Wednesday, October 10, 2012

Pemanfaatan Model-model Evaluasi


    A. Model Tyler
Model evaluasi yang pertama dan termasuk populer dibidang pendidikan yaitu model tyler. Model ini secara konsep menekankan adanya proses evaluasi secara langsung didasarkan atas tujuan intruksional yang telah ditetapkan bersamaan dengan persiapan mengajar, ketika seorang guru berinteraksi dengan para siswanya menjadi sasaran pokok dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan berhasil menurut para pendukung model tyler, apabila para siswa yang mengalami proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar.

Tujuan sebagai pedoman untuk dievaluasi secara konseo diajukan oleh tyler dalam monograf, basic principles of curriculum and instruction (1950), ia menyatakan bahwa proses evaluasi esensinya adalah suatu proses dan kegiatan dilakukan oleh seorang evaluator untuk menentukan pada kondisi apa tujuan bisa dicapai.

Usaha memahami tujuan hidup seorang siswa dalam proses belajar tidaklah mudah. Hal ini karena pada diri seorang siswa pada perinsipnya akan selalu terjadi perubahan, seiring dengan umur, hasil belajar dan tingkat pengalaman hidup seorang anak manusia. Dalam proses pembelajaran, tujuan perlu direncanakan oleh seorang guru , dengan perinsip bahwa untuk menentukan hasil perubahan yang diinginkan dalam bentuk perilaku siswa, seorang guru perlu melakukan evaluasi. Dengan evaluasi ini diharapkan seorang guru diharapkan seorang guru dapat menentukan derajat atau tingkat perubahan perilaku siswa yang terjadi sebagai akibat perencanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru kepada para siswa.

Jika dibandingkan dengan beberapa macam model pendekatan siswa sebagai pusat pembelajaran (pupil-centered), pendekatan pengukuran secara langsung (measurement directed approach). Pendekatan tyler memiliki model yang berbeda. Pendekatan tyler pada perinsipnya menekankan perlunya suatu tujuan dalam proses belajar mengajar. Pendekatan ini merupakan pendekatan sistematis, elegan, akurat, dan secara internal memiliki rasional yang logis. Dibanding dengan model evalusi lainnya kesederhanaan model tyler juga merupakan kelebihan tersendiri dan merupakan kekuatan konstruk yang elegan serta mencakup evaluasi kontingensi. Dalam implementasinya, model tyler juga menggunakan unsur pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel, dengan inquiri ilmiah dan melengkapi legitimasi untuk mengangkat pemahaman tentang evaluasi. Pada model tyler sangat membedakan antara konsep pengukuran dan evaluasi. Menurut tyler pengetahuan pengukuran dan pengetahuan evaluasi terpisah dan merupakan proses dimana pengukuran hanya satu dari beberapa kemungkinan salah satu cara dalam tercapainya evaluasi.

B. Model Evaluasi Sumatif dan Formatif
Model evaluasi ini, berpijak pada perinsip evaluasi model tyler. Aplikasi evaluasi sumatif dan formatif sudah banyak dipahami oleh para guru, karena model ini dianjurkan oleh pemerintah melalui menteri pendidikan dan termasuk dalam lingkup evaluasi pembelajaran dikelas. Dua model yang sangat populer dalam kaitanya dengan evaluasi pembelajaran adalah evaluasi sumatif dan formatif.

1. Evaluasi sumatif
Pada proses belajar mengajar evaluasi sumatif dilakukan oleh para evaluator untuk memperoleh informasi guna menentukan keputusan para siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. Evaluasi sumatif dilakukan oleh para guru setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan waktu tertentu, misalnya pada akhir proses belajar mengajar, termasuk juga akhir kuartal atau akhir semester. Evaluasi sumatif ini secara umum bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kaitannya dengan penguasaan materi pembelajaran materi pembelajaran yang telah diikuti selama satu proses pembelajaran.

Evaluasi sumatif ini banyak dilakukan dilembaga pendidikan formal maupun pendidikan dan latihan (diklat) yang dibiayai oleh pihak sponsor. Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai laporan pertanggung jawaban pelaksanaan proses pembelajaran, disamping juga untuk menentukan pencapaian hasil belajar yang telah diikuti oleh para siswa. Dikarenakan merupakan evaluasi tahap akhir maka fokus perhatian agar tidak bias, diarahkan pada variabel-variabel yang dianggap penting dalam satu proses pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari evaluasi sumatif ini,oleh para guru, kemudian secepatnya dianalisis guna menentukan posisi siswa dalam penguasaan materi pembelajarannya. Siswa yang memiliki dengan hasil baik dapat dikatakan berhasil dan direkomendasikan dapat melanjutkan ke jenjang kelas yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang gagal dalam pencapaian hasil belajar, diberi remidi lagi atau tetap mengulang dikelas yang sama.

2. Evaluasi Formatif
Selain evaluasi sumatif yang bertujuan menentukan derajat penguasaan materi siswa pada satu proses pembelajaran, juga ada evaluasi lain yang dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Evaluasi formatif dilakukan secara periodik melalui blok atau unit-unit dalam proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran maupu strategi pengajaran yang telah diterapkan. Pelaksanaan evaluasi ini dapat dilakukan secara kontinu atau periodik tertentu dalam satu proses belajar mengajar. Yang dimaksud periodik disini yaitu termasuk pada awal,tengah, atau akhir dari proses pembelajaran. Fokus evaluasi berkisar pada penacapaian hasil belajar mengajar pada setiap unit atau blok material yang telah direncanakan untuk dievaluasi. Informasi yang diperoleh dari evalusai formatif ini secepatnya dianalisis guna memberikan gambaran kepada guru atau administrator, tentang perlu tidaknya dilakukan program-program perbaikan bagi para siswa yang memerlukan.

C. Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan
Sesudah evaluasi sumtif dibuat, guru biasanya menetapkan nilai, skor, atau grade hasil kerja siswa. Guru sering merasa puas dalam menetapkan skor para siswa yang diajarnya, tetapi juga tidak jarang, tiap menggerutu atau kecewa karena hasil belajar para siswanya ternyata banyak yang jeblok atau dibawah rerata skor yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam memutuskan skor atau grade hasil belajar, para guru biasanya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian yaitu a) prosedur acuan patokan dan b) prosedur acuan normatif.

1. Penilaian Acuan Normatif
Penilaian acuan normatif atau PAN merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengkuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran normatif, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalamm tes yang sama  dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asa yang sama mengukur pencapaian hasil belajar seorang siswa dengan tetap membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti dalam evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran. Administrasi, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya.

2. Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan (PAP) juga sering di sebut kriterion evaluation merupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteri yang telah ditentukan lebih dahulu dalam tujuan intruksional, bukan dengan penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan intruksional.

Walaupun benar bahwa dari kedua model penilaian, guru dapat menggunakan acuan yang berbeda, dan dengan sifat-sifat yang berbeda, penilaian atas dasar acuan normatif lebih mudah dikomunikasikan dengan stakeholder yang relevan termasuk pmpinan sekolah, siswa, orang tua dan masyarakat pengguna. Kemudian bagaimana untuk kondisi tertentu misalnya pemilihan suatu jabatan dilembaga pemdidikan.


D. Model Countenance
Walaupun sudah banyak kritik terhadap evaluasi yang berorientasi pada tujuan, ternyata beberapa pendidik secara konsisten masih tetap menggunakannya sebagai acuan model yang muncul pada waktu berikutnya. Sebagai contoh, acuan evaluasi yang masih menggunakan tujuan sebagai acuan diantaranya, yaitu model stake atau jugadisebut model countenance.

Model ini secara garis besar memiliki dua kelengkapan utama yang tercakup dalam “data matrik” yaitu matrik deskripsi dan matrik keputusan. Setiap matrik dibagi menjadi dua kolom, yaitu kolom tujuan dan kolom pengamatan.

Tugas evaluator dalam kaitannya dengan data matrik countenance adalah menentukan masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan baris anteceden merupakan informasi tentang kondisi yang hidup sebelum proses belajar mengajar yang mungkin menentukan atau berkaitan dengan outcomes; baris transacition di isi dengan suatu fenomena yang ditemui yang turut menetukan hasil proses belajar mengajar: resultan pengajaran atau juga disebut terminologi faktor-faktor out put merupakan tujuan kondisi konstektual untuk perilaku guru. Ketika ketiga tingkatan tujuan diatas telah dijabarkan dan dijastifikasi dalam rasionalisasi yang jelas, maka tugas seorang evaluator untuk menspesifikasi tujuan dapat dikatakan selesai.

Pada model countenance ini yang dimaksud standart adalah patokan duga penampilan yang menjadi nilai dasar acuan. Ada dua macam standar dapat digunakan pada model countenance yaitu standar absolut dan standar relatif. Standar absolut merupakan standar yang menggambarkan satu kesatuan ide spesifik yang diatur oleh kelompok berwenagn tertentu, sebagai contoh adalah para stakeholder yang terdiri atas para pelanggan dan para pemimpin dan para pimpinan lembaga yang menggunakan hasil evaluasi. Standar relatif merupakan standar perbandingan yang melibatkan para pesaing misalnya kurikulum lain yang diarahkan denagn objektif yang sama.

E. Model Bebas Tujuan
Evaluasi model bebas tujuan ini, diajukan oleh Scrieven (1972). Menurutnya dan pendukungnya, seorang evaluator harus menghindari tujuan dan mengambil setiap tindak pencegahan. Menurut Screven evaluasi program dapat dilakukan tanpa mengetahui tujuan itu sendiri. Oleh karena itu, evaluasi perlu menilai pengaruh nyata tentang profil kebutuhan yang dilanjutkan denagn tindakan dalam pendidikan. Pendapat ini searah dengan ahli lain, yaitu Isaac (1982), yang menyatakan bahwa evaluator sebaiknya menemukan pengaruh program atas dasar kriteria yang terpisah dari kisi-kisi konsep kerja program tersebut. 

Untuk melakukan evaluasi dengan model bebas tujuan, evaluator perlu menghasilakan dua item inforamasi, yaitu a) penilaian tentang pengaruh nyata, dan b) penilaian tentang profil kebutuhan yang hendak dinilai. Jika suatu produk mempunyai pengaruh yang dapat ditunjukkan secara nyata dan responsif terhadap suatu kebutuhan, inin berarti bahwa suatu produk yang direncanakan berguna dan secara positif perlu dikembangkan; dan interpretasi sebaliknya terjadi, jika suatu produk, termasuk kegiatan belajar mengajar, tidak mempunyai pengaruh nyata pada siswannya.

Kelebihan dari model bebas tujuan di antaranya adalah pengaruh konsep pada masyarakat , bahwa tanpa mengetahui tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan, seorang penilai bisa melakukan evaluasi. Kelebihan lain dengan munculnya model bebas tujuan yang diajukan oleh secrieven, adalah mendorong pertimbangan setiap kemungkinan pengaruh tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan lain yang muncul dari produk.

Walaupun demikian yang diajukan secrieven ternyata juga memiliki kelemahan seperti berikut: 1) model bebas tujuan ini pada umumnya bebas menjawab pertanyaan penting, seperti apa pengaruh yang telah diperhitungkan dalam suatu peristiwa dan bagimana mengidentifikasi  pengaruh tersebut?, 2) walaupun ide secrieven bebas tujuan bagus untuk membantu kegiatan yang paralel dengan evaluasi atas dasar kejujuran, pada tingkatan praktis secrieven tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya benar-benar dilaksanakan, dan 3) tidak merekomendasikan bagaimana menghasilkan penilaian kebutuhan walau pada akhirnya mengarah pada penilaian kebutuhan

Model bebas tujuan merupakan titik evaluasi program, dimana objek yangevaluasi tidak perlu terkait dengan tujuan dari objek atau subjek tersebut, tetapi langsung kepada implikasi keberadaan program apakah bermanfaat atau tidak objek tersebut atas dasar penilaian kebutuhan yang ada.

F. Memanfaatkan Model Evaluasi
Munculnya benerapa model menunjukkan bahwa pada bidang evaluasi terjadi pertumbuhan yang dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu da teknologi. Semula pendekatan evaluasi hanya terbatas pada pendekatan ilmiah dan selebihnya menyatakan diluar model pendekatan itu tidak diakui, karena kurang bisa diterima secara logika. Sementara itu acuan yang semula hanya bertujuan sebagai tujuan yang di acu, pada perkembangan berikutnya ternyata lain, yaitu menjadi kebutuhan msyarakat yang juga merupakan embrio perkembangan need assesement dalam pendidikan, yang selanjutnya digunakan sebagaiacuan evaluasi. Dibidang seni yang lebih berorientasi pada unsur interpretasi, juga mengalami perkembangan. Eksplanasi yang semula susah dipahami, memunculkan model evaluasi responsif atau eavaluasi alamiah dan populer juga disebut sebagai evaluasi naturalistik dengan manusia atau evaluator sebagai instrumen.

Seorang evaluator hendaknya memiliki kemampuan menahami macam-macam modal seperti tersebut diatas, kemudian memilih yang paling tepat dengna keperluan evaluasi peserta didik dan kemudian menerapkan seacra efektif, sehingga diperoleh informasi yang mendekati kebenaran dengan kondisi yang di pelukan oleh peserta didik.


Bacaan yang Mungkin Terkait:

1 comment:

  1. Titanium 3D printer | TITanium Games
    It babyliss titanium flat iron has been designed to be a titanium metal game engine, which was first developed and titanium stud earrings published by TOTO. It guy tang titanium toner can be used in 3D babyliss pro titanium hair dryer animation for 3D animation, animation,

    ReplyDelete

free counters