Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
A. Landasan Perubahan KBK ke KTSP
Apa
sebenarnya kurikulum berbasis kompetensi atau KBK? Puskur (2002) menyatakan
bahwa KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut
menyiratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh
kompetensi dan kecerdasan yang mumpuni dalam membangun identitas budaya dan
bangsanya. Dalam arti, melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki
kompetensi atau kemampuan akedemik yang baik, keterampilan untuk menunjang
hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji, pembentukan karakteryang
kuat, kebiasaan hidupyang sehat, semangat bekerja sama yang kompak, dan
apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
serta kompetensi dasar yang dikem¬bangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). KTSP disusun dan dikembangkan sebagai berikut: (1) Pengembangan
kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan
Pen¬didikan Nasional; (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan pe¬serta didik.
Dasar
yuridis perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 yaitu :
•
Evaluasi Kurikulum 1994
•
UUD 1945, GBHN, UU No. 22 tahun 1999
•
PP No. 25 tahun 2000
•
UU No. 20 tahun 2003
Sedangkan
KTSP dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
•
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
•
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
•
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
•
Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksana¬an permendiknas no. 22 dan 23.
B. Fungsi dan Tujuan KTSP
Tujuan satuan pendidikan harus berorientasi pada tujuan pendidikan
dasar, visi dan misi sekolah.Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kpribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.Visi sekolah adalah
gambaran sekolah yang dicita-citakan di masa depan. Visi sekolah
merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan di masa yang akan
dntang. Visi sekolah harus berorientasi pada tujuan pendidikan dasar dan tujuan
pendidikan nasional.Visi mencerminkan profil dan cita-cita sekolah/madrasah
yang:
•
berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi kekinian
•
sesuai dengan norma, nilai, dan harapan masyarakat
•
ingin mencapai keunggulan
•
mendorong semangat dan komitmen selumh warga sekolah/madrasah
•
mendorong adanya perubahan yang lebih baik
•
mengarahkan langkah-langkah strategis (misi) sekolah/madrasah
Misi
sekolah merupakan tindakan strategis yang akan dilaksanakan untuk mencapai visi
sekolah. Misi sekolah memiliki ciri-ciri: 1) berbentuk layanan untuk memenuhi
tuntutan visi, 2) berupa rumusan tindakan sebagai arahan untuk mewujudkan visi.
Tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah tahapan atau langkah untuk
mewujudkan visi sekolah dalam jangka waktu tertentu. Tujuan tingkat satuan
pendidikan merupakan rumusan mengenai apa yang diinginkan pada kurun waktu
tertentu.
C. Kompetensi umum Bahasa Indonesia MI
Depdiknas (2002)
mengemukakan hahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memiliki kompetensi
sebagai berikut:
• Menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
• Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
• Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
• Penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
• Sumbcr belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
• Sumbcr belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
• Penilaian
menekanhan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu
pencapaian suatu kompetensi. Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya
dapat diiden¬tifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi,
yaitu: (1) sistem belajar dengan modul; (2) menggunakan keseluruhan sumber
belajar; (3) pengalaman lapangan; (4) strategi individual personal; (5)
kemudahan belajar; dan (6) belajar tuntas.
D. Lingkup Pembelajaran
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia
mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi
aspek-aspek sebagai berikut.
1. Mendengarkan
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis.
E. Pendekatan dan Pengorganisasian Meteri
Bagaimanakah seharusnya materi pembelajaran bahasa
Indonesia diorganisasikan? Untuk penjawab pertanyaan tersebut, berikut saran
teoritisnya.
1.Pembelajaran bahasa Indonesia dibangun dari kerja sama antara guru dan siswa. Kerja sama itu terbentuk dalam ‘penyepakatan’ bersama tentang kompetensi, tujuan, dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Inisiator pembuka dan penutup kelas bahasa Indonesia adalah guru, yaitu melalui pernyataannya tentang akan dimulainya topik tertentu, kegiatan yang dipilih, atau diakhirinya topik yang baru dibahas. Atas dasar itu, di masa yang akan datang disarankan agar inisiator berpindah ke siswa, agar tercipta kelas bahasa Indonesia yang ‘hidup’.
1.Pembelajaran bahasa Indonesia dibangun dari kerja sama antara guru dan siswa. Kerja sama itu terbentuk dalam ‘penyepakatan’ bersama tentang kompetensi, tujuan, dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Inisiator pembuka dan penutup kelas bahasa Indonesia adalah guru, yaitu melalui pernyataannya tentang akan dimulainya topik tertentu, kegiatan yang dipilih, atau diakhirinya topik yang baru dibahas. Atas dasar itu, di masa yang akan datang disarankan agar inisiator berpindah ke siswa, agar tercipta kelas bahasa Indonesia yang ‘hidup’.
2.Oleh karena yang terjadi selama ini PBI lebih mengutamakan pada
pengetahuan tentang bahasa (form-focused). Atas dasar itu, di masa yang akan
datang disarankan agar guru menciptakan kelas menekankan pada pemerolehan
bahasa yang sesungguhnya.
3. Oleh karena selama ini sudah menjadi tradisi guru memberikan latihan
yang bersifat diskret terhadap salah satu aspek tata bahasa, pada masa yang
akan datang disarankan agar guru membangun real-world tasks, yaitu pembelajaran
yang berisi contoh ujaran bahasa Indonesia dari wacana autentik dan aktual.
Harapannya, input yang diterima siswa adalah input bermakna (comprehensible
input), bukan semata-mata input yang direkayasa (modified input).
4.Selama ini, arah interaksi yang tercipta dalam pembelajaran bahasa
Indonesia adalah interaksi searah, yaitu dari guru ke siswa, yaitu ‘guru
bertanya, siswa menjawab’. Selanjutnya disarankan agar guru mengembangkan
interaksi kelas dengan multiarah sehingga tercipta ‘transactional tasks’, yaitu
task yang penuh dengan penyampaian ide, perdebatan, menyampaikan opini melalui
tulisan.
Berikut ini saran teoritis untuk guru dalam mengorganisasikan materi pembelajaran bahasa Indonesia, berdasarkan hasil riset pemerolehan bahasa kedua.
Berikut ini saran teoritis untuk guru dalam mengorganisasikan materi pembelajaran bahasa Indonesia, berdasarkan hasil riset pemerolehan bahasa kedua.
1.Difokuskan pada ‘pemerolehan bahasa (acquisition)’, bukan pembelajaran
bahasa (learning).Pemerolehan bahasa merupakan proses yang tidak disadari oleh
pembelajar bahasa, sedangkan pembelajaran merupakan proses yang disadari. Dalam
proses pemerolehan bahasa, siswa tidak mengalami suatu proses pengajaran
tentang pengetahuan linguistik atau tatabahasa secara sadar. Dalam belajar
bahasa, sebenarnya secara sadar siswa mengalami pengajaran tentang pengetahuan
linguistik atau tatabahasa, tetapi yang digunakan dalam berbahasa adalah justru
hasil yang tidak disadari.
2.Menciptakan situasi yang alamiah, Pemerolehan bahasa dilaksanakan secara
alamiah, sedangkan pembelajaran bahasa dilaksanakan secara tidak alamiah atau
artifisial. Penutur bahasa semata-mata memperhatikan pesan yang disampaikan,
bukan bentuk ujarannya. Oleh karena itu, kaidah yang diendapkan adalah kaidah
implisit. Jadi, guru menghindari ceramah tentang ‘tata bahasa’. Ingat,
pernahkah seorang ibu mengajarkan tata bahasa pada anaknya umur tiga tahun?
Tahu-tahu, umur empat tahun ia sudah bida berbahasa pertama dengan lancar!
Mengapa hal itu tidak kita tiru?
3.Difokuskan pada latihan terus-menerus sebagai penajaman, Bahan
penajaman yang dimaksudkan adalah latihan-latihan yang berupa tugas
bercakap-cakap (berbicara), membaca sebanyak-banyaknya, menulis terus-menerus,
dan menggali informasi melalui mendengarkan. Latihan-latihan yang diberikan
selain diberi porsi yang lebih banyak juga harus memberi motivasi yang
menyenangkan untuk berlatih terus-menerus. Dengan demikian, kelas bahasa harus
memberikan pajanan yang cukup untuk terjadinya proses pemerolehan bahasa,
dengan memperbanyak latihan-latihan berbahasa yang produktif. Wujudnya dengan
memperluas materi ketrampilan berbahasa praktis dan aktual, baik dalam
pengembangan kosa kata, mendengarkan, membaca, bercakap-cakap, dan menulis.
4.Memberi prioritas atau penekanan pada materi yang paling berguna atau
dibutuhkan siswa dalam berbahasa, sesuai dengan tujuan belajar bahasanya.
Jika ketentuan ini diikuti, maka apa yang diajarkan akan menjadi masukan yang bermakna. Dalam kurikulum hal itu sudah ditegaskan, bahwa pengajaran bahasa untuk berlatih berbahasa, bukan belajar tentang bahasa. Dalam mengorganisasikan materi, guru harus mempertim-bangkan kriteria berikut.
Jika ketentuan ini diikuti, maka apa yang diajarkan akan menjadi masukan yang bermakna. Dalam kurikulum hal itu sudah ditegaskan, bahwa pengajaran bahasa untuk berlatih berbahasa, bukan belajar tentang bahasa. Dalam mengorganisasikan materi, guru harus mempertim-bangkan kriteria berikut.
1.Pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam
komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian
materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi
sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa yang sangat linguistis.
2.Kebutuhan berbahasa nyata siswa harus menjadi prioritas guru.
Bahan-bahan pembelajaran disarankan bersifat otentik.
3.Siswa diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa,
baik lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan melalui bahasa.
4.Kelas diharapkan menjadi masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang
produktif. Tidak ada peran guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai ‘pemicu’
kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu atau
pemberi informasi pengetahuan bahasa agar dihindari.
5.Tugas-tugas (task) dalam pembelajaran bahasa dijalankan secara
bervariasi, berselang-seling, dan diperkaya, baik materi maupun kegiatannya.
Harus diingat bahwa kegiatan berbahasa itu tak terbatas sifatnya. Membaca
artikel, buku, iklan, brosur; mendengarkan pidato, laporan, komentar, berita;
menulis surat, laporan, karya sastra, telegram, mengisi blangko; berbicara
dalam forum, mewawancarai, dan sebagainya adalah contoh betapa luasnya
pemakaian bahasa itu. Dalam konteks teori pembelajaran umum, pengorganisasian
materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar dan menengah harus
menekankan pada hal-hal sebagai berikut.
1.Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), yaitu suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi
dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk
pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai
isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang
berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan mempresentasikan penemuannya
kepada orang lain (Moffitt, 2001).
2.Pengajaran Otentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan
pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia
mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam
konteks kehidupan nyata.
3.Belajar berbasis Inquiri (Inquiry-Based Learning) yang membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan
untuk pembelajaran bermakna.
4.Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning) yang
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar
siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah
autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk
bekerja secara mandiri dalam mengkonstruk (membentuk) pembelajarannya, dan
mengkulminasikannya dalam produk nyata.
5.Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja
untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi
tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja
atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa.
6.Belajar Berbasis Jasa-layanan (Service Learning) yang memerlukan
penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat
dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan
tersebut, jadi menekanka hubungan antara pengalaman jasa-layanan dan
pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan
praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk
memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan
kegiatan lainnya.
7.Belajar Kooperatif (Cooperative Learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar
Cuplikan dari Buku Naskah Akademik Bhs Indonesia, Pusat Kurikulum Depdiknas.
Cuplikan dari Buku Naskah Akademik Bhs Indonesia, Pusat Kurikulum Depdiknas.
F. Rambu-rambu Pembelajaran
Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta
didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengem¬bangan diri difasilitasi
dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Dan dalam memberi kebebasan
guru juga harus memberikan rambu-rambu pembatas antara lain:
(1) Beban belajar
dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, baik kategori standar maupun mandiri,
(4) Jam pembelajaran
untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera
dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah mak¬simum
empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam
pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai
kompetensi.
(5) Alokasi waktu
untuk penugasan terstruktur dan kegiatan man¬diri tidak terstruktur dalam
sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0%-40%, SMP/MTs/SMPLB 0%-50% dan SMA/MA/SMALB/
SMK/MAK 0%-60% dan waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.
Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik
dalam mencapai kompetensi.
(6) Alokasi waktu
untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap
muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.Ketuntasan
belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar
berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator
75%. Satuan pendidikan harus menentukan criteria kettuntasan minimal dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas
kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran.
G. Kompetensi dasar, Hasil belajar dan Indikator
KELAS: III (TIGA)
·
Mendengarkan
Standar Kompetensi: Mampu
mendengarkan dan memahami ragam wacana lisan melalui mendengarkan
penjelasan petunjuk, baik petunjuk verbal maupun symbol dan mendengarkan
pembacaan cerita dan teks drama.
KOMPETENSI DASAR
|
HASIL BELAJAR
|
INDIKATOR
|
MATERI POKOK
|
Mendengarkan
penjelasan tentang petunjuk melakukan atau membuat sesuatu
|
Menjelaskan
petunjuk melakukan atau membuat sesuatu, kemudian menanggapi secara verbal
dengan kalimat sederhana
|
·
Penjelaskan petunjuk
melakukan sesuatu atau membuat sesuatu sesuai yang didengar.
·
Menanggapi penjelasan
secara verbal dengan sungguh-sungguh
|
Teks berisi
petujuk tentang pembuatan sesuatu (untuk di bacakan oleh guru)
|
Mendengarkan
penjelasan tentang simbul/lambang lalu lintas
|
Menjelaskan
simbol/lambang lalu lintas, baik secara lisan maupun secara tertulis
|
·
Menjelaskan arti
tanda/ lambang lalu lintas kepada orang lain secara lisan maupun tertulis
|
Gambar/tanda
lalu lintas
|
Mendengarkan
penbacaan cerita dan kemudian menanggapi tokoh-tokohnya.
|
Menanggapi
tokoh-tokoh dalam cerita dari mendengarkan pembacaan cerita
|
·
Menjelaskan rangkaian
sebab akibat yang di alami yokoh-tokohnya
·
Memberikan tanggapan
terhadapp watak tokoh-tokoh dalam cerita
|
Teka cerita
(yang mengandung watak beberapa tokoh cerita)
|
Mendengarkan
pembacaan teks drama
|
Menjelaskan
isis teks drama yang di bacakan guru atau teman kemudian memerankan
tokoh-tokohnya
|
·
Menyebutkan nama-nama
tokoh dalam drama
·
Menjelaskan isi teks
drama
·
Memerankan tokoh dalam
drama
|
Teks drama anak
|
No comments:
Post a Comment