A. Landasan Tematik
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat
dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2)
konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran
progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan
pada pembentukan kreatifitas, pemberian
sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman
siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa
(direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini,
pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia
mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena,
pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja
dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu
proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa
ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran
humanisme melihat siswa dari segi keunikan atau kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama
berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan
kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar
memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik
tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus
mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
B. Landasan Model Kurikulum Tematik
Model kurikulum pembelajaran tematik menurut
beberap ahli kurikulum menyatakan bahwa yang termasuk di dalam pembelajaran
tematik meliputi: 1. pengorganisasian dan, 2. kualifikasinya (Trianto: 2007)
1.
Pengorganisasian
Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum pembelajaran tematik
merupakan perpaduan antara dua kurikulum atau lebih sehingga dapat menjadi satu
kesatuan yang utuh, dan dalam aplikasi pada kegiatan pembelajaran sehingga
diharapkan dapat menggairahkan proses pembelajaran serta lebih bermakna karena
dalam pembelajaran tematik dilaksanakan dengan mengaitkan dengan kegiatan praktis
sehari-hari sehingga masing-masing siswa dapat membangun pemahaman sendiri
terhadap konsep atau pengetahuan yang baru dan mereka menjadi mandiri dalam
belajar dan mampu mengolah pikiran dengan baik.
Menurut Nasution S. (dalam Nurdin, S dan Usman B,M
2003) bahwa pengorganisasian kurikulum pada umumnya setidaknya memuat tiga tipe
kurikulum pembelajaran yaitu: Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum
dan integrated curriculum.
a. Separated Subject curriculum
Dalam Tipe ini, bahan yang di kelompokkan pada
mata pelajaran yang sempit, di dalamnya anata mata pelajaran yang satu dengan
yang lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama
sekali sehingga banyak mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.
b.
Correlated
Curriculum
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukkan
adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya,
tetapi tetap memperhatikan ciri/karakteristik tiap bidang studi tersebut. Hubungabn
antara mata pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara
lain:
Pertama, Insidental, artinya secara kebetulan ada hubungan antara mata
pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Sebagai contoh; bidang studi
IPA (dibaca Sains) jugs disinggung tentang Geografi, Anthropologi, dan
sebagainya.
Kedua, hubungan yang
sangat erat. Misalnya: suatu pokok permasalahan yang diperbincangkan dalam
berbagai bidang studi.
Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan, yaitu dengan
menghilangkan batas masing-masing mata pelajaran tersebut, disebut dengan Broad Field.
Di dalam kurikulum dikenal lima macam Broad Field yaitu: 1) Ilmu Pengetahuan
Sosial, peleburan dari mata pelajaran ekonomi, koperasi, sejarah, geografi,
akutansi, dan sejenisnya. 2) Bahasa, peleburan dari mata pelajaran membaca,
tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, sastra, apresiasi, dan pengetahuan
bahasa. 3) Ilmu Pengetahuan Alam, peleuran dari mata pelajaran fisika, biologi,
kimia, astronomi (IPA), dan kesehatan. 4) Matematika, peleburan dari
aljabar, aritmatika, geometri, dan statistik. 5) Kesenian, peleburan dari seni tari, seni musik, seni suara, seni
lukis, seni pahat, dan seni drama.
Bentuk Broad
Field Curriculum memiliki
kelebihan, antara lain:
1) Menunjukkan
adanya integrasi pengetahuan kepada siswa-siswi, dimana dalam pelajaran yang
disajikan disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu.
2) Dapat
menambah interest dan minat siswa-siswi terhadap adanya hubungan antara
berbagai bidang studi.
3) Pengetahuan dan pemahaman siswa-siswi akan
lebih mendalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai bidang studi.
4) Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu
pengetahuan lebih funfsional.
5) Lebih mengutamakan pada pemahaman dari
prinsip-prinsip daripada pengetahuan dan penguasaan fakta-fakta.
Kelemahan Broad Field Curriculum antara
lain:
1)
Bahan yang disajikan tidak berhubungan
secara langsung dengan kebutuhan dan minat siwa dan siswi.
2)
Pengetahuan yang diberikan tidak
mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran.
3)
Urusan penyusunan dan penyajian bahan
tidak secara logis dan sistematis.
4)
Kebanyakan diantara guru tidak atau
kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga dapat mengaburkan pemahaman
siswa-siswi.
c.
Integrated Curriculum
Secara
istilah, integrasi memiliki sinonin dengan perpaduan, penyatuan, atau
penggabungan, dari dua objek atau lebih (Wedwaty 1990) dalam Darwin (2001). Hal
ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Poerwarminta (1997),
integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebetulan atau menjadi utuh.
Dalam
integrated curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau
topic tertentu, misalnya suatu masalah di mana semua mata pelajaran dirancang
dengan mengacu pada topik tertentu. Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan
dengan kehidupan siwa siswi di luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu
siswa siswi dalam menghadapi berbagai persoalan di luar sekolah. Biasanya
bentuk kirikulum semacam ini dilaksanakan melalui pelajaran unit, dimana suatu
unit mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa siswi yang di tuangkan
dalam entuk masalah. Untuk memecahkan masalah, pebelajar diarahkan untuk
melakukan kegiatan yang saling erkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Integrated
Curriculum menurut Nurdin, S., dan .B.M., 2003 memiliki kelebihan dan manfaat,
antara lain:
1)
Segala permasalahan yang dibicarakan
dalam unit sangat ertalian erat.
2)
Sangat sesuai dengan perkembanga modern
tentang belajar mengajar.
3)
Memungkinkan adanya hubungan antara
sekolah dan masyarakat.
4)
Sesuai dengan ide demokrasi.
5)
Penyajian ahan disesuaikan dengan
kesanggupan (kemampuan) individu, minat, dan kematangan siswa siswi baik secara
individu maupun secara kelompok.
Integrated
Curriculum menurut Nurdin, S., dan .B.M., 2003 juga memiliki kelemahan, antara
lain:
1)
Guru tidak dilatih melakukan kurikulum
semacam ini.
2)
Organisasinya tidak logis dan kurang
sistematis.
3)
Terlalu memeratkan tugas-tugas guru,
karena bahan pelajaran yang mungkin beruah setiap tahun sehingga menguah
pokok-pokok permasalahan dan juga isi/materi.
4)
Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan
ujian umum.
5)
Siswa siswi dianggap tidak mampu ikut
serta dalam menentukan kurikulum.
6)
Sarana dan prasarana yang kurang memadai
yang dapat menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.
2. Klasifikasi Pengintegrasian Tema
Pembelajaran terpadu
dibedakan berdasarkan pola pengintegrasian materi atau tema. Berdasarkan pola
tersebut, Fogarty (1991), mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model
pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model
tergambarkan); (2) the connected model (model terhubung); (3) the nested
model (model tersarang); (4) the squenced model (model terurut); (5)
the shared model (model terbagi); (6) the webbed model (model
terjaring); (7) the threaded model (model tertali); (8) the
integrated model (model terpadu); (9) the immersed model (model
terbenam); dan (10) the networked model (model jaringan).
Secara umum dari kesepuluh
model pembelajaran terpadu tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
klasifikasi pengintegrasian kurikulum, yakni: pertama, pengintegrasian
di dalam satu disiplin ilmu; kedua, pengintegrasian beberapa disiplin
ilmu; dan ketiga, pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.
1.
Pengintegrasian
di Dalam Satu Disiplin Ilmu
Model merupakan model
pembelajaran terpadu yang menautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun.
Misalnya di bidang ilmu alam, menautkan antara dua tema dalam fisika dan
biologi yang memiliki relevansi atau antara tema dalam kimia dan fisika.
Misalnya, tema metabolisme dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Begitupun
dengan tema-tema yang relevan pada bidang ilmu sosial seperti antara sosiologi
dan geografi. Jadi sifat perpaduan dalam model ini adalah hanya dalam satu
rumpun bidang ilmu saja (interdisipliner).
2.
Pengintegrasian
Beberapa Disiplin Ilmu
Model ini merupakan model
pembelajaran terpadu yang menautkan antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya
antara tema yang ada dalam bidang ilmu sosial dengan bidang ilmu alam. Sebagai
contoh, tema energi merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang
berbeda baik dalam bidang ilmu sosial (kebutuhan energi dalam masyarakat)
maupun dalam bidang ilmu alam bentuk-bentuk energi dan teknologinya). Jadi
dengan demikian jelas bahwa dalam model ini suatu tema tersebut dapat dikaji
dari dua sisi bidang ilmu yang berbeda (antar disiplin ilmu).
3.
Pengintegrasian
di dalam Satu dan Beberapa Disiplin Ilmu
Model ini merupakan model pembelajaran terpadu
yang paling kompleks karena menautkan antar disiplin ilmu yang serumpun
sekaligus bidang ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam bidang
ilmu sosial, bidang ilmu alam, teknologi maupun ilmu agama. Sebagai contoh,
tema rokok merupakan tema yang dapat dikaji dari berbagai bidang ilmu yang
berbeda. Di bidang ilmu sosial dapat dikaji dampak sosial merokok dalam
masyarakat (sosiologi), aspek pembiayaan ekonomi bagi perokok (ekonomi). Dalam
bidang ilmu alam, dapat dikaji bahaya rokok bagi kesehatan (biologi), kandungan
kimiawi rokok (kimia), unsur radioaktif (radon) dalam daun tembakau (fisika).
Sedangkan di bidang ilmu agama dapat dikaji bahwa rokok merupakan perbuatan
yang sia-sia (makruh hukumnya).
IZIN DOWNLOAD UNTUK REFRENSI MAKALAH SAYA :) TERIMAKASIH
ReplyDeletesaya juga yah gan. saya izin download utk referensi makalah saya.
ReplyDeletethanks.
IZIN DOWNLOAD UNTUK REFRENSI MAKALAH SAYA :) TERIMAKASIH
ReplyDelete