A. Definisi Fathu
Makkah
Pembebasan
Mekkah (bahasa Arab: Fathu Makkah) merupakan peristiwa yang terjadi pada
tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, dimana Muhammad beserta 10.000
pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah
secara keseluruhan, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam
dan sekitar Ka'bah.
B. Latar Belakang
Terjadinya Fathu Makkah
Peristiwa
ini diawali dari perjanjian damai antara kaum muslimin Madinah dengan orang
musyrikin Quraisy yang ditandatangani pada nota kesepakatan Shulh Hudaibiyah
pada tahun 6 Hijriyah. Termasuk diantara nota perjanjian adalah siapa saja
diizinkan untuk bergabung dengan salah satu kubu, baik kubu Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam dan kaum muslimin Madinah atau kubu orang kafir Quraisy
Makkah. Maka, bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam dan suku Bakr bergabung di kubu orang kafir Quraisy. Padahal, dulu di
zaman Jahiliyah, terjadi pertumpahan darah antara dua suku ini dan saling
bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, masing-masing suku melakukan
gencatan senjata. Namun, secara licik, Bani Bakr menggunakan kesempatan ini
melakukan balas dendam kepada suku Khuza’ah. Bani Bakr melakukan serangan
mendadak di malam hari pada Bani Khuza’ah ketika mereka sedang di mata air
mereka. Secara diam-diam, orang kafir Quraisy mengirimkan bantuan personil dan
senjata pada Bani Bakr. Akhirnya, datanglah beberapa orang diantara suku
Khuza’ah menghadap Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam di Madinah. Mereka
mengabarkan tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh orang kafir Quraisy dan
bani bakr.
Karena
merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, orang kafir Quraisy pun
mengutus Abu Sufyan ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di
Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi shallallahu ‘alahi
wa sallam, namun beliau tidak menanggapinya dan tidak memperdulikannya.
Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma agar mereka
memberikan bantuan untuk membujuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun
usahanya ini gagal. Terakhir kalinya, dia menemui Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu agar memberikan pertolongan kepadanya di hadapan Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam. Untuk kesekian kalinya, Ali pun menolak
permintaan Abu Sufyan. Dunia terasa sempit bagi Abu Sufyan, dia pun terus
memelas agar diberi solusi.
Dalam
kisah ini ada pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwa kaum muslimin
dibolehkan untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir. Namun
pembatalan perjanjian damai ini harus dilakukan seimbang. Artinya tidak boleh
sepihak, tetapi masing-masing pihak tahu sama tahu.
Kisah Hatib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu
Untuk
menjaga misi kerahasiaan ini, Rasulullah mengutus satuan pasukan sebanyak 80
orang menuju perkampungan antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah pada awal bulan
Ramadhan. Hal ini beliau lakukan agar ada anggapan bahwa beliau hendak menuju
ke tempat tersebut. Sementara itu, ada seorang shahabat Muhajirin, Hatib bin
Abi Balta’ah menulis surat untuk dikirimkan ke orang Quraisy. Isi suratnya
mengabarkan akan keberangkatan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menuju Makkah
untuk melakukan serangan mendadak. Surat ini beliau titipkan kepada seorang
wanita dengan upah tertentu dan langsung disimpan di gelungannya. Namun, Allah
Dzat Yang Maha Melihat mewahyukan kepada NabiNya tentang apa yang dilakukan
Hatib. Beliau-pun mengutus Ali dan Al Miqdad untuk mengejar wanita yang membawa
surat tersebut.
Setelah Ali berhasil menyusul wanita tersebut, beliau langsung meminta suratnya. Namun, wanita itu berbohong dan mengatakan bahwa dirinya tidak membawa surat apapun. Ali memeriksa hewan tunggangannya, namun tidak mendapatkan apa yang dicari. Setelah tahu kesungguhan Ali radhiyallahu ‘anhu, wanita itupun menyerahkan suratnya kepada Ali bin Abi Thalib. Sesampainya di Madinah, Ali langsung menyerahkan surat tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Dalam surat tersebut tertulis nama Hatib bin Abi Balta’ah. Dengan bijak Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menanyakan alasan Hatib. Hatib bin Abi Balta’ah pun menjawab:
“Jangan
terburu menuduhku wahai Rasulullah. Demi Allah, aku orang yang beriman kepada
Allah dan RasulNya. Aku tidak murtad dan tidak mengubah agamaku. Dulu aku
adalah anak angkat di tengah Quraisy. Aku bukanlah apa-apa bagi mereka. Di sana
aku memiliki istri dan anak. Sementara tidak ada kerabatku yang bisa melindungi
mereka. Sementara orang-orang yang bersama Anda memiliki kerabat yang bisa
melindungi mereka. Oleh karena itu, aku ingin ada orang yang bisa melindungi
kerabatku di sana.” Dengan serta merta Umar bin Al Khattab menawarkan diri untuk memenggal leher
hatib, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab, “Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar”. Umar pun kemudian menangis,
sambil mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.” Dan rasulullah pun
mengampuninya.
C. Proses Terjadinya
Fathu Makkah
Setelah
Kaum muslimin merasa bahwa perjanjian itu begitu merugikan bagi pihak muslimin
dan di tambah lagi para kafir qurays telah melanggar perjanjian itu maka
rasulullah langsung menyuruh pasukanya untuk menyerang makkah, Rasulullah
Sholallahu ‘alaihi wasallam membagi pasukan menjadi empat sayap. Beliau
mengangkat pemimpin bagi masing-masing sayap pasukan.
·Sayap
pertama dipimpin oleh Az-Zubair ibnul Awwam Rodhiallahu ‘anhu. Mereka memasuki
Makkah melalui dataran tingginya.
·Sayap
kedua dipimpin oleh Khalid ibnul Walid Rodhiallahu ‘anhu. Mereka memasuki
Makkah melalui dataran rendahnya.
·Sayap
ketiga dipimpin Abu Ubaidah ibnul Jarrah Rodhiallahu ‘anhu. Mereka memasuki
Makkah dari arah timur.
·Sayap
keempat dipimpin Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah Rodhiallahu ‘anhu. Mereka memasuki
Makkah dari arah yang lain.
Seluruh
pasukan muslimin memasuki Makkah. Tidak ada perlawanan dari Quraisy.
Sempurnalah penaklukan Makkah oleh kaum muslimin. Rasulullah memasuki Makkah,
dengan menunduk, merendahkan diri karena Allah.Rasulullah kemudian thawaf
(mengelilingi) Ka’bah sebanyak tujuh putaran. Beliau mengusap rukun (Hajar
Aswad) dengan tongkatnya. Karena beliau tidak ingin mendesak orang-orang yang
sedang thawaf. Dan juga karena beliau ingin mengajari umat beliau tentang tata
cara thawaf.Kemudian Rasulullah mulai menghancurkan patung-patung di Ka’bah.
Jumlahnya ada tiga ratus enam puluh buah. Ketika itu beliau membaca Al-qur’an
Surat Al-Isra’ ayat 81, yang artinya: “Dan katakanlah: “Yang benar telah datang
dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap.”Kemudian Rasulullah masuk ke dalam bangunan Ka’bah dan Beliau shalat di
dalamnya.
D. Peristiwa Setelah
Fathu Makkah
Rasulullah
selesai dari shalatnya. Kemudian beliau berdiri di pintu Ka’bah. Orang-orang
Quraisy berbaris di Masjidil Haram. Mereka memandang beliau. Beliau bersabda: “Wahai
seluruh orang Quraisy, menurut kalian, apa yang akan kulakukan kepada kalian?”
Mereka menjawab: “Engkau akan bersikap baik. Engkau seorang saudara yang murah
hati. Dan engkau anak seorang saudara yang murah hati.” Maka beliau berkata:
“Pergilah. Kalian adalah orang-orang yang bebas, Rasulullah tinggal di Makkah
selama dua puluh hari. Selama tinggal di Makkah, beliau mengutus beberapa
sariyyah. Tugas mereka adalah menghancurkan berhala-berhala dan menyebarkan
Islam.
Penaklukan
Makkah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada jiwa orang-orang Arab.
Allah melapangkan dada kebanyakan dari mereka untuk menerima Islam. Dan jadilah
mereka masuk Islam dengan berbondong-bondong.
No comments:
Post a Comment