Model evaluasi yang
pertama dan termasuk populer dibidang pendidikan yaitu model tyler. Model ini
secara konsep menekankan adanya proses evaluasi secara langsung didasarkan atas
tujuan intruksional yang telah ditetapkan bersamaan dengan persiapan mengajar,
ketika seorang guru berinteraksi dengan para siswanya menjadi sasaran pokok
dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan berhasil menurut para
pendukung model tyler, apabila para siswa yang mengalami proses pembelajaran
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.
Tujuan sebagai
pedoman untuk dievaluasi secara konseo diajukan oleh tyler dalam monograf,
basic principles of curriculum and instruction (1950), ia menyatakan bahwa
proses evaluasi esensinya adalah suatu proses dan kegiatan dilakukan oleh
seorang evaluator untuk menentukan pada kondisi apa tujuan bisa dicapai.
Usaha memahami tujuan
hidup seorang siswa dalam proses belajar tidaklah mudah. Hal ini karena pada diri
seorang siswa pada perinsipnya akan selalu terjadi perubahan, seiring dengan
umur, hasil belajar dan tingkat pengalaman hidup seorang anak manusia. Dalam
proses pembelajaran, tujuan perlu direncanakan oleh seorang guru , dengan
perinsip bahwa untuk menentukan hasil perubahan yang diinginkan dalam bentuk
perilaku siswa, seorang guru perlu melakukan evaluasi. Dengan evaluasi ini
diharapkan seorang guru diharapkan seorang guru dapat menentukan derajat atau
tingkat perubahan perilaku siswa yang terjadi sebagai akibat perencanaan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru kepada para siswa.
Jika dibandingkan
dengan beberapa macam model pendekatan siswa sebagai pusat pembelajaran (pupil-centered),
pendekatan pengukuran secara langsung (measurement directed approach).
Pendekatan tyler memiliki model yang berbeda. Pendekatan tyler pada perinsipnya
menekankan perlunya suatu tujuan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan ini
merupakan pendekatan sistematis, elegan, akurat, dan secara internal memiliki rasional
yang logis. Dibanding dengan model evalusi lainnya kesederhanaan model tyler
juga merupakan kelebihan tersendiri dan merupakan kekuatan konstruk yang elegan
serta mencakup evaluasi kontingensi. Dalam implementasinya, model tyler juga
menggunakan unsur pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel, dengan
inquiri ilmiah dan melengkapi legitimasi untuk mengangkat pemahaman tentang
evaluasi. Pada model tyler sangat membedakan antara konsep pengukuran dan
evaluasi. Menurut tyler pengetahuan pengukuran dan pengetahuan evaluasi
terpisah dan merupakan proses dimana pengukuran hanya satu dari beberapa
kemungkinan salah satu cara dalam tercapainya evaluasi.
B. Model Evaluasi Sumatif dan Formatif
Model evaluasi ini,
berpijak pada perinsip evaluasi model tyler. Aplikasi evaluasi sumatif dan
formatif sudah banyak dipahami oleh para guru, karena model ini dianjurkan oleh
pemerintah melalui menteri pendidikan dan termasuk dalam lingkup evaluasi
pembelajaran dikelas. Dua model yang sangat populer dalam kaitanya dengan
evaluasi pembelajaran adalah evaluasi sumatif dan formatif.
1. Evaluasi sumatif
Pada proses belajar
mengajar evaluasi sumatif dilakukan oleh para evaluator untuk memperoleh
informasi guna menentukan keputusan para siswa selama mengikuti proses belajar
mengajar. Evaluasi sumatif dilakukan oleh para guru setelah siswa mengikuti
proses pembelajaran dengan waktu tertentu, misalnya pada akhir proses belajar
mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau akhir semester. Evaluasi sumatif ini
secara umum bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kaitannya dengan
penguasaan materi pembelajaran materi pembelajaran yang telah diikuti selama
satu proses pembelajaran.
Evaluasi sumatif ini
banyak dilakukan dilembaga pendidikan formal maupun pendidikan dan latihan (diklat)
yang dibiayai oleh pihak sponsor. Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai
laporan pertanggung jawaban pelaksanaan proses pembelajaran, disamping juga
untuk menentukan pencapaian hasil belajar yang telah diikuti oleh para siswa.
Dikarenakan merupakan evaluasi tahap akhir maka fokus perhatian agar tidak
bias, diarahkan pada variabel-variabel yang dianggap penting dalam satu proses
pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari evaluasi sumatif ini,oleh para
guru, kemudian secepatnya dianalisis guna menentukan posisi siswa dalam
penguasaan materi pembelajarannya. Siswa yang memiliki dengan hasil baik dapat
dikatakan berhasil dan direkomendasikan dapat melanjutkan ke jenjang kelas yang
lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang gagal dalam pencapaian hasil belajar, diberi
remidi lagi atau tetap mengulang dikelas yang sama.
2. Evaluasi Formatif
Selain evaluasi
sumatif yang bertujuan menentukan derajat penguasaan materi siswa pada satu
proses pembelajaran, juga ada evaluasi lain yang dikenal dengan evaluasi
formatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang
diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat
perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Evaluasi formatif
dilakukan secara periodik melalui blok atau unit-unit dalam proses belajar
mengajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan guru untuk
memperbaiki proses pembelajaran maupu strategi pengajaran yang telah
diterapkan. Pelaksanaan evaluasi ini dapat dilakukan secara kontinu atau
periodik tertentu dalam satu proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik
disini yaitu termasuk pada awal,tengah, atau akhir dari proses pembelajaran.
Fokus evaluasi berkisar pada penacapaian hasil belajar mengajar pada setiap
unit atau blok material yang telah direncanakan untuk dievaluasi. Informasi
yang diperoleh dari evalusai formatif ini secepatnya dianalisis guna memberikan
gambaran kepada guru atau administrator, tentang perlu tidaknya dilakukan
program-program perbaikan bagi para siswa yang memerlukan.
C. Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan
Sesudah evaluasi
sumtif dibuat, guru biasanya menetapkan nilai, skor, atau grade hasil kerja
siswa. Guru sering merasa puas dalam menetapkan skor para siswa yang diajarnya,
tetapi juga tidak jarang, tiap menggerutu atau kecewa karena hasil belajar para
siswanya ternyata banyak yang jeblok atau dibawah rerata skor yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dalam memutuskan skor atau grade hasil belajar, para
guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian yaitu a) prosedur
acuan patokan dan b) prosedur acuan normatif.
1. Penilaian Acuan Normatif
Penilaian acuan
normatif atau PAN merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil
belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang
mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengkuran yang
menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normatif,
tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi
untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan
siswa dalamm tes yang sama dibandingkan
dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas
kemudian mengikuti asa yang sama mengukur pencapaian hasil belajar seorang siswa
dengan tetap membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti
dalam evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran. Administrasi, menghitung
skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan
skor rerata menentukan simpang baku dan variannya.
2. Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan
patokan (PAP) juga sering di sebut kriterion evaluation merupakan pengukuran
lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran ini penampilan siswa
dikomparasikan dengan kriteri yang telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan
intruksional, bukan dengan penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa dalam
prosedur acuan patokan tergantung pada penguasaan materi atas kriteria yang
telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan intruksional.
Walaupun benar bahwa
dari kedua model penilaian, guru dapat menggunakan acuan yang berbeda, dan
dengan sifat-sifat yang berbeda, penilaian atas dasar acuan normatif lebih
mudah dikomunikasikan dengan stakeholder yang relevan termasuk pmpinan sekolah,
siswa, orang tua dan masyarakat pengguna. Kemudian bagaimana untuk kondisi
tertentu misalnya pemilihan suatu jabatan dilembaga pemdidikan.
D. Model Countenance
Walaupun sudah banyak
kritik terhadap evaluasi yang berorientasi pada tujuan, ternyata beberapa
pendidik secara konsisten masih tetap menggunakannya sebagai acuan model yang
muncul pada waktu berikutnya. Sebagai contoh, acuan evaluasi yang masih
menggunakan tujuan sebagai acuan diantaranya, yaitu model stake atau
jugadisebut model countenance.
Model ini secara
garis besar memiliki dua kelengkapan utama yang tercakup dalam “data matrik”
yaitu matrik deskripsi dan matrik keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi dua
kolom, yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan.
Tugas evaluator dalam
kaitannya dengan data matrik countenance adalah menentukan masukan untuk tujuan
kolom pada tiga tingkatan baris anteceden merupakan informasi tentang kondisi
yang hidup sebelum proses belajar mengajar yang mungkin menentukan atau
berkaitan dengan outcomes; baris transacition di isi dengan suatu fenomena yang
ditemui yang turut menetukan hasil proses belajar mengajar: resultan pengajaran
atau juga disebut terminologi faktor-faktor out put merupakan tujuan kondisi
konstektual untuk perilaku guru. Ketika ketiga tingkatan tujuan diatas telah
dijabarkan dan dijastifikasi dalam rasionalisasi yang jelas, maka tugas seorang
evaluator untuk menspesifikasi tujuan dapat dikatakan selesai.
Pada model
countenance ini yang dimaksud standart adalah patokan duga penampilan yang
menjadi nilai dasar acuan. Ada dua macam standar dapat digunakan pada model
countenance yaitu standar absolut dan standar relatif. Standar absolut
merupakan standar yang menggambarkan satu kesatuan ide spesifik yang diatur
oleh kelompok berwenagn tertentu, sebagai contoh adalah para stakeholder yang
terdiri atas para pelanggan dan para pemimpin dan para pimpinan lembaga yang
menggunakan hasil evaluasi. Standar relatif merupakan standar perbandingan yang
melibatkan para pesaing misalnya kurikulum lain yang diarahkan denagn objektif
yang sama.
E. Model Bebas Tujuan
Evaluasi model bebas
tujuan ini, diajukan oleh Scrieven (1972). Menurutnya dan pendukungnya, seorang
evaluator harus menghindari tujuan dan mengambil setiap tindak pencegahan.
Menurut Screven evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan itu
sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil
kebutuhan yang dilanjutkan denagn tindakan dalam pendidikan. Pendapat ini
searah dengan ahli lain, yaitu Isaac (1982), yang menyatakan bahwa evaluator
sebaiknya menemukan pengaruh program atas dasar kriteria yang terpisah dari
kisi-kisi konsep kerja program tersebut.
Untuk melakukan
evaluasi dengan model bebas tujuan, evaluator perlu menghasilakan dua item
inforamasi, yaitu a) penilaian tentang pengaruh nyata, dan b) penilaian tentang
profil kebutuhan yang hendak dinilai. Jika suatu produk mempunyai pengaruh yang
dapat ditunjukkan secara nyata dan responsif terhadap suatu kebutuhan, inin
berarti bahwa suatu produk yang direncanakan berguna dan secara positif perlu
dikembangkan; dan interpretasi sebaliknya terjadi, jika suatu produk, termasuk
kegiatan belajar mengajar, tidak mempunyai pengaruh nyata pada siswannya.
Kelebihan dari model
bebas tujuan di antaranya adalah pengaruh konsep pada masyarakat , bahwa tanpa
mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan, seorang penilai bisa
melakukan evaluasi. Kelebihan lain dengan munculnya model bebas tujuan yang
diajukan oleh secrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap kemungkinan
pengaruh tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan
lain yang muncul dari produk.
Walaupun demikian
yang diajukan secrieven ternyata juga memiliki kelemahan seperti berikut: 1)
model bebas tujuan ini pada umumnya bebas menjawab pertanyaan penting, seperti
apa pengaruh yang telah diperhitungkan dalam suatu peristiwa dan bagimana
mengidentifikasi pengaruh tersebut?, 2)
walaupun ide secrieven bebas tujuan bagus untuk membantu kegiatan yang paralel
dengan evaluasi atas dasar kejujuran, pada tingkatan praktis secrieven tidak
terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya benar-benar
dilaksanakan, dan 3) tidak merekomendasikan bagaimana menghasilkan penilaian
kebutuhan walau pada akhirnya mengarah pada penilaian kebutuhan
Model bebas tujuan
merupakan titik evaluasi program, dimana objek yangevaluasi tidak perlu terkait
dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut, tetapi langsung kepada implikasi
keberadaan program apakah bermanfaat atau tidak objek tersebut atas dasar
penilaian kebutuhan yang ada.
F. Memanfaatkan Model Evaluasi
Munculnya benerapa
model menunjukkan bahwa pada bidang evaluasi terjadi pertumbuhan yang dinamis
sesuai dengan perkembangan ilmu da teknologi. Semula pendekatan evaluasi hanya
terbatas pada pendekatan ilmiah dan selebihnya menyatakan diluar model
pendekatan itu tidak diakui, karena kurang bisa diterima secara logika.
Sementara itu acuan yang semula hanya bertujuan sebagai tujuan yang di acu,
pada perkembangan berikutnya ternyata lain, yaitu menjadi kebutuhan msyarakat
yang juga merupakan embrio perkembangan need assesement dalam pendidikan, yang
selanjutnya digunakan sebagaiacuan evaluasi. Dibidang seni yang lebih
berorientasi pada unsur interpretasi, juga mengalami perkembangan. Eksplanasi
yang semula susah dipahami, memunculkan model evaluasi responsif atau eavaluasi
alamiah dan populer juga disebut sebagai evaluasi naturalistik dengan manusia
atau evaluator sebagai instrumen.
Seorang
evaluator hendaknya memiliki kemampuan menahami macam-macam modal seperti
tersebut diatas, kemudian memilih yang paling tepat dengna keperluan evaluasi
peserta didik dan kemudian menerapkan seacra efektif, sehingga diperoleh
informasi yang mendekati kebenaran dengan kondisi yang di pelukan oleh peserta
didik.
Titanium 3D printer | TITanium Games
ReplyDeleteIt babyliss titanium flat iron has been designed to be a titanium metal game engine, which was first developed and titanium stud earrings published by TOTO. It guy tang titanium toner can be used in 3D babyliss pro titanium hair dryer animation for 3D animation, animation,