A. Istilah-istilah
dalam Pelaksanaan Tes
Sebelum sampai pada
uraian yang lebih jauh, maka akan di terangkan dahulu arti dari beberapa istilah-istilah
yang berhubungan dengan tes ini.
1. Tes
Tes merupakan alat atau
prosedur yang di gunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana,
dengan cara dan aturan-atutran yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini
tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu huruf
di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan
tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.
2. Testing
Testing merupakan saat pada
waktu tes di laksanakan. Dapat juga di katakana testing adalah saat pengambilan
tes
3. Testee
Testee adalah responden yang
sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang akan di nilai atau di ukur,
baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian, dan sebagainya.
4. Tester
Tester adalah prang yang
diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan
kata lain tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang di
tunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya).
Tugas tester antara lain:
a.Mempersiapkan ruangan dan
perlengkapan yang di perlukan.
b.Membagikan lembaran tes dan
alat-alat lain untuk mengerjakan.
c. Menerangkan cara mengerjakan
tes.
d. Mengawasi responden mengerjakan
tes.
e. Memberikan tanda-tanda waktu.
f. Mengawasi responden mengerjakan
tes.
g. Mengisi berita acara atau
laporan yang diperlukan (jika ada)[1].
B. Teknik
Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Di tinjau dari
bentuk pelaksanaannya, tes dapat di bagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Tes tertulis
2. Tes lisan
3. Tes perbuatan (performance
test)[2].
Pada tes tertulis,
soal-soal tes di tuangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis.
Pada tes lisan, soal-soal di ajukan secara lisan dan di jawab secara lisan
pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes di ajukan secara lisan dan dalam
waktu yang di tentukan, jawaban harus di buat secara tertulis. Adapun pada tes
perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus di
laksanakan oleh testee, dan cara penilaianya dilakukan terhadap proses
penyelesaian tugas dan hasil akhir yang di capai setelah testee melaksanakan
tugas tersebut[3].
C. Prosedur
Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan
tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagaimana
di kemukakan berikut ini.
1. Agar dapat mengerjakan soal tes
para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya
tes di pilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan
lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila di luar ruangan tes di
pasang papan bemberitahuan.
2. Ruangan tes harus cukup
longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk di atur dengan jarak tertentu
yang memungkinkantercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
3. Ruangan tes sebaiknya memiliki
system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap atau
remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca soal dan menuliskan
jawabanya, juga menyulitkan bagi tester atau pengawas tes dalam menunaikan
tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan mata,
disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat
menjadi letih.
4. Jika dalam ruangan tes tidak
tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas empat penulis, maka sebelum
tes di laksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat
dari triplex, hardboard atau bahan lainya, sehingga testee tidak harus
menuliskan jawaban soal tes yang di letakkan di atas paha sebagai alas
tulisnya.
5. Agar testee dapat memulai
mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes di
letakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca
dan mengerjakan soal lebih awal dari pada teman-temanya. Dalam hubungan ini
testee harus di beri tahu bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes
setelah tanda waktu bekerja di lakukan.
6. Dalam mengawasi jalanya tes,
pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak,
terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu konsentrasi
testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi sehingga
dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang
(kerja sama dengan testee lainya, atau menyontek). Jika pengawas tes lebih dari
satu orang, sebaiknya jangan terlalu banyak bercakap-cakap yang dapat
mengganggu ketenangan tes. Dengan demikian pelaksanaan tes hasil belajar akan
berlangsung tidak terlalu longgar dan tidak pula terlalu mencekam.
7. Sebelum berlangsungya tes,
hendaknya sudah di tentukan terlebih dahulu sanksi yang dapat di kenakan kepada
testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa tindakan mengeluarkan
testee dari ruangan tes dan karenanya tesnya di anggap gugur, atau dengan jalan
membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut, atau menuliskan
kata “curang” di atas kertas pekerjaan estee yang berbuat curang itu.
8. Sebagai bukti mengikuti tes,
harus di siapkan daftar hadir yang harus di tanda tangani oleh seluruh peserta
tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya di usahakan agar tidak
mengganggu ketenangan jalanya tes.
9. Jika waktu yang telah di
tentukan telah habis, hendaknya testee di minta untuk menghentikan pekerjaanya
dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester atau pengawas tes hendaknya
segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti,
apakah jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan jumlah testee yang
tercantum dalam daftar hadir tes.
10. Untuk mencegah timbulnya berbagai
kesulitan di kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan tes harus di tuliskan
secara lengkap, berapa orang estee yang hadir dan siapa yang tidak hadir,
dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan
sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau
kelainan-kelainan harus di catat dalam berita acara pelaksanaan ter tersebut[4].
D. Prosedur
Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk
praktis ini kiraya dapat dipergunakan sebagagai pegangan dalam pelaksanaan tes
lisan.
1. Sebelum tes lisan di
lakasanakan seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi sebagai jenis soal
yang akan di ajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lissan
dapat di harapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun
kontruksinya.
2. Setiap butir soal yang telah di
tetapkan untuk di ajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus
pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya. Karena para tester atau evaluator
berasal dari latar belakang kailmuan yang berbeda-beda dengan berbagai nilai
dan pandangan dasar yang berbeda pula[5]. Hal
ini di maksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam
memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka berikan dalam
tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban
panjang lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut
testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang di
tentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubunganya dengan soal
yang di ajukan kepada testee.
3. Jangan sekali-kali menentukan
skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan.
Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat di tentukan di saat
masing-masing testee selesai dites. Hal ini di maksudkan agar bemberian skor
atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak di pengaruhi
oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
4. Tes hasil belajar yang di
laksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah
dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa menyadari bahwa testee
yang ada di hadapanya adalah testee yang sedang “diukur” dan “dinilai” prestasi
belajarnya setelah nereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian apabila terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh testee yang
sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah di tentukan, namun sebenarnya
tidak dapat disalahkan atau tidak sepenuhnya salah, cukup di berikan skor atau
nilai dan tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat mengakibatkan
kegiatan evaluasi berubah menjadi kegiatan diskusi.
5. Dalam rangka menegakkan prinsip
objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang di laksanakan secra lisan
itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angina segar” atau
“memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat, atau kode tertentuyang
sifatnya menolong testee tertentu alasan “kasihan” karena tester menaruh “rasa
simpati” kepada testee yang di hadapinya itu. Menguji pada hakekatnya adalah
“mengukur” dan bukan “membimbing” testee.
6. Tes lisan harus berlangsung
secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tas lisan itu
mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut,
gugup, atau panic di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata yang halus,
bersifat sabar dan tidak emosional. Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya
“menteror”, yang meimbulkan tekanan psikis pada testee, haruslah di cegah.
7. Sekalipun acapkali sulit untuk
diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang
pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes
dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
Harus diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu, antara testee yang
satu dengan testee yang lain.
8. Pertanyaan-pertanyaan yang di
ajukan dalam tes lisan hendaknya di buat bervariasi, dala arti bahwa inti
pesoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaanya dibuat
berlainan atau beragam. Hal ini dimaksudkan agar testee yang dites lebih akhir
(karena sudah memnperoleh informasi dari testee yangyang telah dites
terdahulu), jangan sampai memperoleh nasib yang lebih mujur ketimbang testee
yang dites lebih awal.
9. Sejauh mungkin dapat diusahakan
agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu). Hal ini di
maksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain. Misalnya apabila
dalam tes lisan itu secara serempak tester berhadapan dengan dua orang testee
atau lebih dan pertanyaan yang sedang di ajukan kepada testee yang mendapat
kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat di jawab oleh testee berikutnya, maka
mental testee yang belum di tes itu akan menjadi menurun, sehingga akan
mempengaruhi jawaban-jawaban berikutnya. Selain itu hal tersebut diatas juga
dimaksudkan agar tidak memberikan “angin segar” kepada testee yang belum dites,
sebab mereka mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk menyiapkan jawabannya
ketimbang testee yang sedang atau sudah selesai dites[6].
E. Prosedur
Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada
umumnya di gunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat ketrampilan
(psikomotorik), dimana penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas
dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes ini
bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini di
laksanakan secara individual. Hal ini di maksudkan agar masing-masing individu
yang dites akan dapat di amati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan
atau keterampilanya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada
masing-masing individual tersebut.
Dalam melaksanakan
tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester.
1. Tester harus mengamati dengan
teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang di
tentukan.
2. Agar dapat di capai kadar
obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya testr jangan berbicara atau berbuat
sesuatu yang data mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tesebut.
3. Dalam mengamati testee yang
sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instumen
berupa lembar penilaian yang di dalamya telah ditentukan hal-hal apsajkah yang
harus di amati dan di berikan penilaian[7].
[1]Suharsimi, Arikunto. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 53-54
[2]M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 110
[3]Anas, Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
PT Grafindo Persada. Hlm 151
[4]M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip….Hlm 151-153
[5]Djuju, Sudjana. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah
Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. Hlm 278
[6]M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip…Hlm 154-156
[7]Ibid. Hlm 156-157
No comments:
Post a Comment