A. Karakteristik Anak
Usia Dini
Anak adalah aset
bagi orang tua dan di tangan orang tualah anak-anak tumbuh dan menemukan
jalannya. Dalam lima tahun pertama yang disebut dengan The Golden Years, seorang
anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Di masa masa inilah,
anak seyogyanya mulai diarahkan Sebagai orang tua yang proaktif, orang tua
hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan anak.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal.
Pendidikan anak usia dini (fase prasekolah) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah diantaranya pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosioemosional, kepribadian, moral dan kesadaran beragama. Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah merupakan masa keemasan sekaligus dengan masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya, masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar-dasar pengembangan fisik, bahasa, sosial, emosional, moral dan nilai-nilai agama, kognitif dan seni.
Pendidikan anak usia dini (fase prasekolah) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah diantaranya pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosioemosional, kepribadian, moral dan kesadaran beragama. Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah merupakan masa keemasan sekaligus dengan masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya, masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar-dasar pengembangan fisik, bahasa, sosial, emosional, moral dan nilai-nilai agama, kognitif dan seni.
Anak usia dini
memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral dan
sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk hidupnya,
sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan pondasi dan masa kepribadian
yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Sedemikian pentingnya usia
tersebut maka memahami karakteristik anak usia dini menjadi mutlak dan melalui
pendidikan di kelas awal perkembangan dirinya dapat dilakukan secara optimal
Anak yang berada di kelas awal SD adalah
anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa
yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.
Oleh karena itu, pada masa ini seluruh
potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara
optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas
satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan,
mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat
melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua,
dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk
dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial
anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat
menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi
dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun
antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah
dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai
belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia
kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi,
mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
B. Cara Anak Belajar
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak
memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan
lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki
struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam
pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi
(menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi
(proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek).
Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan
lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara
bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan
lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal
tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam
konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada
tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan
perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif,
bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang
unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3)
Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,
(4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep
substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan
berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga
ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar
beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui,
diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan
sebagai sumber belajar. Pemanfaatan
lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan
bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya,
keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak
memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu
memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara
berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak
belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal
yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi.
C. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses
perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan
kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu
proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak
dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman
dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan
kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan
perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull
learning) merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa
mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep,
informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam
struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep
atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep
untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan
dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi
belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali
konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara
harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan
mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru
menjelaskan.
D.
Karakterisitik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sesuai dengan tahapan
perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai sesuatu yang holistic,
sehingga pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan
menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berfikir holistik dan membuat
kesulitan bagi peserta didik. Atas dasar pemikirian di atas pembelajaran pada
kelas awal sekolah dasar yakni kelas 1, 2 dan 3 lebih jelas jika dikelola dalam
pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik.
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar,
pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1.
Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student
centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk
melakukan aktivitas belajar.
2.
Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman
langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini,
siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami
hal-hal yang lebih abstrak.
3.
Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata
pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4.
Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari
berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa
mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
5.
Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel)
dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6.
Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7.
Menggunakan prinsip belajar
sambil bermain dan menyenangkan, dalam proses pembelajaran tematik tidak
menjemukkan /membosankan bahkan dalam suasana bermain yang menyenangkan mereka
dapat memperoleh pengetahuan baru yang sangat utuh dan bermakna.
Adapun identik dengan
butir-butir tersebut diatas ,menurut depdikbud (1996) karakteristik
pembelajaran tematik tersebut adalah meliputi
holistik, bermakna, autentik,
dan aktif:
Pertama. Holistik, suatu gejala yang menjadi pusat perhatian
dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian
sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkontak-kontak ,sehingga
memungkinkan siswa-siswi untuk memahami suatu gejala /fenomena dari segala
sisi. Hal ini sebagai modal
yang sangat baik untuk menjadi lebih
bijak menyikapi setiap yang dia hadapi atau alami.
Kedua. Bermakna, memungkinkan terbentuknya suatu jalinan antar konsep yang saling
berhubungan atau disebut juga skemata , sehingga dapat menambah kebermaknaan
materi yang dipelajari.
Ketiga. Autentik, siswa-siswi mempelajari suatu konsep danprinsip melalui kejadian
langsung yang dilaksanakan dalam proses kegiatan pembelajaran, misalnya
kegiatan eksperimen . guru lebih berperan sebagai fasilitator dan siswa-siswi
sebagai aktor langsung dalam kegiatan tersebut untuk mencari dan memperoleh
informasi dan pengetahuan.
Keempat. Aktif, pembelajaran lebih menekankan pada aktifitas siswa-siswi secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional melalui tema tertentu yang sesuai
dengan hasrat, minat, dan kemampuanya, sehingga ia termotivasi untuk terus
menerus belajar .
E.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik
mempunyai karakteristik terpusat pada siswa-siswi, memeberikan pengalaman
langsung , pemisahan antar mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep
dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, bersifat
fleksibel (luwes), hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa-siswi,
menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Dari karakteristik
tersebut, pembelajaran tematik mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Beberapa kelemahan dan
keunggulan pembelajaran tematik dibandingkan model pembelajaran konvensional.
Adapung Keunggulannya sebagaimana yang di sampaikan Saud, (2006) antara lain:
1.
Mendorong
guru untuk mengembangkan kreatifitas, sehingga guru ditunutut untuk memiliki
wawasan, pemahaman, dan kreatifitas tinggi karena adanya tuntutan untuk
memahami keterkaitan antara satu pokok bahasan (subtansi) dengan pokok bahasan
lain dari berbagai mata pelajaran. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan
analitik, dan kemampuan analitik, dan kemampuan kategorik agar dapat memahami
keterkaitan atau kesamaan material maupun metodologik suatu pokok bahasan.
2.
Memberikan
peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh,
menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan keinginan dan kemampuan guru
maupun kebutuhan dan kesiapan siswa-siswi. dalam kaitan ini, pembelajaran terpadu
memberikan peluang terjadinya pengembagan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan tema atau pokok bahasan yang disampaikan.
3.
Mempermudah
dan memotivasi siswa-siswi untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami
keterkaitan atau hubungan antar konsep, pengetahuan, nilai, dan tindakan yang
terdapat dalam beberapa pokok bahasan atau bidang stadi .dengan menggunakan
model pembelajaran terpadu, serta psikologik, siswa-siswi digiring berfikir
luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan-hubungan konsep
pembelajaran tematik yang disajikan oleh guru. selanjutnya siswa-siswi akan
terbiasa berfikir terarah ,teratur, utuh dan menyeluruh,sistematik, dan,
analitik.
4.
Menghemat
waktu, tenaga, dan sarana serta biaya pembelajaran, disamping menyederhanakan
langkah-langkah pembelajaran. Hal tersebut terjadi karena proses
pemaduan atau penyatuan sejumlah unsur
tujuan, materi maupun langkah pembelajaran yang dipandang memiliki
kesamaan atau keterkaitan.
Pembelajaran tematik memiliki beberapa kelemahan yaitu:
1
Dilihat dari aspek guru, model ini menuntut tersedianya peran
guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, kreativitas tinggi, ketrampilan
metodologik yang handal, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan
berani mengemas dan mengembangkan materi. Akibat akademiknya, guru dituntut
untuk menggali informasi atau pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang
diajarkan, salah satu srateginya harus membaca literatur (buku) secara mendalam.
tanpa adanya seperti di atas, model pembelajaran tematik sulit diwujudkan.
2
Dilihat dari aspek siswa-siswi,
pembelajaran tematik termasuk memiliki peluang untuk pengembangan kreatifitas
akademik, yang menuntut kemampuan belajar siswa-siswi yang relatif “baik”, baik
dari aspek intelegensi maupun kreatifitasnya. hal tersebut terjadi karena model
ini menekankan pada pengembangan kemampuan analitik (menjiwai), kemampuan
asosiatif (menghubung-hubungkan), dan kemampuan eksploratif dan eloboratif
(menemukan dan menggali ). bila kondisi diatas tidak termiliki maka sangat
sulit pembelajaran model diterapkan .
3
Dilihat dari aspek sarana dan sumber
pembelajaran , pembelajaran tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber
informasi yang cukup banyak dan berguna, seperti yang dapat menunjang dan
memperkaya serta memper mudah mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang
diperlukan. dengan demikian jika pembelajaran tematik ini hendak dikembangkan
maka perpustakaan perlu dikembangkan pula secara bersamaan. bila keaadaan yang
dituntut tersebut tidak dapat terpenuhi agak sulit menerapkan pembelajaran
tematik .
4
Dilihat dari aspek kurikulum,
pembelajaran tematik memerlukan jenis kuri kulum yang terbuka untuk
pengembangannya. Kurikulum harus bersifat luwes, dalam arti kurikulum yang
beroriensi pada pencapaian pemahaman siswa-siswi terhadap materi(bukan
berorientasi pada penyampaiantwrget materi), kurikulum yang memberikan
kewenangan sepenuhnya pada guru untuk pengembanganya baik dalam materi, metode,
maupun penilaian dan pengukuran keberhasilan pembelajaranya.
5
Dilihat dari sistem penilaian dan
pengukurannya, pembelajaran tematik tersebut membutuhkan system penelitian dan
pengukuran (objek, indicator, dan prosedur) yang terpadu dalam arti sistem yang
berusaha menetapkan keberhasilan belajar siswa-siswi dilihat dari mata pelajaran yang terkait,
atau dengan kata lain, hasil belajar siswa- siswi merupakan kumpulan dan
panduan penguasaan dari berbagai materi yang disatukan /digabung dalam kaitan
ini guru disamping dituntut mampu menyediakan tknik dan prosedur pelaksanaan
penilaian dan pengukuran yang terpadu, juga ditunutut melakukan kordinasi
dengan guru lain bila ternyata materi tersebut diajarkan dalam beberapa mata
pelajaran oleh guru yang berbeda . ketiadaan system evaluasi dan pengukuran
seperti itu ,kemungkinan sekali penilaian tidak bisa dilakukan secara absah dan
trpercaya sesuai dengan tuntutan tujuan yang ditetapkan .
6
Dilihat dari segi suasanadan penekanan
proses pembelajaran , pembelajaran tematik berkecenderungan mengakibatkan
“tenggelamnya” pengutamaan salah atu ataulebih mata pelajaran. dengan kata
lain, ketika seorang guru mengajarkan sebuah tema atau pokok bahasan, maka guru
tersebut berkecenderungan lebih mengutamakan, menekankan , atau mengintensifkan
subtansi gabungan tersebut sesuai pemahaman, selera dan subjektifitas guru itu
sendiri . secara kurikuler, akan terjadi pendominasian terhadap materi
tertentu, serta sebaliknya sekaligus terjadinya proses pengabaian terhadap
materi tertentu, serta sebaliknya sekaligus terjadi proses pengabaian terhadap
materi /mata pelajaran lain yang dipadukan.
No comments:
Post a Comment