Friday, June 29, 2012

Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Fiqh MI

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggungjawab guru dalam pembelajaran, yaitu mengevaluasi pembelajaran yang dilaksanakannya, termasuk didalamnya melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan pula dengan instrumen penilaian kemampuan guru yang salah satu indikatornya adalah melalui evaluasi pembelajaran hal ini menunjukan bahwa penilaian dan evaluasi pembelajaran sangat mempengaruhi proses pembelajaran dalam satu matapelajaran tertentu kususnya matapelajaran fiqih MI. Oleh sebab itulah kami dalam penyusunan makalah ini mengambil tema tentang penilaian dan evaluasi pembelajaran dengan harapan bisa lebih memahami fungsi, tujuan serta model-model dan jenis-jenisnya sehingga nanti ketika menjadi guru sudah sudah fam betul tentang hal itu.

B.Rumusan msalah
a.Bagaimana pengertian penilaian dan evaluasi pembelajaran?
b.Bagaimana fungsi penilaian dan evaluasi pembelajaran?
c.Bagaimana tujuan penilaian dan evaluasi pembelajaran?
d.Bagaimana model  dan jenis-jenis penilaian dan evaluasi pembelajaran fiqih MI?

C.Tujuan
a.Untuk lebih memahami pengertian penilaian dan evaluasi pembelajaran
b.Untuk lebih memahami fungsi penilaian dan evaluasi pembelajaran
c.Untuk lebih memahami tujuan penilaian dan evaluasi pembelajaran
d.Untuk lebih memahami model  dan jenis-jenis penlaian dan evaluasi pembelajaran fiqih MI

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
1.Pengertian penilaian
Pada dasarnya, sebelum melaksanakan penilaian terlebih dahulu harus melaksanakan suatu pengukuran, yaitu membandingkan sesuatu dengan  satu ukuran. Pengukuran  ini bersifat kuantitatif. Kaitanya dengan pembelajaran berarti mengukur pemahaman terhadap materi yang telah diberikan dalam bentuk suatu tes. Hasilnya nanti berupa angka. Contoh: Andi mendapat 90 dari hasil ulangan harian pelajaran fiqih. Setelah diketahui bahwa andi mendapat 90 pada ulangan harian pelajaran fiqih, selanjutnya barulah bisa melaksanakan penilaian. mendapat angka 90 berarti nilai andi baik. Jadi, penilaian merupakan suatu pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.[1]   
2. Pengertian evaluasi pembelajaran
Menurut Ralph Tyler evaluasi pembelajaran merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran sudah tercapai.[2] Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara sistematis dan continue agar dapat menggambarkan kemampuan para siswa yang dievaluasi.
   
B.Fungsi Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
1.Fungsi penilaian
Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut:
a.Fungsi formatif yaitu untuk memberika umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial bagi peserta didik.
b.Fungsi sumatif yaitu untuk menentukan nilai (angka) kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan kenaikan kelas, dan penentuan lulus-tidaknya peserta didik.
c.Fungsi diagnostik yaitu untuk memahami latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tertentu.
d.Fungsi penempatan yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi yang tepat (misalnya dalam penentuan program spesialisasi) sesaui dengan tingkat kemampuan peserta didik.[3]

2. Fungsi evaluasi pembelajaran
Fungsi evaluasi pembelajaran yaitu:
a.Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau mealakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
b.Untuk mengetahui tingkat keberhasilan progam pembelajaran.
c.Untuk keperluan bimbingan dan koseling (BK)
d.Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.[4]
 
C.Tujuan Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
1.Tujuan penilaian
Tujuan penilaian hasil belajar sebagai berikut:
a.Mendiskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.
b.Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para peserta didik ke arah tujuan yang diharapkan.
c.Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya.
d.Memberikan pertanggungjawaban (Accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.[5]

2. Tujuan evaluasi pembelajaran
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan yaitu :
a.Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para pesrta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b.Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah :
a.Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
b.Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan penyebab ketidak berhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.[6]

D.Model dan Jenis – Jenis Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
1.Model-model penilaian dan evaluasi pembelajaran.
Model-model penilaian dan evaluasi pembelajaran dapat dilihat dibawa ini:
a.Model Tyler
Model evaluasi yang pertama dan termasuk populer di bidang pendidikan yaitu model Tyler. Model ini secara konsep menekankan adanya proses evaluasi secara langsung didasarkan atas tujuan instruksional yang telah ditetapkan bersamaan dengan persiapan mengajar, ketika seorang guru  berinteraksi dengan para siswanya menjadi sasaran pokok dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan berhasil menurut para mendukung Tyler, apabila parasiswa yang mengalami proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.

b.Model Evaluasi Sumatif dan Formatif
Model evaluasi ini, berpijak pada prinsip evaluasi model Tyler. Aplikasi evaluasi sumatif dan formatif sudah banyak dipahami oleh para guru, karena model ini dianjurkan oleh pemerintah melalui mentri pendidikan dan termasuk dalam lingkup evaluasi pembelajaran di kelas. Dua model yang sangat populer dalam kaitannya dengan evaluasi pembelajaran adalah evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
1.Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif dilakukan oleh para guru setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan waktu tertentu, misalnya pada akhir proses belajar mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau akhir semester. Evaluasi sumatif ini secara umum bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kaitannya dengan penugasan materi pembelajaran yang telah diikuti selama satu proses pembelajaran. Fungsi evaluasi adalah sebagai laporan pertanggung jawaban pelaksanaan proses pembelajaran, di samping juga untuk menentukan pencapaian hasil belajar yang telah diikuti oleh para siswa.[7]
2.Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif dilakukan secara periodic melalui blok atau unit-unit dalam  proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik di sini yaitu termasuk pada awal, tengah, atau akhir dari proses pembelajaran. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit proses  belajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan guru  untuk memperbaiki proses  pembelajaran maupun strategi pengajaran yang telah diterapkan.

c.Model Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan
Sesudah evaluasi sumatif dibuat, guru biasanya menetapkan nilai,  skor atau grade hasil belajar siswa. Dalam memutuskan skor atau grade hasil belajar, para guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian, yaitu:
1.Penilaian Acuan Normatif
Penilaian acuan normative (PAN) merupakan pendekatan klasik,  karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes  yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang  telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar seorang siswa, dengan tetap membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama.

2.Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan (PAP) juga sering disebut Criterion Evaluation.  Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa lain.  Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penugasan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional.[8]

d.Model Countenace
Model ini secara garis besar memiliki kelengkapan utama yang tercakup dalam  data matrik,  yaitu matrik deskripsi dan matrik  keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi dua kolom, yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan.  Pada kolom ini mencakup deskripsi matriks dan deskripsi standar,  sedang kapada deskripsi keputusan berisi matrik pertimbangan (Judgment Matrix). Tugas evaluator  dalam kaitannya dengan data matrix countenance adalah menentukan masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan. Kegiatan berikut juga termasuk penting bagi seorang evaluator, yaitu mengumpulkan data,  untuk isian kolom pada matrik deskripsi. Pada setiap tujuan di spesifikasi dalam kolom. Jika hasil yang  diinginkan tidak tercapai, model countenance masih dimungkinkan bagi para  evaluator  untuk menyusun beberapa acuan dasar guna mengajukan uji hipotesis tentang penyebab kegagalan dengan melihat data  transaksi. Kolom terakir dari matrik keputusan kemudian diberi label  “Perkembangan”. Pada kolom ini para penilai dapat melakukan interpretasi perbedaan antara perilaku pengamatan di lapangan dengan acuan standar.[9]

e.Model Bebas Tujuan
Evaluasi model bebas tujuan ini, diajukan oleh Scrieven pada tahun 1972, Menurutnya dan pendukungnya, seorang evaluator harus menghindari tujuan dan mengambil setiap tindak pencegahan. Menurut Scrieven evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan itu sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil kebutuhan yang dilanjutkan dengan tindakan dalam pendidikan. Pendapat ini searah dengan ahli lain, yaitu Isaac (1982), yang menyatakan bahwa evaluator should access program effects based on criteria apart from the programs own conceptual frame works atau evaluator sebaiknya menemukan pengaruh program atas dasar kriteria yang terpisah dari kisi-kisi konsep kerja program tersebut.
Untuk melakukan evaluasi dengan model bebas tujuan, evaluator perlu menghasilkan dua item informasi, yaitu:
1.    penilaian tentang pengaruh nyata (actual effects),
2.    penilaian tentang profil kebutuhan yang hendak dinilai.
Jika suatu produk mempunyai pengaruh yang dapat ditunjukkan secara nyata dan responsif terhadap suatu kebutuhan, ini berarti bahwa suatu produk yang direncanakan berguna dan secara positif perlu dikembangkan dan interpretasi sebaliknya terjadi, jika suatu produk, termasuk kegiatan belajar mengajar, tidak mempunyai pengaruh nyata pada para siswanya.
Kelebihan dari model bebas tujuan di antaranya adalah pengaruh konsep tersebut pada masyarakat, bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan, seorang penilai bisa melakukan evaluasi. Kelebihan lain dengan munculnya model bebas tujuan yang diajukan oleh Scrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap kemungkinan pengaruh–tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan pengaruh sampingan lain yang muncul dari suatu produk.
Walaupun demikian, model bebas tujuan yang diajukan Scrieven ternyata juga memilki kelemahan.
Pertama, model bebas tujuan ini pada umumnya gagal dalam menjawab pertanyaan penting, seperti apa pengaruh yang telah diperhitungkan dalam suatu peristiwa dan bagaimana mengidentifikasi pengaruh tersebut?
Kedua, walaupun ide Scrieven tentang model bebas tujuan adalah sangat bagus untuk membantu kegiatan yang paralel dengan evaluasi atas dasar kejujuran, pada tingkatan praktis Scrieven tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya benar-benar dilaksanakan.
Ketiga, tidak merekomendasikan bagaimana menghasilkan penilaian kebutuhan (needs assessment), meskipun pada akhirnya mengarah kepada penilaian kebutuhan.
Model bebas tujuan merupakan titik perkembangan evaluasi program, di mana objek yang dievaluasi tidak perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut, tetapi langsung kepada implikasi keberadaan program apakah bermanfaat atau tidak objek tersebut atas dasar penilaian kebutuhan yang ada.[10]

f.Model Context Input Process Product (CIPP)
Model context input process product (CIPP) merupakan hasil kerja para tim peneliti, yang tergabung dalam suatu organisasi komite Phi Delta Kappa USA, yang ketika itu diketuai oleh Daniel Stuffle – Beam. Model CIPP ini juga termasuk model yang tidak terlalu menekankan pada tujuan suatu program.
Model CIPP, pada prinsipnya konsisten dengan definisi evaluasi program  pendidikan yang diajukan oleh komite tentang “Tingkatan untuk menggambarkan pencapaian dan penyediakan informasi guna pengambilan keputusan alternatif.”
Model CIPP ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi dasar pembuatan keputusan dalam evaluasi sistem dengan analisis yang berorientasi pada perubahan terencana. Batasan tersebut mempunyai tiga asumsi mendasar, yaitu:
1.Menyatakan pertanyaan yang meminta jawaban dan informasi spesifik yang harus dicapai.
2.Memerlukan data yang relevan, untuk mendukung identifikasi tercapainya masing-masing komponen.
3.Menyediakan informasi yang hasil keberadaannya diperlukan oleh para pembuat keputusan peningkatan program pendidikan.
Evaluasi dengan model CIPP pada garis besarnya melayani empat macam keputusan, yaitu:
1.Perencanaan keputusan yang memengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus.
2.Keputusan pembentukan atau structuring, yang kegiatannya mencakup pemastian strategi optimal dan desain proses untuk mencapai tujuan yang telah diturunkan dari keputusan perencanaan.
3.Keputusan implementasi, pada keputusan ini para evaluator mengusahakan sarana-prasarana untuk menghasilkan dan meningkatkan pengambilan keputusan atau eksekusi, rencana, metode, dan strategi yang hendak dipilih.
4.Keputusan pemutaran (Recycling) yang menentukan, jika suatu program itu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada.
Untuk melaksanakan empat macam keputusan tersebut, ada empat macam fokus evaluasi, yaitu:
1.Evaluasi konteks, menghasilkan informasi tentang macam-macam kebutuhan yang telah diatur prioritasnya, agar tujuan dapat diformulasikan.
2.Evaluasi input, menyediakan informasi tentang masukan yang terpilih, butir-butir kekuatan dan kelemahan, strategi, dan desain untuk merealisasikan tujuan.
3.Evaluasi proses menyediakan informasi untuk para evaluator melakukan prosedur monitoring terpilih yang mungkin baru diimplementasi sehingga butir yang kuat dapat dimanfaatkan dan yang lemah dapat dihilangkan.
4.Evaluasi produk, mengakomodasi informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat dicapai dan juga untuk menentukan, jika strategi yang berkaitan dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya berhenti, modifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk yang seperti sekarang.
Jika model Stake melanjutkan fokus evaluasi atas tujuan sebagai acuan dasar evaluasi, pada model CIPP ini para evaluator mulai mengambil perhatian pada bentuk pemikiran lain dengan cara menganalisis guna menentukan keputusan apa yang hendak dibuat, siapa yang membuat, bagaimana jadwalnya, dan menggunakan kriteria apa? Hal yang menjadi pokok pertimbangan mencakup empat macam keputusan, yaitu Context, Input, Process, dan Product.[11]

g.  Model Connoisseurship atau Model Ahli
Model connoisseurship diajukan oleh Esner pada tahun 1975. Model ini memiliki dua karakteristik penting. Pertama, model ini merupakan salah satu model pengambilan keputusan yang menggunakan manusia sebagai instrumen pengukuran. Kedua, model ini diturunkan dari model metaphoric atau perumpamaan dan menggunakan kiasan kritik artistik untuk menghasilkan konsep-konsep dasar evaluasi.
Model connoisseurship ini juga menggunakan pengumpulan data, analisis, penafsiran atau interpretasi data yang berlangsung di dalam pikiran si pembuat keputusan. Proses ini terjadi, ketika keputusan berjalan di dalam otak pembuat keputusan berdasar pada model organisator bahwa ia telah menginternalisasi berdasarkan pada pelatihan dan pengalaman. Formulasi Esner berawal dari dua konsep kembar, yaitu a) konsep ahli pendidikan, dan b) konsep kritik pendidikan. Kedua konsep kembar tersebut merupakan batasan yang dipinjam dari domain kritik artis yang menyamakan antara praktik pendidikan dengan kerja seorang seniman.
Model connoisseurship tidak lain adalah usaha menggambarkan penyimpangan dari metodologi yang telah dieksploitasi oleh para praktisi evaluasi. Connoisseurship is the art of appreciation, sedangkan criticism is the art of disclosure dan Esner menambah satu lagi prinsip yaitu apa tujuan kritik? Menurutnya kritik bukan hanya menerangkan sifat-sifat dan kualitas menyusun objek atau peristiwa, tetapi juga menyerahkan dalam batasan linguistik. Kritik berbicara dan menulis tentang apa yang ditemui sehingga kritik harus memberikan pencerahan kualitas yang mencakup kegiatan, signifikansi dan kualitas pengalaman, ketika seorang evaluator berinteraksi dengan yang dievaluasi yaitu para siswa. Dengan dua batasan tersebut para pendukungnya dapat menghargai gejala sifat dan mutu yang ditemui, ketika mereka berfungsi sebagai observer yang baik, termasuk mereka yang tidak memiliki keahlian dapat juga masuk dalam tujuan kerja kritik. Berkaitan dengan hal tersebut, Esner memfokuskan perhatiannya pada isu-isu metodologi yang dipertimbangkan sering muncul dalam proses evaluasi connoisseurship, misalnya:
1.Bagaimana seseorang mengetahui, jika orang tersebut jujur terhadap kritik pendidikan?
2.Bagaimana seseorang yakin bahwa kritik pendidikan menyatakan fenomena pendidikan bukan sebagai imajinasi?
3.Bagaimana kita mengetahui keyakinan apa yang dapat ditempatkan dalam deskripsi kritik, interpretasi, dan evaluasi dalam kehidupan kelas?
4.Kontribusi model connoisseurship yang cukup signifikan pada waktu itu di antaranya adalah model yang memungkinkan terakomodasinya pengaruh kelengkapan yang semula dikatakan tidak ilmiah (nonscientific) menjadi model evaluasi ilmiah yang setara dengan model-model lainnya. Dengan model connoisseurship ini, seni yang semula sulit dipahami oleh orang lain, dapat diterangkan dengan logis. Walaupun demikian, model connoisseurship masih memiliki kelemahan yang menonjol, yaitu model connoisseurship gagal memberikan petunjuk operasional bagi para evaluator yang hendak mengikuti konsep tersebut secara mendalam. Selain itu, batasan connoisseurship itu sendiri juga merupakan sebutan yang terlalu tinggi dan cenderung mengarah pada elitis di mana para ahli kurang mampu memberikan dukungan secara nyata.[12]

2.Jenis-Jenis Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Dilihat dari pengertian, tujuan, serta fungsinya, penilaian dan evaluasi pembelajaran pada dasarnya adalah suatu program yang mempunyai arti dapat digunakan dalam pembelajaran untuk menilai hasil belajar bagi peserta didik. Adapun jenis-jenis penilaian sebagai berikut:
a.Penilaian Formatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya.
b.Penilaian Sumatif
Penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para siswa.
c.Penilaian Diagnostik
Penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remidial (remidial teaching), menemukan kasus-kasus, dll. Soal-soal tentunya disusun dapat ditemukan jenis-jenis kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa.
d.Penilaian Selektif
Penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
e.Penilaian Penempatan
Penilaian yang ditujukan untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain, penilaian ini berorientasi kepada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program belajar dengan kemampuan siswa[13]. Adapun jenis-jenis evaluasi pembelajaran sebgai berikut:
a.Evaluasi perencanaan dan pengembangan. Evaluasi jenis ini adalah evaluasi yang sebelum di di terapkan kepada peserta didik di adakan perancanaan dan pengembangan sehingga tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak di ukur
b.Evaluasi Monitoring. Evaluasi jenis ini digunakan untuk memeriksa apakah program pembelajaran mencapai sasaran secara efektif dan apakah program pembelajaran terlaksana sebagai mestinya.
c.Evaluasi dampak. Evaluasi ini dimasudkan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu program pembelajaran.
d.Evaluasi program komprehensif. Evaluasi ini dimasudkan untuk menilai program pembelajaran secara menyeluruh seperti perencanaan program, pelaksanaan program, monitoring pelaksanaan, dampak program, tingkat kefektifan dan efisisensi.
e.Evaluasi efisiensi-ekonomis. evaluasi ini dimasudkan untuk menilai tingkat efisisensi pelaksanaan program pembelajaran.
Dari berbagai model-model penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran fiqih MI, antara lain: model tyler, model evaluasi sumatif dan formatif, penilaian acuan normatif dan penilaian acuan patokan. Sedangkan jenis-jenis penilaian dan evaluasi pembelajarn yang dapat digunakan dalam pembelajaran fiqih antara lain: penilaian sumatif, penilaian formatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif, pnilaian penempatan.

BAB III
ANALISIS
Penilaian dan evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran sangatlah penting, karena penilaian dan evaluasi tersebut sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran tercapai dan juga alat yang digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu.
Pada saat ini tenaga pendidik wajib mengetahui penilaian dan evaluasi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ralph Tyler yaitu, evaluasi pembelajaran merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran sudah tercapai. Dan juga Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara sistematis dan continue agar dapat menggambarkan kemampuan para siswa yang dievaluasi.
Mengadakan evaluasi berarti menajalankan pengukuran dan penilaian. karena di dalam evaluasi itu sendiri ada pengukuran dan penilaian.
Pengukuran bersifat kuantitatif yaitu hasilnya berupa angka dan penilaian bersifat kualitatif yaitu hasilnya berupa baik buruk dan sebagainya. Contoh: Andi mendapat 90 dari hasil ulangan harian pelajaran fiqih. Setelah diketahui bahwa andi mendapat 90 pada ulangan harian pelajaran fiqih, selanjutnya barulah bisa melaksanakan penilaian. mendapat angka 90 berarti nilai andi baik.
Penilaian dan evaluasi pembelajaran memiliki banyak fungsi bagi tenaga pendidik, sekolah maupun siswa dan orang tua. Untuk tenaga pendidik sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran dan mengambil keputusan-keputusan apakah metode yang digunakan untuk mengajar itu cocok atau tidak. Bagi sekolah sebagai alat untuk mengukur hasil pendidikan, untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah, untik membuat keputusan pada peserta didik, untuk mengadakan perbaikan kurikulum. Dan bagi siswa untuk mengetahui kemampuan dan hsil belajar, untuk memperbaiki cara belajar, untuk menumbuhkan motivasi belajar. Bagi orang tua, untuk mengetahui hasil belajar anaknya, meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan pada anaknya dalam usaha belajar, untuk mengarahkan pemilihan jurusan atau jenis sekolah bagi anaknya.
Penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk pelajaran fiqih MI dalam pelaksanaanya bisa menggunakan berbagai model dan jenis untuk mempelancar dan memaksimalkannya  seperti apa yang dipaparkan di atas, yaitu model tyler, model evaluasi sumatif dan formatif dan lain sebagainya.
 

Daftar Rujukan

[1]Suharsimi, Arikunto. 2010.  Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.  Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 3
[2]Ibid
[3]Zainal, Arifin, 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Hlm. 16-17
[4]Ngalim, Purwanto. 2006.  Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya. Hlm. 5-7
[5]Nana,  Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm.  4
[6]Anas, Sudijono. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hlm 16-17
[7]Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya  yogyakarta: Bumi Aksara. Hlm.  56-57
[8]Ibid. hlm. 58-59
[9]Ibid. hlm. 60-61
[10]Ibid. hlm. 61-62
[11]Ibid hlm. 62-64
[12]Ibid. hlm. 64-65
[13] Nana,  Sudjana. 1991. Penilaian... Hlm. 5


Bacaan yang Mungkin Terkait:

No comments:

Post a Comment

free counters