Thursday, May 31, 2012

Keutamaan Puasa

A.  Pengertian Puasa
Istilah puasa secara etimologis berarti menahan diri, maksudnya diam dalam segala bentuknya, termasuk tidak berbicara Sedangkan pengertian secara terminologis, puasa adalah suatu amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat karena Allah dengan syarat dan rukun tertentu.[1]

B.  Keutamaan Puasa
Puasa banyak mengandung keutamaan-keutamaan,diantaranya telah disebutkan dalam beberapa hadits berikut :
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah, ia berkata bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: Puasa itu perisai. Apabila seseorang dari kalian berpuasa, hendaklah ia tidak berkata kejidan memodohi. Jika ada seseorang mengurangi dan mengumpatnya, maka hendaklah ia mengatakan : “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangannya”. Sesungguhnya bau mulut yang keluar dari mulut orang-orang yang berpuasalebih harum di sisi Allah dari pada minyak kasturi. Orang yang berpuasa itu meninggalkan makanan dan minuman untuk-Ku. Maka puasa itu untuk diri-Ku dan Aku sendiri yang akan memberikan pahala karenanya. Kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad Nasa’i dan Al Hakim dari Abu Umamah, ia berkata : “Aku pernah mendatangi Nabi Muhammad seraya berkata: “ Wahai Rasullullah, perintahkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan aku ke surga”. Beliau menjawab : “Hendaklah kamu berpuasa, karena puasa itu merupakan amalan yang tidak ada tandingannya”. Kemudian aku mendatangi beliau untuk kedua kalinya dan beliau berkata dengan nasihat yang sama.
Selain hadits-hadits di atas, masih banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan-keutamaan puasa[2].

C.  Dasar Hukum Puasa
1.      Puasa sebagai salah satu rukun islam
          Sebagai salah satu Rukun Islam, ibadah puasa diwajibkan bagi setiap muslim agar dilaksanakan pada setiap bulan Ramadhan.
2.      Banyaknya perintah dalam Al-Qur’an maupun Sunnah
       Dalam Al-Qur’an, perintah puasa menggunakan kata kataba, berarti kewajiban yang telah ditetapkan/dituliskan. Sebagaimana firman Allah berikut : Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Yaitu dalam beberapa hari tertentu. Maka, barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain, dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya jika mereka tidak berpuasa, membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya, dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (Al-Baqarah 183-184)
3.      Pujian dan janji Allah
         Banyak pujian dan janji Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang berpuasa. Diantaranya adalah : Laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan mereka ampunan dan pahala yang besar (QS Al-Ahzab : 35)[3]

D.  Syarat dan Rukun Puasa
Syarat wajib puasa dibagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah puasa.
1.      Syarat wajib puasa
a.       Beragama Islam
Orang kafir tidak wajib mengerjakan puasa, karena puasa adalah suatu ibadah, sedangkan orang kafir bukanlahahli ibadah, karenanya tidak berkewajiban puasa. Jika orang kafir berpuasa, maka puasanya tidak sah.
b.      Baligh
Usia laki-laki krang lebih 15 tahun, perempuan ketika sudah mendapatkan haid. Anak-anak tidak diwajibkan berpuasa
c.       Berakal sehat
Orang gila tidak diwajibkan berpuasa
d.      Suci dari haid dan nifas
Wanita yang haid dan nifas tidak diperbolehkan puasa, karena ia masih dalam keadaan berhadas besar.
e.       Mampu berpuasa
Bagi orang yang tidak mampu berpuasa, misalnya sakit, dalam bepergian, atau orang tua yang sudah tidak kuat untuk puasa, maka mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa, akan tetapi diwajibkan untuk mengqada’nya setelah selesai bulan Ramadhan.  Khusus bagi orang tua, diwajibkan untuk membayar fidyah[4].

2.      Syarat sah puasa
Syarat sah puasa terdiri dari :
a.       Islam
b.      Mumayyiz (mampu membedakan baik dan buruk)
c.       Suci dari haid dan nifas
d.      Pada waktu yang tidak terlarang untuk berpuasa[5].

3.      Rukun puasa
Rukun puasa ada dua, yaitu :
a.       Niat
Maksudnya adalah menyengaja untuk melakukan puasa. Jika puasa wajib (puasa Ramadhan) maka niatnya harus dilakukan pada malam hari (sebelum terbit fajar). Jika puasa sunnah, niatnya boleh dilakukan pada pagi hari sebelum masuk waktu dhuhur[6]
b.      Meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

E.  Hal-Hal yang Berkaitan dengan Puasa
Hal-hal yang berkaitan dengan puasa ini kami bagi menjadi tiga, yaitu :
1.      Hal-hal yang disunnahkan ketika puasa
a.       Makan sahur sesudah tengah malam walaupun sedikit
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik ra, ia berkata bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda : “Hendaklah kalian makan sahur, karena dalam sahur itu terdapat suatu keberkahan”.
b.      Mengakhiri makan sahur
Hal ini dijelaskan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Tsabit ra, ia berkata : “Kami makan sahur bersama Nabi Muhammad SAW, kemudian bangkit untuk shalat subuh. Ia ditanya tentang berapa lama diantara sahur dan shalat subuh itu, maka ia menjawab : “Kira-kira kita membaca lima puluh ayat”.
c.       Memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Barang siapa yang memberi makanan untuk berbukabagi orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala sebanyak pahala orang yang berpuasa itu tidak kurang sedikitpun”.
d.   Menyegerakan berbuka puasa jika sudah jelas masuk waktu maghrib
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad ra, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : “orang masih tetap dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka puasa”
e.    Memulai berbuka puasa dengan buah kurma atau sesuatu yang manis
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwaykan oleh At-Tirmidzi dan Abu Dawud, disebutkan bahwa : “sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berbuka puasasebelum shalat dengan beberapa butir kurma setengah masak. Kalau tidak ada maka dengan beberapa butir kurma yang masak. Kalau tidak ada maka dengan meneguk beberapa teguk air”.
f.       Berdoa waktu berbuka puasa
g.      Memelihara percakapan
Maksudnya adalah meninggalkan kata-kata kotor, misalnya berdusta, mengumpat, menggunjing, dan lain-lain. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah ra, ia berkata : “orang yang tidak meninggalkan kata-kata dusta (dalam berpuasa) dan tetap melakukannya, maka Allah tidak butuh untuk memberikan pahala karena meninggalkan makan dan minumnya.[7]
h.      Memperbanyak shadaqah khususnya di bulan Ramadhan
i.        Memperbanyak i’tikaf di masjid
j.        Melaksanakan shalat terawih dan witir pada bulan Ramadhan
k.      Memperbanyak ibadah dan berdoa
l.        Memperbanyak membaca Al-Qur’an

2.      Hal-hal yang makruh ketika puasa
a.       Berkumur-kumur berlebihan
b.      Bersikat gigi atau bersiwak setelah tergelincir marahari
c.       Mencicipi makanan sekalipun tidak di telan
d.      Memakai wangi-wangian
e.       Suntik atau berbekam
f.      Berkata kotor, keji, mencaci maki, mengumpat, bertengkar dan berkata-kata secara berlebihan
g.      Sengaja melambatkan berbuka setelah jelas masuk waktu maghrib dengan meyakini bahwa yang demikian itu adalah keutamaan

3.      Hal-hal yang membatalkan puasa
a.       Makan atau minum dengan sengaja.
Apabila makan dan minum dengan tidak sengaja tidak akan membatalkan puasa.
b.      Muntah dengan usaha yang disengaja.
Sekalipun tidak ada makanan yang kembali. Sedangkan muntah yang tidak dengan usaha atau tidak disengaja tidak akan membatalkan puasa.
c.       Datang haid atau nifas bagi yang berpuasa
Dari ‘Aisyah berkata : “kami disuruh Rasulullah saw mengqadla puasa dan tidak disuruhnya mengqadla sembahyang”. (HR Bukhari)
d.      Hilang akal karena mabuk, pingsan atau gila
Jika itu datang pada waktu siang hari, maka batallah puasa seseorang tersebut.
e.       Bersetubuh bagi suami istri atau keluar mani dengan sengaja
Suami istri yang bersetubuh sewaktu siang hari di bulan Ramadhan wajib membayar kifarat.[8]
f.       Murtad
g.      Memasukkan sesuatu(obat) lewat qubul dubur
h.      Memasukkan sesuatu ke kepala (lubang telinga)

F.  Macam-Macam Puasa
Macam puasa dibedakan menjadi :
1.      Puasa Wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilaksanakan baik itu puasa ramadhan, puasa nadzar, puasa membayar kafarat/denda dan sebagainya.
Macam-macam puasa wajib yaitu :
a.      Puasa Ramadhan
       Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman, setiap setahun sekali, yaitu pada tiap-tiap bulan Ramadhan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 183-184.
        Pada dasarnya puasa Ramadhan itu wajib dikerjakan oleh seluruh umat Islam yang mukallaf. Namun ajaran Islam memberikan keringanan kepada orang-orang yang karena sebab-sebab tertentu boleh tidak berpuasa pada saat itu, namun harus mengganti puasanya pada hari lain atau cukup dengan membayar fidyah. Adapun mereka yang diperbolehkan tidak berpuasa yaitu :
1.   Orang yang sedang sakit
Orang tersebut tidak mampu berpuasa atau mampu namun dikhawatirkan akan bertambah parah penyakitnya jika ia berpuasa. Tentang  hal ini Allah berfirman : Barang siapa diantaramu sakit atau dalam perjalanan, maka boleh berbuka dan mengqadlanya pada hari-hari yang lain. (QS Al- Baqarah : 184)
2.   Orang yang dalam perjalanan jauh
Perjalanan jauh yang dimaksudkan disini adalah perjalanan yang membolehkan seseorang mengqashar shalat. Allah berfirman : Barang siapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menhendaki kesukaran. (Al Baqarah : 185)
3.   Orang yang sudah sangat lemah dan tidak mampu berpuasa
Bagi orang tua yang sudah tidak memungkinkan lagi melakukan puasa, maka kewajiban puasanya dapat diganti dengan membayar fidyah. Firman Allah SWT : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa untuk membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin....(QS Al Baqarah 184)
4.   Wanita yang hamil atau menyusui
Orang yang sedang hamil atau menyusui anak jika khawatir akan kesehatan dirinya atau anaknya kalau ia berpuasa, maka boleh baginya tidak berpuasa, namun wajib mengqadla puasanya pada hari lain.
5.   Wanita yang sedang hamil atau nifas
Haid dan nifas merupakan dua hal yang membatalkan puasa. Karenanya, bagi wanita yang dalam keadaan haid atau nifas diharamkan berpuasa, tetapi ia wajib mengqadla puasanya itu di hari yang lain[9].

b.      Puasa Nadzar
       Nadzar artinya dalah janji. Puasa nadzar berarti puasa yang dilaksanakan karena seseorang berjanji, baik didengar orang lain maupun hanya dirinya saja yang tahu. Seseorang bernadzar tujuannya tak lain adalah untuk lebIh mendekatkan diri kepada Allah SWT.
       Puasa nadzar wajib hukumnya bagi yang bernadzar. Namun tentunya tidak melakukan puasa nadzar pada hari-hari yang terlarang berpuasa. Puasa nadzar dapat dilaksanakan kapan saja selain hari yang terlarang, begitu juga mengenai jumlah harinya, semua itu tergantung pada yang bernadzar. Sedangkan pada tata cara pelaksanaan puasa nadzar sama halnya dengan puasa fardlu lainnya, hanya berbeda pada niatnya saja.
       Seseorang bernadzar karena ada beberapa sebab, misalnya karena memperoleh karunia nikmat yang luar biasa dari Allah SWT atau karena terhindar dari bencana dan bahaya yang mengancamnya. Apabila seseorang bernadzar tetapi tidak dilaksanakan maka ia berdosa dan ia harus menebusnya dengan membayar kifarat (denda). Jenis denda sebagaimana tercantum alam Al-Qur’an, yakni memilih satu diantaranya :
1.   Memberi makan kepada sepuluh fakir miskin
2.   Memberi pakaian pada sepuluh fakir miskin
3.   Memerdekakan seorang hamba sahaya
4.   Puasa tiga hari berturut-turut[10]

c.       Puasa Kafarat
       Puasa kafarat termasuk puasa yang diwajibkan, disebabkan karena tidak dapat melaksanakan pada waktu yang telah ditetapkan, misalnya karena sakit atau bepergian. Sehingga harus menggantinya (qadla), atau karena nadzar atau karena sumpah yang tidak ditepati sehingga kepadanya dikenakan kewajiban berpuasa sebagai denda (kafarat)
Macam-macam puasa kafarat yaitu
1)   Puasa kafarat karena melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadhan. Puasa kafaratkarena pelanggaran ini adalah dua bulan (60 hari) berturut-turut. Jika tidak mampu dapat diganti dengan memberi makan kepada 60 fakir miskin (HR Jamaah)
2)   Puasa kafarat karena pembunuhan (tidak disengaja). Puasa kafarat karena pelanggaran ini adalah dua bulan (60 hari) berturut-turut, jika tidak mampu, diganti dengan memerdekakan hamba sahaya
3)   Puasa kafarat karena melakukan zhihar kepada istri. Puasa kafarat karena pelanggaran ini adalah sebanyak 60 hari berturut-turut. Jika tidak mampu, diganti dengan memerdekakan hamba sahaya, jika masih tidak mampu juga, diganti dengan memberi makan kepada 60 fakir miskin.
4)   Puasa kafarat karena melanggar sumpah. Puasa karena pelanggaran ini adalah tiga hari. Seperti janji (‘lla’)-karena muak tidak akan menyetubuhi istri sekian lama. Namun, jika masih tidak mampu, maka harus menggantinya dengan memberi makan sebanyak 10 fakir miskin.
5)   Puasa kafarat karena tidak mampu berkurban ketika melakukan haji tamatu’. Puasa kafarat (lazim disebut puasa pengganti saja) bagi orang yang tidak mampu berkurban ketika melakukan haji Tammatu’ adalah 10 hari, yaitu 7 hari ketika masih di tanah suci, dan sisanya 3 hari jika telah berada kembali ke tanah air[11].

2.      Puasa Sunnah
a.       Puasa 6 hari pada bulan Syawal
Puasa sunnah ini boleh dilakukan berturut-turut dan boleh juga tidak. Namun yang lebih utama dilakukan 6 hari berturut-turut mulai dari tanggal 2 Syawal.
b.      Puasa Senin-Kamis
Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bersabda yang artinya : Bahwa Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin-Kamis, lalu ditanyakan kepadanya apa sebabnya. Maka sabdanya: sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap hari senin dan kamis, maka Allah berkenan mengampuni setiap muslim kecuali dua orang yang bermusuhan, maka firmannya : Tangguhkanlah kedua orang itu”. (HR Ahmad)
c.       Puasa Arafah tanggal 9 Dzulhijjah
Puasa pada hari Arafah dapat meghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Dan puasa Asyuro menghapuskan dosa yang telah lalu (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
d.      Puasa As-Syuro tanggal 10 Muharam
Maksudnya adalah puasa hari Asyura pada tanggal 10 Muharam serta satu hari sebelum dan sesudahnya. Puasa pada hari Asyura itu dapat menghapus dosa satu tahun yang telah lalu.
e.       Puasa Sya’ban
Saya tidak melihat Rasululah saw melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan tida satu bulan pun yang hari-harinya lebih banyak dipuasakan nabi dari pada bulan Sya’ban
f.       Puasa Tengah Bulan
Pertengahan bulan maksudnya adalah pada tanggal 13,14,15 setiap bulan dalam bulan Hijriyah. Pada tanggal tersebut, bulan sedang purnama, sehingga dapat dijadikan sebagai perhitungan tanggal Hijriyah.
g.      Puasa pada bulan terhormat
Bulan-bulan terhormat atau bulan suci maksudnya adalah empat bulan yang dihormati, yakni Muharam, Rajab, Dzulkaidah dan Dzulhjjah
h.      Puasa Nabi Daud
Puasa nabi Daud maksudnya adalah puasa yang sering dilakukan oleh Nabi Daud, yakni berselang-seling, sehari berpuasa dan sehari berbuka.[12]
i.        Puasa Bujang
Puasa bujang yaitu yang tidak mampu untuk menikah. Rasul bersabdaBarangsiapa yang mampu memberi nafkah maka menikahlah, maka sesungguhnya akan terjaganya pandanganmu dan farjimu. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah puasa maka sesungguhnya baginya dapat terkendalinya nafsu.(H.R.Bukhari)[13]

3.      Puasa Makruh
a.       Mengkhususkan puasa pada hari jum’at
Larangan berpuasa pada hari jum’at hanya bersifat makruh. Tetapi bila telah melakukan puasa sebelumnya atau akan meakukan sesudahnya, maka hal ini dibolehkan. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“bahwa Rasulullah saw masuk ke rumah Jawairiah binti Haris pada hari Jum’at, sedang ia berpuasa. Maka Nabi bertanya : Apakah engkau berpuasa kemarin?Tidak, jawabnya. Kemudian kata Nabi, apakah besok engkau akan berpuasa? Tidak, jawabnya. Kalau begitu berbukalah”. (HR Ahmad dan Nisai)
b.      Mengkhususkan puasa pada hari sabtu
Larangan berpuasa pada hari Sabtu juga bersifat makruh. Tetapi bila puasa hari sabtu itu merupakan puasa qadla, nadzar, atau puasa sunnah yang bisa dilakukannya tidak terlarang. Nabi saw bersabda : “janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, kecuali  mengenai yang diwajibkan atasmu. Dan seandainya seseorang diantaramu tidak menemukan makanan kecuali kulit anggur atau batang katu, hendaklah dimakannya makanan itu.”[14]

4.      Puasa Haram
           Ada beberapa hari yang terlarang berpuasa. Bila melakukan puasa di hari-hari tersebut, hukumnya menjadi haram, yaitu berdosa bagi yang melaksanakannya.
Adapun hari-hari yang diharamkan berpuasa adalah :
a.       Hari tasyrik
Hari Tasyrik yakn tanggal 11, 12 dan 13 Dlulhijjah. Dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda yang artinya :
Bahwa Rasulullah saw mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling Mina untuk menyampaikan (pesan) : Janganlah kamu berpuasa pada hari ini (hari tasyrik), karena ia merupakan hari makan minum dan mengingat Allah Azza Wajallah.
b.      Puasa sepanjang masa
Puasa sepanjang masa maksudnya adalah melakukan puasa terus menerus tidak putus sepanjang tahun. Hal ini diharamkan sebgaimana sabda Nabi saw yang berarti :
“tidak berarti puasa orang yang berpuasa sepanjang masa (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim)
c.       ‘Idain (Idhul Fitri dan Idhul Adha)
Hari raya Idhul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, sedangkan Idhul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw : “sesungguhnya Rasululullah saw melarang berpuasa pada kedua hari raya. Mengenai hari raya idul Fitri, karena ia merupakan saat berbuka pada puasamu selama sebulan Ramadhan, sedangkan mengenai hari raya Idhul Adha agar kamu dapat memakan hasil kurbanmu.” (HR Ahmad dan Arba’ah)[15]
d.      Istri berpuasa sunnah tanpa izin suami
Nabi saw bersabda yang artinya : “seorang istri tidak halal berpuasa pada saat suaminya ada di rumah, kecuali mendapat izinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Seorang isteri bila akan mengerjakan puasa sunnah,  maka harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Bila mendapatkan izin,  maka bolehlah diaberpuasa. Sedangkan bila tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka puasanya haram secara syar‘i.
Dalam kondisi itu suami berhak untuk memaksanya berbuka puasa. Kecuali bila telah mengetahui bahwa suaminya dalam kondisi tidak membutuhkannya. Misalnya ketika suami bepergian atau dalam keadaan ihram haji atau umrah atau sedang beri‘tikaf. Sabda Rasulullah SAW Tidak halal bagi wanita un tuk berpuasa tanpa izin suaminya sedangkan suaminya ada dihadapannya. Karena hak suami itu wajib ditunaikan dan merupakan fardhu bagi isteri, sedangkan puasa itu hukumnya sunnah. Kewajiban tidak boleh ditinggalkan untuk mengejar yang sunnah.[16]
e.       Puasa pada hari syak
Maksud dari Syak (meragukan) adalah pada hari ke 30 bulan Sya’ban tanpa disertai terlihatnya hilal pada malam hari. Hal ini didasarkan pada ketentuan Al-Qur’an dan Hadits Nabi sawketentuan Al Qur’an (QS Al Baqarah ayat 185) menyatakan: “siapa yang menyaksikan bulan Ramadhan, maka puasalah”
Sedangkan penjelasan suatu Hadits yang artinya : “Berpuasalah karena melihat bulan, dan berbuka (berlebaran) lah karena melihat bulan pula.”
f.       Puasa untuk orang lain yang ghaib dan tidak diniatkan kepada Allah SWT
g.     Puasa yang dilakukan oleh seorang yang takut akan terjadi mudarat bagi dirinya apa bila ia berpuasa
h.      Puasa wanita haidh dan nifas 
     Wanita yang   sedang mengalami haid atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar. Apabila tetap melakukan puasa,  maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka boleh bebas makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban menggantinya di hari lain.[17]

G.   Hikmah Puasa
Diantara hikmah-hikmah yang dapat kita peroleh ketika berpuasa adalah :
a.   Dapat menjaga kesehatan manusia, baik kesehatan jasmani maupun rohani.
Menjaga kesehatan jasmani, misalnya puasa dapat membantu kesembuhan penyakit kencing manis, darah tinggi, dan maag. Sedangkan menjaga kesehatan rohani, misalnya puasa itu mengajarkan kesabaran dan pengendalian diri dan tingkah laku yang baik serta dapat menambah keimanan.
b.    Tanda terima kasih kepada Allah
Karena semua ibadah mengandung arti terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya dan tidak ternilai harganya.
c.   Dapat memberikan pendidikan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada  golongan fakir miskin.
Orang yang berpuasa pastilah merasakan betapa sakit dan pedihnya perut keroncongan karena menahan lapar dan dahaga. Dengan demikian, kita dapat mengukur kesedihan dan kesusahan orang yang sepanjang hidup berada dalam kekurangan sehingga akan timbul perasaan belas kasihan dan suka menolong kita kepada orang yang berada dalam kekurangan.
d.   Dapat memberikan pendidikan keyakinan terhadap adanya Allah SWT dengan segala peraturan-peraturan-Nya.
Dengan berpuasa seseorang pasti menyakini bahwa peraturan-peraturan atau hukum Allah adalah benar dan akan membawa kesejahteraan hidup baik di dunia dan akhirat.
e.    Dapat membangkitkan hati untuk senantiasa takut kepada Allah SWT.
Dengan berpuasa, maka terasalah seseorang rasa lapar dan dahaga, lalu nafsunya menginginkan makanan dan minuman, tetapi kesadaran bahwa dirinya sedang berpuasa mencegahnya dari menuruti keinginan nafsunya, demi mematuhi perintah Allah. Dan tumbuh perasaan takut kepada Allah.
f.     Sebagai tanda terima kasih kepada Allah SWT           
Ibadah puasa merupakan salah satu tanda terima kasih kepada Allah yang telah memberikan segala kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya. Ungkapan terima kasih diwujudkan dengan mengerjakan perintah-Nya, salah satunya adalah mengerjakan ibadah puasa.
g.    Puasa sebagai benteng atau perisai dari segala macam tipu daya setan.
Rasulullah saw bersabda yang artinya : “Puasa itu merupakan benteng. Maka jika salah seorang diantaramu berpuasa, janganlah berkata keji dan memaci maki, seandainya ada orang yang mengajak berkelahi atau mencaci maki, katakanlah “ saya sedang berpuasa” dua kali. Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada dalam genggamanNya:, Firmannya : Ditinggalkannya makan-minum dan nafsu syahwatnya karena Aku. Puasa itu adalah untukKu dan Aku sendiri yang akan memberikan ganjaran, sedang setiap kebajikan itu akan mendapat ganjaran, sepuluh kali lipat”. (HR. Bukhari dan Abu Daud).
h.    Disediakan Raiyan (surga) bagi yang berpuasa
Sebagaimana sabda Nabi Saw yang artinya : “sesungguhnya surgA itu mempunyai sebuah pintu yang disebut raiyan. Dipanggil pada hari kiamat. “hai mana orang-orang yang berpuasa? Lalu bila orang yang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itupun ditutup kembali”.( HR. Bukhari dan muslim).
      i. Membina kejujuran dan kedisiplinan[18].
 
Daftar Rujukan

[1]Labib MZ, Risalah Fiqih Islam Berkiblat pada Ahli Sunnah wal Jamaah, Bintang Usaha Jaya (Surabaya : 2006)   hal : 323
[2]Ibid...hal : 323-326
[3]Hasan Saleh. Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Rajawali Pers, (Jakarta : 2008)  hal 176-181
[4]Labib MZ, Risalah Fiqih Islam Berkiblat pada Ahli Sunnah wal Jamaah, Bintang Usaha Jaya (Surabaya : 2006)hal : 327-328
[5]Muchtamil Kastuba,Fiqih Madrasah Tsanawiyah II, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2002. Hal : 2
[6]Labib MZ, Risalah Fiqih Islam Berkiblat pada Ahli Sunnah wal Jamaah, Bintang Usaha Jaya (Surabaya : 2006)hal : 328-329
[7]Ibid.. hal : 329-331
[8]Sulaiman Rasjid, Fiqih IslamSinar Baru Algensindo, (Bandung : 2006), hal : 224-227
[9]Muchtamil Kastuba, Fiqih Madrasah Tsanawiyah II, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2002 hal : 13-16
[10]Ibid...hal : 18-20
[11]Hasan Saleh. Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Rajawali Pers, (Jakarta : 2008) hal : 196-198
[12]Muchtamil Kastuba, Fiqih Madrasah Tsanawiyah II, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2002 hal : 25-28
[13]http://luveronation.nice-forum.net/t688-puasa-sunah-makruh-dan-haram
[14]Muchtamil Kastuba, Fiqih Madrasah Tsanawiyah II, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2002 hal : 30
[15]Muchtamil Kastuba, Fiqih Madrasah Tsanawiyah II, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2002 hal : 29
[16]http://id.wikipedia.org/wiki/Waktu_haram_puasa
[17]http://id.wikipedia.org/wiki/Waktu_haram_puasa
[18]Labib MZ, Risalah Fiqih Islam Berkiblat pada Ahli Sunnah wal Jamaah, Bintang Usaha Jaya (Surabaya : 2006) hal 337


Bacaan yang Mungkin Terkait:

No comments:

Post a Comment

free counters