Seorang guru perlu memahami metode evaluasi. Yang dimaksud metode
evaluasi yang digunakan oleh seorang guru agar memperoleh informasi yang
diperlukan. Dari pemahaman bermacam-macam metode evaluasi tersebut, kemudian
dipilih yang paling tepat untuk dapat diterapkan kepada para peserta didik.
Dilihat dari aspek fungsi evaluasi pendidikan yang dilaksanakan
dalam proses belajar mengajar, pa, seorang guru perlu bertindak secara aktif
dalam membantu setiap langkah dalam proses pebelajaran. Tindakan aktif tersebut
sebaiknya merupakan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang guru agar
dikatakan bermakna apabila hasil akhirnya berorientasi pada tujuan pembelajaran
yang diterapkan di dalam kelas.
Tujuan pendidikan yang telah diterapkan untuk dicapai sebaiknya
ditunjukkan sejak dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pengajaran. Di
samping itu, tujuan pendidikanpun dapat dilihat implikasinya dalam perilaku
siswa. Siswa yang telah memahami dan menguasai materi yang diajarkan dengan
mereka yang belum, hendaknya dapat dibedakan dalam kaitannya dengan adanya
penunjukan perilaku. Bentuk perilaku para siswa ini biasanya dapat
diidentifikasi dalam suatu fenomena atau indikator, misalanya pengetahuan, pemahaman,
sikap, penghargaan atau apresiasi, ketrampilan dan kemapuan siswa yang telah
dispesifikasi dalam mata pelajaran (subject-matter). Dalam pendidikan
pengertian tujuan dapat bervariasi maknanya, tergantung dari aspek keluasan
atau cangkupan yang hendak dicapai. Dari aspek cangkupan tersebut tujuan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam: a) aim, misalnya tujuan nasional atau tujuan
institusional, b) goals, atau tujuan umum, dan c) objectivitas, atau tujuan
khusus. Dalam proses pembelajaran dikelas, tujuang yang perlu diprhatikan
seorang guru antara lain tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional
khusus.
A. Mengidentifikasi Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku yang telah direncanakan secara sistematis oleh
seorang guru sebagai akibat pengalaman pendidikan dapat diungkap melalui proses
evaluasi yang dibedakan dalam dua cara, yaitu a) proses testing (testing
procedures), dan b) proses nontesting.
Testing prosedure, termasuk tes yang direncana dan kembangankan
oleh seorang guru, maupun oleh para ahli evaluasi yang mendalami dan menekuni
masalah tes dan ujian. Yang termasuk testing prosedur ini di antaranya ialah
tes yang menggunakan a) papers and pecils (kertas dan pensil), b) tes tertulis,
c) tes lisan, d) tes penampilan.
Yang termasuk proses nontesting diantaranya cara mengekplorasi
informasi atau data tidak melalui tes: a) wawancara, b) aneedotal recodrs.
Sosiometri, kuesioner, metode rangking, dan ratin. Proses nontesting ini pada
umumnya berusaha meringkas hasil dari sampel yang diambil dari pesesrta didik
atau produk dari perilaku siswa. Apapun metode yang digunakan untuk mmily: "Bookman Old Style","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi;">Guru yang berhasil, harus mengantisipasi para siswanya. Guru dapat
mulai dari menghafal para siswanya, seperti nama alamat, pengalaman sekolah,
nama orang tua, pekerjaan orang tua, hobi, dan lain sebagainya. Nama-nam siswa
perlu dihafalkan agar merasa dekat dan kaitannya dengan moral antara guru dan
siswa. Dengan mengamati, guru pun dan dapat memahami kondisi sosial ekonomi,
tingkah laku sisswa, kondisi fisik, pendidikan latihan (training) yang telah di
ikuti bahkan hobi dan harapan siswa pada masa mendatang.
Dasar pertimbangan dalam menentukan apakah siswa masuk kategori
pandai, sedang, atau lemah dalam proses belajar mengajar dapat diungkapkan
melalui evaluasi yang insetif dengan menerapkan teknik-teknik yang tepat.
Mengenal siswa perlu waktu lama dan teknik yang komplek. Untuk mencapai
pengenalan siswa yang mendekati benar, merupakan kombinasi antara ketrampilan
guru, observasi yang cermat, instrumen tes yang baku, dan ketrampilan klinis
yang memadai.
B. Tiga Batasan Penting Dalam Evaluasi
Ada tiga batasan dalam evaluasi yang memiliki makan berbeda, tetapi
sering diartikan sama oleh sebagian guru. Tiga batasan tersebut, yaitu
evaluasi, pengukuran, dan tes. Pertama, evaluasi menurut cross (19773)
diartikan sebagai a proses which determines the exten to which objektives have
been achieved. (evaluasi merupakan proses yang menentukan keadaan dimana
tujuan dapat dicapai) sedangkan Good
(1973) memberikan batasan seperti berikut evalution is a procsess of making an
assessment of a student’s growth. Batasan lain yang sering digunakan sama
dengan arti evaluasi adalah assessment
is a procsess by whichas many data as possible are gathered and used to
evaluate a persone accuratcly.
Kedua, batasan lain yang juga penting dalam pembahasan evaluasi
yaitu batasan tentang pengukuran (measurement). Measuremenet is a broad term
for the general study and practice of testing , scaling and appraisal of
aspects of educational process for measures, atau pengukuran merupakan batasan
luas. Pengukuran ini lebih sepestipik cakupannya, yaitu testing dan ccaling.
Pada proses pengukuran, fenomena dari objek ditransfer ke dalam satuan angka,
agar para guru dapat memberikan makna yang relevan. Dalam pengukuran perilaku
digunakan alat ukur yang berbeda dengan para guru pendidikan teknologi kejuruan
dimana objek yang diukur mungkin benda konkertyang mempunyai bentuk teratur.
Dalam kaitanya dengan perubahan perilaku atau penguasaan hasil belajar guru
menggunakan salah satu cara,yaitu dengan melakukan testing.
Ketiga, tes atau tidak lain diartikan sebagai a test is a
sistematic procedures for comparing the behavior of tow more individuals. Tes
merupakan prosedur sistematis yang direncanakan oleh evaluator guna membandingkan
perilaku dua rang siswa atau lebih. Dalam kenyataannya, tes pada umumnya
terdiri atas sekumpulan pertanyaan atau tugas yang harus dijawab oleh para
peserta didik. Tujuan testing lebih lanjut dikatakan bahwa tes adalah untuk
menghasilkan pertanyaan yang mewakili karakteristik siswa yang hendak
direncanakan untuk diukur. Peristiwa ulangan dalam proses pembelajaran pada
umumnya merupakan penggunaan dari tes dimana pada unit-unit silabus yang telah
direncanakan siswa diberikan tes untuk dijawab oleh para siswa.
C. Hubungan Antar Evaluasi dan Pengukuran
Hubungan antara evaluasi,
pengukuran, dan tes adalah sangat erat, saling mendukung dalam usaha seorang
pendidik memperoleh informasi yang komprehensif terhadap peserta didik.
Evaluasi pendidikan merupakan proses dimana seorang guru
menggunakan inforamsiagar dapat mencapai tingkat pengambilan keputusan dengan
benar. Informasi mungkin diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan instrumen
untuk menghasilkan data kuantitas tertentu ; atau menggunakan teknik lain yang
tidak harus menghasilkan data kuantitatif. Tekinik lain yang termasuk teknik
alat pengumpulan informasi di antaranya ceklis-observasi, angket-waawancara,
dan dokumentasi. Teknik tersebut, selain menghasilkan data yang tanpa
pengukuran, juga mampu memberikan informasi penting sebagai materi yang hendak
dijadikan landasan terpercaya dalam pengambilan keputusan tentang peserta
didik.
Dalam hal ini berarti, evaluasi bisa dilakukan, baik melalui
pengukuran maupun tanpa pengukuran, dimana siswa memiliki sifat yang
dimedifikasi sebagai hasil pengalaman pendidikan. Keberadaan alat pengukuran
yang baik, dapat membantu guru dalam mengambil keputusan.
Membedakan antara pengukuran dan evaluasi sering kali sulit. Karena
kedua konsep tersebut sangat berkaitan. Evaluasi merupakan proses inklusif dari
pengukuran, sedangkan pengukuran hanyalah bagian dari evaluasi. Walaupun
demikian, pengukuran merupakan bagian yang sangat substantial dari evalusi.
Keberadaan pengukuran melengkapi informasi yang lebih pasti, karena simbul
fenomena peserta didik diungkapkan dalam bentuk kuantitas sehingga lebih mudah
dipahami oleh yang bersangutan.
Bagaimana persamaan antara evaluasi dan pengukuran dalam proses
pembelajaran?
1.Kedua
batasan merupakan alat atau metode yang digunakan untuk mencari dan menggali
data dari para subjek didik ataupeserta didik.
2.Evaluasi
dan pengukuran merupakan merode untuk membuat keputusan terhadap anak didik.
3.Pengukuran
memiliki cangkupan yang lebih sempit dibandingkan dengan evaluasi yaitu
mengkuantitatifkan fenomena yang muncul dari subjek yang dievaluasi.
4.Evaluasi
dapat melalui prosese pengukuran jika para guru ingin menstransfer data kuabtitatif
dan tanpa melalui pengukuran ketika data kualitatif diinginkan oleh guru.
D. Pengukuran Acuan Normatif, Acuan Patokan, dan Acuan Tujuan
Dilihat dari aspek bagaiman hasil suatu tes daan prosedur evaluasi
pengkuran diinterpretasikan oleh seorang guru atau evaluator, secara garis
besar dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. Norm
referenced measurement pada umumnya disebut pula sebagai penilaian acuan
normatif, merupakn pengukuran yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi
relatif seorang siswa terhadap siswa lain di dalam kelompok atau kelasnya. Pada
proses belajar, penilaian acuan normatif, seorang guru dapat mengacu pada
ketentuan atau norma yang berlaku disekolah, daerah atau lokal, disamping juga
seorang guru bisa menggunakn acuan normatif sosial. Untuk melakukan itu guru
dapat membandingkan hasil belajar yang dapat dicapai di dalam kelas dengan
norma yag ada, termasuk pencapaian lulusan siswa dengan standart nasional yang
besarnya 4,26. Apabila hasil ppencapaian belajar dikelas tidak berbeda secara
signifikan berarti para siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan baku.
2. Criterion
referenced measurement atau disebut juga pnilaian acuan patokan. Dikatakan
demikian apabila siswa merupakan hasil penampilannya dalam mengerjakan suatu
tes pengukuran. Dalam penilaian acuan patokan ini hasil penampilan siswa
menunjukan posisinya sendiri tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa
lain. Dengan kata lain, dalam acuan patokan, apa yang dicapainya dalam suatu
tes adalah menggambarkan penampilannya dalam mengerjakan tes. Intepretasi
penilaian acuan patokan dapat dibuat secara bervariasi. Sebagai contoh, tujuan
yang hendak dicapai dalam proses evaluasi dapat ditunjukkan seperti berikut :
a. Siswa
dapat menampilkan perhitungan 8 dari 10 soal, dengan tanpa bantuan alat hitung
seperti kalkulator.
b. Dapat
menghafalkan 3 di antara 5 metode mengoperasionalkan mesin secara aman.
c. Dapat
mencapai dalam ujian bahasa inggris dengan nilai 425 ujian setar TOEFL.
Dalam
penilaian dengan acuan patokan ini, siapapun individual yang dapat mencapai
ketentuan berlaku seperti pada ketiga contoh tersebut, misalnya 425 TOEFL,
dikatakan lulus. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat mencapai kriteria baku yang
telah ditetapkan dianggap gagal.
3. Cara
interpretasi lain yang masih belum banyak dikenalkan oleh para evaluator yaitu
penilaian terhadap siswa didasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan oleh
seorang evaluator. Grondlund dan lirm (1990:24) memberikan definisi sebagai
a test designet to provide a measure of performance that is interpretabel in
termes fo a sepecific instruktional objektive (suatu tes yang terencana
untuk memberikan pengukuran penampilan siswa yang dapat diinterpretasi dalam
batas-batas tujuan intruksional tertentu). Pada acuan tujuan ini interpretasi
bukan pada norma maupun patokan atau kriteriatetapi berdsarkan pada tujuan yang
hendak dicapai. Pengukuran ini, implementasinya mirip dengan acuan patokan,
tetapi tidak mencakup semua domain tugas yang biasa dinyatakan dalam criterion
referenced measurement.
E. Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif dan Acuan Patokan
Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa
persamaandan perbedaan karakteristik yang dapat digambarkan seperti berikut:
1.Kedua
pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan eavluasi
spesifik sebagai menentukan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut
termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
2.Kedua
pengukuran memerlukan sampel yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak
dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang
di ukur mempresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir
pengmbilan keputusan.
3.Untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-sama
memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan menggunakan aturan
dasar penulisan instrumen.
4.Kedua
pengukuran memerlukan prasyarat pokok, yaitu validitas dan reabilitas.
Validitas yaitu apakah item yang di susun mengkur apa yang hendak di ukur,
sedangkan sreabilitas yaitu apakah item tes memilki hasik yang konsistensi.
Suatu item dikatakan memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat memiliki
hasil yang konsistensi dalam mengukur apa yang hendak di ukur Sukardi (2003).
5.Kedua
pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumul data siswa yang
dievaluasi.
Di samping persamaan karakteristik antara pengkuran atau normatif
dan acuan patokan tersebut, kedua pengukuran
tersebut pun memiliki beberapa perbedaan seperti berikut.
A. Pengukuran
acuan normatif di antaranya sebagai berikut.
1.Merupakan
tes yang mencangkup domain tugas pembelajaran dengan item pengukuran yang
spesifik.
2.Menekankan
perbedaan antara individual siswa atau dengan siswa lain dalam kelompok/kelas.
3.Item-item
yang memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dan cenderung menghilanhkan
item yang memiliki tingkat kesulitan yang rendah.
4.Lebih
banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki kelompok-kelompok dengan
perbedaan antara siswa pandai, di atas rerata, di bawah rerata, dan bodoh.
5.Interpretasi
evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas kelompok-kelompok tertentu secara
jelas.
B. Pengukuran
dengan acuan patokan diantaranya sebagai berikut.
1.Merupakan
tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar dengan tingkat
kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran.
2.Menekankan
penggambaran tugas apa yang dipelajari oleh para siswa.
3.Item
kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menghilangkan item atau soal
yang memilki tingkat kesulitan rendah.
4.Lebih
banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajaran dengan konsep
atau penguasaan materi belajar.
5.Interpretasi
memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteri tertentu atau domain
pencapaian belajar.
No comments:
Post a Comment