
ini secara garis besar memiliki kelengkapan utama yang tercakup dalam data matrik, yaitu matrik deskripsi dan matrik
keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi dua kolom,
yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan. Pada kolom ini mencakup deskripsi matriks dan deskripsi standar, sedang kapada deskripsi keputusan berisi matrik pertimbangan (Judgment
Matrix). Tugas evaluator dalam kaitannya dengan data matrix countenance adalah menentukan masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan. Kegiatan berikut juga termasuk penting bagi seorang evaluator, yaitu mengumpulkan data, untuk isian kolom pada matrik deskripsi. Pada
setiap tujuan di spesifikasi dalam kolom. Jika hasil yang diinginkan tidak tercapai, model countenance masih dimungkinkan bagi para
evaluator untuk menyusun beberapa acuan dasar guna mengajukan
uji hipotesis tentang penyebab kegagalan dengan melihat data transaksi. Kolom terakir dari matrik keputusan kemudian diberi label “Perkembangan”. Pada kolom ini para penilai dapat melakukan interpretasi perbedaan antara perilaku pengamatan di lapangan dengan acuan standar.[9]
Evaluasi
model bebas tujuan ini, diajukan oleh Scrieven pada tahun 1972, Menurutnya dan pendukungnya, seorang
evaluator harus menghindari tujuan dan mengambil setiap tindak pencegahan.
Menurut Scrieven evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan itu
sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil
kebutuhan yang dilanjutkan dengan tindakan dalam pendidikan. Pendapat ini
searah dengan ahli lain, yaitu Isaac (1982), yang menyatakan bahwa evaluator
should access program effects based on criteria apart from the programs
own conceptual frame works atau evaluator sebaiknya menemukan pengaruh
program atas dasar kriteria yang terpisah dari kisi-kisi konsep kerja program
tersebut.
Untuk
melakukan evaluasi dengan model bebas tujuan, evaluator perlu menghasilkan dua item informasi, yaitu:
1. penilaian tentang pengaruh nyata (actual
effects),
2. penilaian tentang profil kebutuhan yang
hendak dinilai.
Jika
suatu produk mempunyai pengaruh yang dapat ditunjukkan secara nyata dan
responsif terhadap suatu kebutuhan, ini berarti bahwa suatu produk yang
direncanakan berguna dan secara positif perlu dikembangkan dan interpretasi
sebaliknya terjadi, jika suatu produk, termasuk kegiatan belajar mengajar,
tidak mempunyai pengaruh nyata pada para
siswanya.
Kelebihan
dari model bebas tujuan di antaranya adalah pengaruh konsep tersebut pada
masyarakat, bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan,
seorang penilai bisa melakukan evaluasi. Kelebihan lain dengan munculnya model
bebas tujuan yang diajukan oleh Scrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap
kemungkinan pengaruh–tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat
diperhatikan pengaruh sampingan lain yang muncul dari suatu produk.
Walaupun
demikian, model bebas tujuan yang diajukan Scrieven ternyata juga memilki
kelemahan.
Pertama,
model bebas tujuan ini pada umumnya
gagal dalam menjawab pertanyaan penting, seperti “apa pengaruh yang telah diperhitungkan
dalam suatu peristiwa dan bagaimana mengidentifikasi pengaruh tersebut?”
Kedua,
walaupun ide Scrieven tentang model
bebas tujuan adalah sangat bagus untuk membantu kegiatan yang paralel dengan
evaluasi atas dasar kejujuran, pada tingkatan praktis Scrieven tidak terlalu
berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya benar-benar
dilaksanakan.
Ketiga,
tidak merekomendasikan bagaimana
menghasilkan penilaian kebutuhan (needs assessment), meskipun pada akhirnya mengarah kepada
penilaian kebutuhan.
Model
bebas tujuan merupakan titik perkembangan evaluasi program, di mana objek yang
dievaluasi tidak perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut,
tetapi langsung kepada implikasi keberadaan program apakah bermanfaat atau
tidak objek tersebut atas dasar penilaian kebutuhan yang ada.[10]
f.Model
Context Input Process Product (CIPP)
Model
context input process product (CIPP) merupakan hasil kerja para tim
peneliti, yang tergabung dalam suatu organisasi komite Phi Delta Kappa USA,
yang ketika itu diketuai oleh Daniel Stuffle – Beam. Model CIPP ini juga
termasuk model yang tidak terlalu menekankan pada tujuan suatu program.
Model
CIPP, pada prinsipnya konsisten dengan definisi evaluasi program pendidikan yang diajukan oleh komite tentang
“Tingkatan untuk menggambarkan pencapaian dan penyediakan informasi guna
pengambilan keputusan alternatif.”
Model
CIPP ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi dasar pembuatan keputusan dalam
evaluasi sistem dengan analisis yang berorientasi pada perubahan terencana. Batasan tersebut mempunyai tiga asumsi
mendasar, yaitu:
1.Menyatakan pertanyaan yang meminta
jawaban dan informasi spesifik yang harus dicapai.
2.Memerlukan data yang relevan, untuk
mendukung identifikasi tercapainya masing-masing komponen.
3.Menyediakan informasi yang hasil
keberadaannya diperlukan oleh para pembuat keputusan peningkatan program
pendidikan.
Evaluasi
dengan model CIPP pada garis besarnya melayani empat macam keputusan, yaitu:
1.Perencanaan
keputusan yang memengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus.
2.Keputusan pembentukan atau structuring,
yang kegiatannya mencakup pemastian strategi optimal dan desain proses
untuk mencapai tujuan yang telah diturunkan dari keputusan perencanaan.
3.Keputusan implementasi, pada keputusan ini para evaluator
mengusahakan sarana-prasarana untuk menghasilkan dan meningkatkan pengambilan
keputusan atau eksekusi, rencana, metode, dan strategi yang hendak dipilih.
4.Keputusan pemutaran (Recycling) yang
menentukan, jika suatu program itu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi dan
atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada.
Untuk
melaksanakan empat macam keputusan tersebut, ada empat macam fokus evaluasi,
yaitu:
1.Evaluasi
konteks,
menghasilkan informasi tentang macam-macam kebutuhan yang telah diatur
prioritasnya, agar tujuan dapat diformulasikan.
2.Evaluasi
input,
menyediakan informasi tentang masukan yang terpilih, butir-butir kekuatan dan
kelemahan, strategi, dan desain untuk merealisasikan tujuan.
3.Evaluasi proses menyediakan informasi untuk para
evaluator melakukan prosedur monitoring terpilih yang mungkin baru
diimplementasi sehingga butir yang kuat dapat dimanfaatkan dan yang lemah dapat
dihilangkan.
4.Evaluasi produk, mengakomodasi informasi untuk
meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai dan juga untuk menentukan,
jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna
mencapai tujuan sebaiknya berhenti, modifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk
yang seperti sekarang.
Jika
model Stake melanjutkan fokus evaluasi atas tujuan sebagai acuan dasar
evaluasi, pada model CIPP ini para evaluator mulai mengambil perhatian pada
bentuk pemikiran lain dengan cara menganalisis guna menentukan keputusan apa
yang hendak dibuat, siapa yang membuat, bagaimana jadwalnya, dan menggunakan
kriteria apa? Hal yang menjadi pokok pertimbangan mencakup empat macam
keputusan, yaitu Context, Input, Process, dan Product.[11]
g. Model Connoisseurship atau Model
Ahli
Model
connoisseurship diajukan oleh Esner pada tahun 1975. Model ini memiliki
dua karakteristik penting. Pertama, model ini merupakan salah satu model
pengambilan keputusan yang menggunakan manusia sebagai instrumen pengukuran. Kedua,
model ini diturunkan dari model metaphoric atau perumpamaan dan
menggunakan kiasan kritik artistik untuk menghasilkan konsep-konsep dasar
evaluasi.
Model
connoisseurship ini juga menggunakan pengumpulan data, analisis,
penafsiran atau interpretasi data yang berlangsung di dalam pikiran si pembuat
keputusan. Proses ini terjadi, ketika keputusan berjalan di dalam otak pembuat
keputusan berdasar pada model organisator bahwa ia telah menginternalisasi
berdasarkan pada pelatihan dan pengalaman. Formulasi Esner berawal dari dua
konsep kembar, yaitu a) konsep ahli pendidikan, dan b) konsep kritik
pendidikan. Kedua konsep kembar tersebut merupakan batasan yang dipinjam dari
domain kritik artis yang menyamakan antara praktik pendidikan dengan kerja
seorang seniman.
Model
connoisseurship tidak lain adalah usaha menggambarkan penyimpangan dari
metodologi yang telah dieksploitasi oleh para praktisi evaluasi. Connoisseurship
is the art of appreciation, sedangkan criticism is the art of disclosure
dan Esner menambah satu lagi prinsip yaitu apa tujuan kritik? Menurutnya
kritik bukan hanya menerangkan sifat-sifat dan kualitas menyusun objek atau
peristiwa, tetapi juga menyerahkan dalam batasan linguistik. Kritik berbicara
dan menulis tentang apa yang ditemui sehingga kritik harus memberikan
pencerahan kualitas yang mencakup kegiatan, signifikansi dan kualitas
pengalaman, ketika seorang evaluator berinteraksi dengan yang dievaluasi yaitu
para siswa. Dengan dua batasan tersebut para pendukungnya dapat
menghargai gejala sifat dan mutu yang ditemui, ketika mereka berfungsi sebagai
observer yang baik, termasuk mereka yang tidak memiliki keahlian dapat juga
masuk dalam tujuan kerja kritik. Berkaitan dengan hal tersebut, Esner memfokuskan
perhatiannya pada isu-isu metodologi yang dipertimbangkan sering muncul dalam
proses evaluasi connoisseurship, misalnya:
1.Bagaimana seseorang mengetahui, jika
orang tersebut jujur terhadap kritik pendidikan?
2.Bagaimana seseorang yakin bahwa kritik
pendidikan menyatakan fenomena pendidikan bukan sebagai imajinasi?
3.Bagaimana kita mengetahui keyakinan apa
yang dapat ditempatkan dalam deskripsi kritik, interpretasi, dan evaluasi dalam
kehidupan kelas?
4.Kontribusi model connoisseurship yang
cukup signifikan pada waktu itu di antaranya adalah model yang memungkinkan
terakomodasinya pengaruh kelengkapan yang semula dikatakan tidak ilmiah (nonscientific)
menjadi model evaluasi ilmiah yang setara dengan model-model lainnya.
Dengan model connoisseurship ini, seni yang semula sulit dipahami oleh
orang lain, dapat diterangkan dengan logis. Walaupun demikian, model connoisseurship
masih memiliki kelemahan yang menonjol, yaitu model connoisseurship
gagal memberikan petunjuk operasional bagi para evaluator yang hendak mengikuti
konsep tersebut secara mendalam. Selain itu, batasan connoisseurship itu
sendiri juga merupakan sebutan yang terlalu tinggi dan cenderung mengarah pada
elitis di mana para ahli kurang mampu memberikan dukungan secara nyata.[12]
2.Jenis-Jenis
Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Dilihat dari pengertian, tujuan, serta fungsinya, penilaian
dan evaluasi pembelajaran pada dasarnya adalah suatu program yang mempunyai
arti dapat digunakan dalam pembelajaran untuk menilai hasil belajar bagi
peserta didik. Adapun jenis-jenis penilaian sebagai berikut:
a.Penilaian
Formatif
Penilaian
yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat
keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan penilaian formatif
diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya.
b.Penilaian
Sumatif
Penilaian
yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir
semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai
oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para
siswa.
c.Penilaian
Diagnostik
Penilaian
yang bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor
penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar,
pengajaran remidial (remidial teaching), menemukan kasus-kasus, dll. Soal-soal
tentunya disusun dapat ditemukan jenis-jenis kesulitan belajar yang dihadapi
oleh para siswa.
d.Penilaian
Selektif
Penilaian
yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk ke
lembaga pendidikan tertentu.
e.Penilaian
Penempatan
Penilaian
yang ditujukan untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi
suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum
memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain, penilaian ini
berorientasi kepada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan
program belajar dengan kemampuan siswa[13]. Adapun jenis-jenis
evaluasi pembelajaran sebgai berikut:
a.Evaluasi
perencanaan dan pengembangan. Evaluasi jenis ini adalah evaluasi yang sebelum di di
terapkan kepada peserta didik di adakan perancanaan dan pengembangan sehingga
tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak di ukur
b.Evaluasi Monitoring. Evaluasi jenis
ini digunakan untuk memeriksa apakah program pembelajaran mencapai sasaran
secara efektif dan apakah program pembelajaran terlaksana sebagai mestinya.
c.Evaluasi dampak. Evaluasi ini
dimasudkan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu program
pembelajaran.
d.Evaluasi program
komprehensif. Evaluasi ini dimasudkan untuk menilai program
pembelajaran secara menyeluruh seperti perencanaan program, pelaksanaan
program, monitoring pelaksanaan, dampak program, tingkat kefektifan dan
efisisensi.
e.Evaluasi
efisiensi-ekonomis. evaluasi ini dimasudkan untuk menilai tingkat efisisensi
pelaksanaan program pembelajaran.
Dari berbagai model-model penilaian dan evaluasi
pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran fiqih MI, antara lain:
model tyler, model evaluasi sumatif dan formatif, penilaian acuan normatif dan
penilaian acuan patokan. Sedangkan jenis-jenis penilaian dan evaluasi
pembelajarn yang dapat digunakan dalam pembelajaran fiqih antara lain:
penilaian sumatif, penilaian formatif, penilaian diagnostik, penilaian
selektif, pnilaian penempatan.
BAB III
ANALISIS
Penilaian dan
evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran sangatlah penting, karena penilaian dan
evaluasi tersebut sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan
pembelajaran tercapai dan juga alat yang digunakan untuk mengambil
keputusan-keputusan tertentu.
Pada saat ini
tenaga pendidik wajib mengetahui penilaian dan evaluasi pembelajaran. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ralph Tyler yaitu, evaluasi pembelajaran merupakan
sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran
sudah tercapai. Dan juga Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara
sistematis dan continue agar dapat
menggambarkan kemampuan para siswa yang dievaluasi.
Mengadakan
evaluasi berarti menajalankan pengukuran dan penilaian. karena di dalam
evaluasi itu sendiri ada pengukuran dan penilaian.
Pengukuran
bersifat kuantitatif yaitu hasilnya berupa angka dan penilaian bersifat
kualitatif yaitu hasilnya berupa baik buruk dan sebagainya. Contoh: Andi
mendapat 90 dari hasil ulangan harian pelajaran fiqih. Setelah diketahui bahwa
andi mendapat 90 pada ulangan harian pelajaran fiqih, selanjutnya barulah bisa
melaksanakan penilaian. mendapat angka 90 berarti nilai andi baik.
Penilaian dan
evaluasi pembelajaran memiliki banyak fungsi bagi tenaga pendidik, sekolah
maupun siswa dan orang tua. Untuk tenaga pendidik sebagai alat untuk mengetahui
sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran dan mengambil
keputusan-keputusan apakah metode yang digunakan untuk mengajar itu cocok atau
tidak. Bagi sekolah sebagai alat untuk mengukur hasil pendidikan, untuk
mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah, untik membuat keputusan pada
peserta didik, untuk mengadakan perbaikan kurikulum. Dan bagi siswa untuk
mengetahui kemampuan dan hsil belajar, untuk memperbaiki cara belajar, untuk
menumbuhkan motivasi belajar. Bagi orang tua, untuk mengetahui hasil belajar
anaknya, meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan pada anaknya dalam
usaha belajar, untuk mengarahkan pemilihan jurusan atau jenis sekolah bagi
anaknya.
Penilaian dan
evaluasi pembelajaran untuk pelajaran fiqih MI dalam pelaksanaanya bisa
menggunakan berbagai model dan jenis untuk mempelancar dan memaksimalkannya seperti apa yang dipaparkan di atas, yaitu
model tyler, model evaluasi sumatif dan formatif dan lain sebagainya.
Daftar Rujukan
[1]Suharsimi,
Arikunto. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 3
[3]Zainal, Arifin,
2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Hlm. 16-17
[4]Ngalim, Purwanto.
2006. Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 5-7
[5]Nana, Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 4
[6]Anas,
Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. Hlm 16-17
[7]Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya yogyakarta: Bumi Aksara. Hlm. 56-57
No comments:
Post a Comment