Istilah
konflik akan membawa suatu kesan dalam fikiran seseorang bahwa dalam hal
tertentu terdapat suatu pertikaian, pertentangan antara beberapa orang atau
kelompok orang-orang, tidak adanya kerja sama, perjuangan satu pihak untuk
melawan pihak lainya, atau suatu proses yang berlawanan (opposition process).
Konflik dalam lesan semacam ini, walaupun kenyataanya ada yang bias terjadi dalam administrasi negara kita, tampaknya membuat banyak orang menghindarinya. Sebagian karena hal tersebut tidak sesuai dengan cita-cita adanya keselarasan, keseimbangan dan keserasian. Sebagian lainya, banyak orang tidak mau berkonflik dengan orang lain, kerena konflik meninbulkan banyak musuh. Tetapi bagaimana kalau suatu ketika konflik itu timbul dalam kantor organisasi, atau departemen tempat kita bekerja? Di sinilah relevansinya fungsi seorang pemimpin untuk bisa mengatasi konflik yang tidak di senangi tetapi bisa timbul sewaktu-waktu.
Konflik dalam lesan semacam ini, walaupun kenyataanya ada yang bias terjadi dalam administrasi negara kita, tampaknya membuat banyak orang menghindarinya. Sebagian karena hal tersebut tidak sesuai dengan cita-cita adanya keselarasan, keseimbangan dan keserasian. Sebagian lainya, banyak orang tidak mau berkonflik dengan orang lain, kerena konflik meninbulkan banyak musuh. Tetapi bagaimana kalau suatu ketika konflik itu timbul dalam kantor organisasi, atau departemen tempat kita bekerja? Di sinilah relevansinya fungsi seorang pemimpin untuk bisa mengatasi konflik yang tidak di senangi tetapi bisa timbul sewaktu-waktu.
Sebagaimana
disadari bersama bahwa dalam diri seseorang biasanya terdapat hal-hal berikut
ini:
1) Sejumlah
kebutuhan dan peranan yang bersaing.
2) Beraneka
macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan
itu terlahirkan.
3) Banyaknya
bentuk halangan-halangan yang bias terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4) Terdapatnya
baik aspek-aspek yang positif dan negative yang menghalangi tujuan-tujuan yang
di inginkan.
Hal-hal
yang di sebutkan di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkunganya
acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik di biarkan, maka akan menimbulkan
keadaan yang tidak menyenangkan. Walaupun pada hakikatnya konflik bersumber
dari kepentingan seseorang yang bergesek dengan kepentingan orang lain, akan
tetapi konflik antar kelompok tidak bisa di hindari.
Pendeknya
sutu konflik bisa terjadi manakala suatu kelompok atau
seseorang dalam usahanya mencapai tujuannya secara relatif terhalang oleh
pencapaian tujuan kelompok atau orang lain. Dengan demikian, kepentingan
seseorang atau kelompok tersebut terasa terhalang oleh kepentingan orang atau
kelompok lain.
KONFLIK
ANTAR PRIBADI
Selain
konflik yang terjadi dalam diri seseorang, konflik dapat pula terjadi
antarpribadi. Konflik antarpribadi ini merupakan suatu dinamika yang amat
penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan
beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan
memengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Konflik
antarpribadi terjadi jika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain
dalam melaksanakan pekerjaan. Joe Kelly mencatat, bahwa situasi konflik yang
tidak bisa dihindari adalah keadaan-keadaan seperti ini: paling sedikit dua
orang yang mempunyai pandangan-pandangan yang tidak bisa disatukan, orang-orang
yang tidak bisa bertoleransi dari sesuatu yang bermakna ganda, seseorang yang
mengabaikan kenikmatan dari indahnya bayang-bayang kelabu, dan seseorang yang
dengan cepatnya suka menarik suatu konklusi.
Salah
satu kerangka yang semakin terkenal untuk menganalisis dinamika interaksi
antara diri seseorang dengan orang lain ialah Johari Window. Model ini dapat
pula digunakan untuk menganalisis konflik antarpribadi. Gambar 1 menunjukkan
bahwa model tersebut dapat membantu mengidentifikasikan beberapa gaya
antarpribadi, karakteristik dan hasil-hasil dari gaya tersebut, dan saran-saran
mengenai cara untuk mengartikan suatu konflik yang dapat berkembang di antara
diri sendiri dan orang lain. Dinamakan dengan istilah Johari, karena model ini
dikembangkan oleh Josep Luft dan Harry Ingham. Dari kedua nama ini disingkat
menjadi Johari.
Seseorang mengetahui orang lain
|
Seseorang tidak mengetahui orang lain
|
|
Seseorang Tahu tentang Dirinya
|
Diri Terbuka
|
Diri Tertutup
|
Seseorang tidak Mengetahui tentang
dirinya
|
Buta Diri
|
Tidak Menemukan Diri
|
Dalam
istilah yang sederhana, diri (self) dapat diartikan sebagai “aku” dan
orang lain dapat pula diartikan sebagai “kamu” dalam interaksi antara dua
orang. Ada hal-hal tertentu yang diketahui seseorang tentang dirinya dan
hal-hal tertentu yang tidak diketahui. Ada pula hal-hal tertentu yang diketahui
seseorang tentang orang lain dan hal-hal tertentu yang tidak diketahui mengenai
orang lain tersebut. Berikut ini ringkasan empat sel dari Johari Window.
1) Membuka
diri (Open Self). Dalam bentuk interaksi ini seseorang mengetahui
tentang dirinya dan tentang diri orang lain. Dalam hal ini pada umumnya
terdapat keterbukaan, kerja sama dan sedikit alasan untuk menjadi bertahan.
Bentuk hubungan antarpribadi seperti ini akan cenderung menyebabkan sedikit
(kalau ada) konflik antarpribadi.
2) Menutup
diri (Hidden Self). Dalam situasi seperti ini seseorang mengerti dan
memahami dirinya sendiri akan tetapi tidak mengetahui tentang diri orang lain.
Hasilnya ialah orang tersebut akan tetap menutup diri dari orang lain, karena
rasa takut bagaimana kalau orang lain itu bereaksi. Seseorang akan menutup
perasaan atau sikapnya secara rahasia dan tidak akan membukanya kepada orang
lain. Hal semacam ini merupakan potensi timbulnya situasi konflik antarpribadi.
3) Membutakan
diri (Blind Self). Dalam situasi ini seseorang mengetahui diri orang
lain tetapi tidak mengetahui dirinya sendiri. Orang ini kemungkinan tidak
berniat menyakiti orang lain, dan sebenarnya orang lain dapat pula
memberitahukan kepadanya akan tetapi takut kalau menyinggung perasaannya.
Sebagaimana diri yang tertutup di atas, maka situasi seperti ini merupakan
potensi timbulnya situasi konflik antarpribadi.
4) Tidak
menemukan diri (Undiscovered Self). Situasi seperti ini merupakan potensi situasi yang paling eksplosif.
Seseorang tidak mengetahui dirinya dan juga tidak mengetahui diri orang lain.
Dengan kata lain, selalu terdapat salah pengertian (misunderstanding),
dan konflik antarpribadi sudah hampir dipastikan merupakan hasil interaksinya.
Walaupun
pada hakikatnya Johari Window hanya memberikan penjelasan terhadap kemungkinan
macam gaya interaksi antarpribadi, namun hal tersebut juga bermanfaat untuk
menganalisis kemungkinan-kemungkinan timbulnya situasi konflik. Suatu contoh,
cara untuk mengurangi dan kemungkinan menghilangkan sikap seseorang yang
menutup diri ialah misalnya dengan melalui suatu proses menghormati dan membuka
diri orang tersebut, sehingga sikap terbukanya makin bertambah. Dengan cara
menjadikan dirinya lebih mempercayai orang lain dan membuka informasi mengenai
dirinya, maka potensi konflik akan berkurang.
STRATEGI
PEMECAHAN KONFLIK ANTAR PRIBADI
Banyak
cara untuk memecahkan persoalan-persoalan konflik antarpribadi ini, misalnya
membuka diri, menerima umpan balik, menaruh percaya pada orang lain, atau tidak
menutup diri mengenai informasi dirinya. Selain cara-cara yang disebutkan tadi,
maka ada beberapa cara yang merupakan strategi dasar. Strategi dasar ini
menurut hasilnya dapat disebut : sama-sama merugi (lose-lose), kalah
menang (win-lose), dan sama-sama beruntung (win-win).
Sama-sama
merugi (lose-lose), pendekatan sama-sama merugi untuk mengatasi konflik
antarpribadi ini ialah bahwa kedua pihak yang sedang konflik merugi atau
sama-sama kehilangan. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk.
Pertama, ialah pendekatan yang amat popuper yakni kompromi atau mengambil jalan
tengah dari persoalan yang dipertengkarkan. Kedua ialah memberikan pehatian
salah satu dari pihak-pihak yang konflik. Cara ini seringkali dinamakan memakai
wasit dari pihak ketiga. Cara yang terakhir ialah menggunakan peraturan yang
ada untuk memecahkan persoalan yang menjadikan konflik tersebut mau berlindung
pada peraturan-peraturan birokrasi. Dalam empat cara pendekatan ini pada
hakikatnya kedua pihak yang konflik tersebut sama-sama merugi.
Kalah-menang
(win-lose), strategi ini adalah suatu cara yang biasa digunakan untuk
memecahkan konflik di masyarakat Amerika. Dalam suatu kebudayaan yang bersaing,
sebagaimana yang terjadi di Amerika, satu pihak yang sedang dalam situasi
konflik akan berusaha untuk memaksakan kekuatannya untuk menang, dan
mengalahkan pihak lain. Berikut ini adalah ringkasan ciri-ciri dari situasi
kalah-menang ini:
1)Terdapat
perbedaan yang jelas antara “kami-mereka” diantara pihak-pihak yang konflik;
2)Pihak-pihak
yang konflik langsung saling mengerahkan energinya untuk menciptakan suatu
suasana kemenangan dan kekalahan;
3)Pihak-pihak
yang konflik melihat persoalan dari pandangannya masing-masing;
4)Penekanan
yang diutamakan ialah pada pemecahan persoalan, bukannya untuk pencapaian
tujuan, cita-cita, atau haluan;
5)Konflik
bersifat pribadi dan penilaian (personalized and judgemental);
6)Tidak
terdapat perbedaan dari proses kegiatan pemecahan konflik dari kelompok lainnya,
maupun kegiatan-kegiatan dari suatu sekuen yang terencana; dan
7)Pihak-pihak
yang konflik seringkali menggunakan pandangan jalan pintas dari
persoalan-persoalan yang ada.
Suatu
contoh tentang kalah-menang dapat dijumpai dalam hubungan atasan-bawahan,
perselisihan antara pejabat lini dan pejabat staf, hubungan antara serikat
buruh-majikan, dan banyak situasi konflik yang terjadi pada
organisasi-organisasi zaman sekarang. Strategi kalah-menang dapat mempunyai
akibat-akibat yang bersifat fungsional maupun yang tidak fungsional. Dikatakan
fungsional karena menciptakan suatu dorongan yang bersaing untuk menang, dan
dapat mengakibatkan terjadinya kesetiakawanan dan semangat kebersamaan diantara
orang-orang atau kelompok yang sedang berselisih. Adapun dikatakan tidak
fungsional karena strategi kalah-menang ini tidak memedulikan
pemecahan-pemecahan lainnya seperti kerja sama, persetujuan bersama akan
hasilnya. Selain itu terdapat pula suatu tekanan untuk bersesuaian terhadap
persoalan yang dipermasalahkan, dan hubungan kekuasaan yang sangat berstruktur
cenderung akan timbul dengan cepat.
Persoalan
yang amat besar dari strategi kalah-menang adalah dengan strategi kalah-menang
seseorang selalu mendapatkan kekalahan. Orang-orang yang menderita kekalahan ini
mungkin mereka akan mempelajari sesuatu yang terjadi dalam proses kalah-menang
tadi, dan pihak yang merasa kalah tersebut mempunyai rasa dendam dan ingin
membalas dendamnya. Suatu strategi yang barangkali amat sehat ialah memberi
kemungkinan kedua pihak tersebut untuk menang.
Menang-menang
(win-win), strategi pemecahan konflik menang-menang ini barangkali
sesuai dengan keinginan-keinginan manusia dan organisasi. Energi dan
kreativitas lebih banyak ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah
dibandingkan dengan untuk mengalahkan pihak lain. Strategi ini banyak mengambil
aspek-aspek kebaikan dari strategi kalah-menang yang fungsional, dan membuang
aspek yang negatif dari yang tidak berfungsional. Kedua pihak yang berkonflik
bisa dipertemukan dalam satu titik musyawarah, dan keduanya pun menerima suatu
penghargaan yang sama. Alan C. Filley menyatakan bahwa strategi keputusan
menang-menang ini dihubungkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang lebih baik,
pengalaman-pengalaman organisasi yang menguntungkan, dan lebih banyak
menawarkan cara musyawarah yang menyenangkan.
Contoh
yang mengesankan dari strategi menang-menang ini pernah diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW., sebelum beliau diangkat oleh Allah sebagai rasul dan nabi.
Ketika itu kepala-kepala suku Quraisy berselisih tentang siapakah yang paling
patut memindahkan batu hitam (Hajar Aswad) ke tempatnya semula. Semua
kepala suku merasa berhak untuk memindahkan. Perselisihan ini mencapai
puncaknya, hampir saja terjadi peperangan diantara suku-suku tersebut. Untung peperangan
itu bisa dicegah, dengan dimintainya Muhammad, seorang pemuda terpercaya (Al-Amin),
untuk mengatasi konflik tersebut. Cara yang dilakukan Muhammad ialah
membeberkan surbannya, kemudian kepala-kepala suku tersebut dimintanya untuk
memegang tepi kain surban tersebut. Setelah itu Muhammad menaruh batu tersebut
di atas surban. Sesampai di tempat, batu hitam tersebut diambil Muhammad dan
ditaruhkan olehnya. Sampai di sini perselisihan dan konflik diantara suku-suku
tersebut hilang. Mereka merasa sama-sama menang, dapat memindahkan batu
tersebut ke tempatnya.
KONFLIK ORGANISASI
Konflik
organisasi ini sebenarnya adalah konflik antarpribadi dan konflik dalam pribadi
yang mengambil tempat dalam suatu organisasi tertentu. Namun demikian konflik
ini akan mencoba melihat dalam hubungannya dengan tatanan organisasi yang
bersendikan orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Individu-individu
dalam organisasi mempunyai banyak persoalan yang menjadikan mereka konflik.
Umumnya konflik tersebut memaksakan mereka karena tugas-tugas yang dibebankan
oleh organisasi. Suatu contoh berikut ini menunjukkan sumber potensi dari
timbulnya konflik.
Manajer
menghendaki produksi ditingkatkan, karyawan meminta diberikannya banyak
perhatian kepadanya. Pembeli meminta pelayanan secara tepat, manajer-manajer
lainnya meminta adanya jadwal penundaan, konsultan menyarankan perubahan,
karyawan menolak perubahan tersebut. Buku pedoman menyarankan kalau bekerja
sesuai dengan formulanya, tetapi para staf menyatakan buku tersebut tidak bisa
dikerjakan. Demikian seterusnya banyak contoh terjadi dalam organisasi yang
menunjukkan adanya sumber-sumber yang potensial untuk timbulnya konflik.
Secara
konsepsial, ada empat sumber dari konflik organisasi itu, yakni:
1)Suatu
situasi yang tidak menunjukkan keseimbangan tujuan-tujuan yang ingin dicapai;
2)Terdapatnya
sarana-sarana yang tidak seimbang, atau timbulnya proses alokasi sumber-sumber
yang tidak seimbang;
3)Terdapatnya
suatu persoalan status yang tidak selaras; dan
4)Timbulnya
persepsi yang berbeda.
Dalam
teori organisasi klasik, terdapat empat struktur yang seringkali menjadi tempat
terjadinya konflik. Empat struktur itu dijelaskan berikut ini:
1)Konflik
Hierarki: Pada berbagai macam tingkat hierarki
dalam organisasi, terdapat kemungkinan timbulnya konflik. Dewan direktur
barangkali bisa konflik dan berselisih paham dengan direktur-direktur lainnya,
pimpinan-pimpinan tingkat tengah, para pengawas dan atau dengan kepala bagian
kepegawaian. Demikian pula ada kemungkinan timbul konflik secara umum antara
pimpinan dan karyawannya.
2)Konflik
Fungsional: Terdapat kemungkinan terjadi konflik
fungsional diantara berbagai bagian organisasi yang mempunyai fungsi-fungsi
tertentu. Konflik diantara bagian produksi dengan bagian pemasaran merupakan
contoh klasik dari konflik fungsional ini.
3)Konflik
Lini – Staf: Terjadi kemungkinan pula konflik
antara pejabat-pejabat lini dan staf. Konflik semacam ini timbul ketika
pejabat-pejabat staf tidak memiliki otoritas formal atas pejabat-pejabat lini.
4)Konflik
Formal – Informal: Terdapat pula kemungkinan konflik
antara satuan-satuan organisasi formal dan informal. Suatu contoh bila terjadi
pelaksanaan ketentuan-ketentuan organisasi informal tidak seimbang dengan
pelaksanaan ketentuan-ketentuan organisasi yang formal.
Dalam
prinsip-prinsip organisasi modern seperti dalam struktur matriks, terdapat pula
suatu kemungkinan terjadinya konflik antara pimpinan proyek dengan pimpinan
matriks. Pimpinan proyek merasakan kurang mempunyai otoritas tetapi mempunyai
tanggung jawab yang besar. Demikian pula pimpinan matriks secara struktural
mempunyai fungsi dan otoritas atas pimpinan proyek. Sehingga dari gambaran
seperti ini akan timbul suatu konflik diantara pimpinan-pimpinan dalam
organisasi matriks tersebut.
Konflik
dalam suatu organisasi seharusnya dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan
yang sehat. Dengan kata lain, timbulnya konflik dalam organisasi haruslah
dipandang sebagai suatu gejala organisasi yang sehat. Dengan demikian, setiap
konflik yang timbul akan dapat diatasi dengan semangat kerjasama untuk mencapai
tujuan bersama.
STRATEGI
PEMECAHAN KONFLIK DALAM ORGANISASI
Secara
tradisional, pendekatan konflik dalam organisasi dapat dilakukan secara
sederhana dan optimistik. Pendekatan tesebut dapat didasarkan atas
asumsi-asumsi berikut ini:
1)Konflik
pasti dapat dihindari;
2)Konflik
timbul karena ada pemainnya yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut;
3)Bentuk
otoritas yang legalistik seperti “penyelesaian lewat saluran formal” sangat
ditekankan; dan
4)Kambing
hitam diterima sebagai suatu yang tidak bisa dihindari
Kalau
asumsi-asumsi tersebut diterima, maka cara mengatasi konflik dalam suatu
organisasi dapat didasarkan atas asumsi-asumsi tersebut. Kalau konflik secara
pasti dapat dihindari, maka kita yakin bahwa apapun bentuk, wujud, dan gaya
konflik tersebut pastilah akan ada jalan untuk mengatasinya. Dengan demikian,
tidak ada konflik organisasi yang tajam, berlarut-larut, dan berkepanjangan.
Bangsa Indonesia mempunyai prinsip musyawarah, mengapa tidak dipakai untuk
mengatasi konflik. Dengan musyawarah, konflik yang betapapun beratnya akan
terselesaikan. Asalkan kedua pihak menyadari asumsi pertama di atas.
Asumsi
kedua menyatakan bahwa konflik ada yang menimbulkan. Cara mengatasinya dicari
terlebih dahulu siapa yang meniupkan api perselisihan yang menimbulkan konflik
tersebut. Kalau sumber ini sudah ditemukan lalu dipadamkan. Dengan demikian,
api tidak akan berkobar. Sekali lagi musyawarah perlu ditekankan untuk
mempertemukan pemain-pemain konflik ini.
Asumsi
ketiga bersifat birokratis dan legalistis. Jika penyebab konflik karena
prosedur yang legalistis dan menekankan pada formalitas organisasi, maka
cara-cara ini perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki. Cara-cara yang
menekankan pada struktural dan formalitas, akan sedikit banyak menelantarkan
cara-cara yang manusiawi. Jika cara-cara manusiawi sudah tidak mendapat
perhatian dalam organisasi, konflik akan timbul. Untuk itu, cara menghilangkan
konflik dengan cara meninjau kembali cara-cara yang dilakukan dalam organisasi.
Organisasi yang masih mengutamakan pada jalur hubungan struktural dan
menekankan banyak pada formalitas tampaknya sudah banyak ditinggalkan oleh
teori-teori organisasi modern. Sebagai gantinya sekarang banyak dikenalkan
hubungan-hubungan yang menekankan pada manusiawinya. Atau dengan kata lain
pendekatan organisasi tidak lagi menekankan pada impersonal relationship,
melainkan diutamakan personal relationship.
Asumsi
keempat menyatakan bahwa jika kambing hitam diterima sebagai suatu kenyataan
yang menimbulkan terjadinya konflik, maka dengan sendirinya kambing hitam itu
harus disembelih. Artinya dicari kambing hitam tersebut, dan kalau sudah
ditemukan maka didamaikan. Ditanya kambingnya, apa kurang rumputnya atau karena
kandangnya sempit sehingga dia mengembik terus-menerus. Diajaklah
kambing-kambing yang bulunya hitam itu musyawarah. Sehingga akan jernih
persoalannya kalau ada musyawarah antara kambing-kambing tersebut.
Pendekatan
lain yang disarankan oleh Louis Pondy dalam mengatasi konflik organisasi,
antara lain meliputi tiga pendekatan berikut ini.
1) Pendekatan
tawar-menawar (Bargaining approach)
Pendekatan ini dalam cara-cara yang
dilakkan oleh bangsa Indonesia ialah dengan musyawarah seperti yang dikemukakan
di atas. Model pendekatan ini sebenarnya untuk mengatasi konflik organisasi
yang memperselisihkan tuntutan-tuntutan alokasi dana yang terbatas. Strategi
yang dipakai untuk mengatasi konflik seperti ini ialah “bargaining” di sekitar
usaha-usaha untuk menaikkan memusatnya dana-dana yang tersedia dan menekankan
pada tuntutan-tuntutan dari beberapa unit yang saling bersaing untuk mendapatkan
dana-dana tersebut.
2) Pendekatan
Birokratis
Pendekatan ini digunakan untuk
mengatasi konflik yang terjadi karena persoalan-persoalan hierarki baik
vertikal, horizontal, maupun hubungan-hubungan otoritas dalam susunan hierarki
organisasi. Konflik ini terjadi, karena pimpinan atau atasan akan melakukan
kontrol terhadap bawahan, dan bawahan tersebut menolak kontrolnya. Strategi
untuk mengatasi konflik seperti ini ialah mengganti aturan-aturan birokrasi
yang impersonal dengan cara-cara kontrol yang personal.
3) Pendekatan
Sistem
Kalau pendekatan bargaining
menekankan pada maslah persaingan antara beberapa unit organisasi, dan
pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitannya melakukan kontrol, maka
pendekatan sistem ini menekankan pada kesulitan dalam mengatasi
persoalan-persoalan koordinasi. Pendekatan sistem ini secara utama untuk
menyelesaikan hubungan yang berisi horizontal antara beberapa fungsi-fungsi
dalam suatu organisasi. Strategi yang dipakai untuk menyelesaikan konflik dari
persoalan ini dapat dikemukakan atas dua strategi utama berikut ini:
a)Dikurangi
perbedaan yang mencolok dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai dengan cara
menyempurnakan insentif atau dengan cara seleksi yang tepat, latihan jabatan
atau memperbaiki prosedur kerja;
b)Dikurangi
ketergantungan fungsional antara beberapa satuan organisasi, dengan cara
mengurangi tekanan-tekanan dan bermusyawarah, atau dengan mengendorkan beberapa
skedul.
Pendekatan-pendekatan
yang dikemukakan di atas memberikan suatu dasar bagi pimpinan organisasi untuk
mengatasi konflik yang bisa terjadi sewaktu-waktu dalam organisasi.
Strategi-strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik secara
praktis antara lain dikemukakan oleh Kilman dan Thomas sebagai berikut:
1)Pahami
atau alami konflik-konflik yang tidak dapat diterima;
2)Selidiki
sumber-sumber konflik; dan
3)Tentukan
cara untuk mengatasi atau intervensi.
Adapun
cara intervensi terhadap konflik dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk.
Joseph Litterer mengemukakan tiga dasar strategi intervensi terhadap konflik
antara lain:
1)Ciptakan
batas diantara pihak-pihak yann konflik. Contoh yang klasik dari strategi ini
terjadi di restoran antara juru masak dengan pelayan. Untuk mengurangi konflik
antara keduanya, maka ditetapkan adanya pembatas yakni semua pelayan diminta
memberikan slip pesanan dari pembeli kepada kepala juru masak. Slip pesanan
tersebut diletakkan pada tempat tertentu dengan urut. Pesanan itu kemudian
disampaikan oleh kepala juru masak kepada para juru masak. Dengan cara tersebut
ternyata bisa mengurangi konflik yang timbul antara pelayan yang mengantarkan
pesanan kepada pembeli, dengan juru masak yang memasak makanan yang dipesan.
Tempat tertentu untuk meletakkan kartu atau slip pesanan tersebut dinamakan
pembatas.
2)Membantu
pihak-pihak yang konflik untuk mengembangkan suatu cara yang lebih baik dengan
melihat ke dalam diri masing-masing dan bagaimana dirinya dapat mempengaruhi
orang lain. Dengan demikian, kalau dirasakan bahwa dengan konflik dapat
mengakibatkan kesusahan pada pihak lain, mengapa harus memperpanjang konflik
tersebut.
3)Menata
kembali struktur organisasi, sehingga konflik bisa dihindarkan. Strategi ini
digunakan kalau struktur yang ada merupakan sumber terjadinya konflik. Misalnya
strultur yang ada menyebabkan prosedur kerja terlalu berlarut-larut sehingga
menyulitkan pihak-pihak lain. Ketidakpuasan pihak lain ini akan memudahkan
timbulnya konflik.
Demikianlah
beberapa tambahan cara-cara intervensi terhadap konflik, dalam organisasi.
Selain usaha untuk mengurangi konflik, pendekatan cara baru justru memanfaatkan
adanya konflik untuk mencapai tujuan organisasi dan meningkatkan semangat
kerja. Sebagaimana dikatakan oleh Louis Pondy, bahwa konflik tidak seluruhnya
jelek atau baik, tetapi ia seharusnya dievaluasi dalam hubungannya dengan
fungsi-fungsi individu dan organisasi. Secara umum memang konflik dapat
menimbulkan tekanan, akan tetapi kadang-kadang konflik dapat mengakibatkan
inovasi perubahan. Konflik dapat menambah semangat orang-orang untuk
beraktivitas. Oleh karenanya, konflik sebaiknya diselesaikan secara baik,
bukannya dilawan.
No comments:
Post a Comment